Terorisme

110 Anak Indonesia Diduga Terpapar Terorisme, Begini Modus Perekrutannya

Sebanyak 110 anak usia 10 hingga 18 tahun di Indonesia diduga telah terekrut atau terpapar jaringan terorisme.

Penulis: Ramadhan LQ | Editor: Hironimus Rama
Tribun Depok
TERORISME - Densus 88 menggelar konferensi pers pengungkapan jaringan terorisme di Trunoyudo, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025). 

Laporan Ramadhan L Q 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Sebanyak 110 anak usia 10 hingga 18 tahun di Indonesia diduga telah terekrut atau terpapar jaringan terorisme.

Hal itu diungkapkan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).

"Hingga saat ini, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mencatat ada sekitar 110 anak-anak yang memiliki usia antara 10 hingga 18 tahun, tersebar di 23 provinsi yang diduga direkrut oleh jaringan terorisme," kata Trunoyudo.

Baca juga: Waspada! Jaringan Terorisme Incar Anak-anak Melalui Ruang Digital, Lima Pria Ditangkap Polisi

Dia menjelaskan Densus 88 telah melakukan serangkaian upaya pencegahan terhadap anak-anak yang teradikalisasi.  Beberapa intervensi signifikan antara lain:

1. Anak teradikalisasi yang berniat melakukan aksi teror di Banten pada akhir 2024.

2. Anak teradikalisasi yang berniat melakukan aksi teror di Bali dan Sulawesi Selatan pada Mei 2025.

3. Intervensi terhadap 29 anak di 17 provinsi yang berniat melakukan aksi teror pada September 2025.

4. Intervensi terhadap seorang anak teradikalisasi yang berniat melakukan aksi teror di Jawa Tengah pada Oktober 2025.

5. Intervensi terhadap 78 anak teradikalisasi di 23 provinsi pada 18 November 2025.

"Wilayah terbesar meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," ucap Trunoyudo.

Modus Propaganda Digital

Perekrutan jaringan terorisme dilakukan secara bertahap, dimulai dari penyebaran propaganda melalui platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game online. 

"Target yang dianggap potensial kemudian diajak berkomunikasi secara pribadi melalui WhatsApp atau Telegram," ungkap Trunoyudo.

Sementara materi propaganda disebarkan dalam bentuk video pendek, animasi, meme, serta musik untuk membangun kedekatan emosional dan menumbuhkan ketertarikan ideologis.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved