Pilkada Jakarta

Tim Pemenangan RIDO Sebut Golput yang Menang Pilkada Jakarta, Pengamat: Tak Terima Kekalahan

Editor: murtopo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ridwan Kamil saat hadiri dukungan dari Relawan Pasukan Jalak di kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Minggu (1/9/2024).

Menurut Ray, komentar tersebut justru menunjukkan indikasi bahwa tim RIDO masih belum menerima kekalahan mereka.

Tidak hanya siap meraih kemenangan, setiap kontestan harusnya juga bersabar jika menerima kekalahan.

“Kalau soal itu, ada yang lebih parah makanya mengapa mereka harus menyinggung soal Golput? Mereka (KIM Plus) seharusnya menyoroti keberanian untuk menghadapi lawan yang sesungguhnya, bukan hanya melawan kotak kosong,” kata Ray kepada wartawan pada Senin (9/12/2024). 

Ray juga menyinggung soal banyaknya kandidat dari KIM yang hanya melawan kotak kosong dalam beberapa kontestasi politik. Seharusnya, lanjut dia, hal ini menjadi bahan refleksi bagi tim RIDO sebelum mengkritik pihak lain. 

Baca juga: Peluang Pramono-Rano Menang 1 Putaran Besar, Litbang Kompas Jelaskan Maksud 50 Persen + 1 Suara

Ray menilai bahwa upaya tim RIDO mencari alasan atas kekalahan mereka sangat lemah dan tidak berdasar. 

"Kalau dilihat dari pernyataan ini, jelas sekali tim pemenangan RIDO tidak terima kekalahan. Lalu mereka mencari faktor-faktor yang dianggap memengaruhi hasil, salah satunya soal undangan pemilih (C6), tapi itu sangat kecil dan lemah,” katanya. 

Menurut dia, analisis bahwa suara Pramono-Rano kalah dari angka Golput tidak relevan. Sebab faktanya, pasangan RIDO sendiri justru lebih buruk lagi dibandingkan angka Golput. 

“Kalau Pramono-Rano kalah dari Golput, pasangan RIDO ini lebih parah lagi. Apa tidak malu meminta putaran kedua?,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ray menyoroti upaya tim RIDO yang akan mengajukan gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Kalau mereka sudah kalah dari Golput, kok masih ngotot untuk putaran kedua? Saya melihat dasar mereka untuk menggugat ke MK terkait tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tidak cukup,” katanya.

Namun, Ray juga mengingatkan bahwa hasil akhir tetap bergantung pada pertimbangan hakim MK. “Di Republik ini, kalau aturan menghambat tujuan, ya aturannya yang diubah. Kita lihat saja nanti bagaimana pertimbangan hakim,” pungkasnya. (faf)

 

 

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com