Opini

Perbaikan Manajemen ASN dalam Menjaga Netralitas ASN dari Kegiatan Politik

Menjaga netralitas ASN dari kegiatan politik. Hal ini disampaikan mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia.

Editor: dodi hasanuddin
Istimewa
Ilustrasi, Perbaikan Manajemen ASN dalam Menjaga Netralitas ASN dari Kegiatan Politik 

Asas netralitas dalam hal ini diartikan sebagai ketidakberpihakan PNS dari segala jenis pengaruh kepentingan dalam menyelenggarakan pemerintahan yang dalam hal ini mengartikan PNS yang menjadi simpatisan dari suatu partai politik tetap melanggar asas netralitas sebagaimana yang terdapat di dalam UU ASN.

Di Indonesia, keterlibatan PNS dalam proses kampanye menjelang pilkada selain melanggar asas netralitas, PNS juga melanggar kode etik sebagaimana yang disebutkan dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang pembinaan kode etik PNS dan jiwa korps.

Pada pasal 11 huruf c PP tentang pembinaan kode etik PNS, dijelaskan bahwa PNS tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang mendekatan keberpihakan PNS pada suatu calon yang dapat mengarah pada tindakan PNS yang melakukan kegiatan politik ataupun melakukan afiliasi dengan suatu partai politik.

Berdasarkan hal tersebut, pada PP Nomor 94 Tahun 2021 mennjelaskan bahwa PNS yang turut terlibat dalam kegiatan kampanye dijatuhkan hukuman disiplin sedang hingga berat yang dapat berupa penurunan jabatan sampai pemberhentian dengan tidak hormat.

Penyebab masih seringnya pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN dikarenakan sanksi yang dijatuhkan bagi ASN yang melanggar asas netralitas masih lemah, terdapat intervensi dari atasan, serta rendahnya pengetahuan regulasi terkait netralitas ASN (KASN,2018).

Maka dari itu, diperlukan perbaikan manajemen ASN dengan melakukan tindakan tegas bagi PNS yang ikut terlibat dalam kegiatan politisasi yang dapat mengancam netralitas ASN.

Perbaikan manajemen ASN ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pengawasan terhadap netralitas ASN, serta menegakan sanksi disiplin bagi ASN yang melanggar netralitas dengan memperbaiki UU yang mengatur sanksi disiplin bagi PNS yang terlibat dalam kegiatan politik.  

Hal ini perlu dilakukan karena masih terdapat adanya peraturan yang saling bertentangan dan ketidakjelasan dalam mengatur pemberhentian PNS yang menjadi pengurus atau anggota partai politik. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya penyimpangan PP Nomor 11 Tahun 2017 terhadap UU Nomor 5 Tahun 2014 (UU ASN).

Dalam pasal 255 PP Nomor 11 Tahun 2017 disebutkan bahwa PNS yang menjadi anggota atau pengurus partai politik dapat diberhentikan dengan hormat jika PNS melakukan pengunduran diri secara tertulis, sedangkan dalam UU ASN pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan kepada PNS yang menjadi pengurus atau anggota partai politik.

Selain itu, dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 batas waktu pengunduran diri bagi PNS yang menjadi anggota dan pengurus partai politik tidak disebutkan secara rinci. Untuk itu, diperlukan adanya perbaikan pemilihan kata dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 sehingga tidak menyimpang dari peraturan diatasnya yaitu UU ASN, serta menetapkan batas waktu yang jelas yang mengatur pengunduran diri bagi ASN yang menjadi anggota atau pengurus partai politik.

Selain itu, Komisi II DPR RI juga merencanakan penghapusan hak pilih ASN pada Pilkada serentak sebagai solusi dari permasalahan politisasi yang sering terjadi pada ASN selama pemilihan kepala daerah yang membuat netralitas ASN masih rendah.

Referensi :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

PP Nomor 42 Tahun 2004

PP Nomor 37 Tahun 2004

PP Nomor 11 Tahun 2017

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). (2021). Aturan Baru Disiplin PNS: Tidak Beri Sanksi Bawahan yang Tak Netral, Atasan Bisa Dihukum.

 

 

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved