Opini
Perbaikan Manajemen ASN dalam Menjaga Netralitas ASN dari Kegiatan Politik
Menjaga netralitas ASN dari kegiatan politik. Hal ini disampaikan mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia.
Penulis: Pearly Syifa Maharani. Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Indonesia
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, PANCORAN MAS - Perbaikan manajemen ASN dalam menjaga netralitas ASN dari kegiatan politik.
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah pegawai yang memiliki kedudukan sebagai unsur aparatur negara. ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, ASN harus terbebas dari intervensi politik maupun kepentingan golongan tertentu.
Di Indonesia, keterlibatan ASN dalam kegiatan politik seringkali terjadi ketika menjelang masa pemilihan umum kepala daerah (pilkada).
Keterlibatan ASN dalam kegiatan politik ini jelas merupakan pelanggaran netralitas ASN yang seharusnya perlu ditegakkan oleh ASN.
Baca juga: Menteri Kesehatan Minta Ahli FKUI Bahas Hepatitis Akut, Ini Penjelasan Dekan FKUI Prof Ari Fahrial
Manajemen ASN berperan untuk menciptakan ASN yang profesional, bersih dari intervensi politik, dan praktik KKN dengan berusaha untuk menyeimbangkan antara kepentingan atasan, pegawai, dan masyarakat melalui penegakan disiplin ASN, mengatur kebebasan berpendapat ASN, serta membatasi ASN dari kegiatan dan afiliasi politik yang dilakukan untuk menjaga asas netralitas ASN.
Sebenarnya terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang ditetapkan untuk menjaga netralitas ASN dari aktivitas politik misalnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 (UU ASN) yang mengatur bahwa PNS yang merupakan bagian dari ASN dilarang menjadi pengurus maupun anggota partai politik.
Asas netralitas dijelaskan pada pasal 2 huruf f UU ASN yang menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN harus dilakukan sesuai dengan asas netralitas.
Selain itu terdapat PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dan Jiwa Korps yang ditetapkan untuk menjaga perbuatan ASN yang bebas dari kepentingan golongan yang dapat mengarah pada tindakan politik praktis.
Walaupun terdapat peraturan perundang-undangan dalam menjaga netralitas ASN namun dalam kenyataannya pelanggaran netralitas masih terus terjadi misalnya pada tahun 2021 KASN mendapat 232 laporan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN.
Politisasi Birokrasi yang Kerap Dilakukan kepada ASN
Permasalahan netralitas ASN di Indonesia biasanya terjadi karena adanya struktur birokrasi yang hierarkis (dpr.go.id,2020).
Birokrasi sering dimanfaatkan sebagai mesin politik yang digunakan untuk melakukan mobilisasi dukungan bagi suatu rezim untuk mempertahankan kekuasaannya.
Adanya politisasi birokrasi menjadikan para ASN bekerja dalam sebuah struktur pemerintahan yang dimana kepala pemerintahan tersebut dipilih melalui proses politik baik di pusat maupun daerah.
Contohnya pada Provinsi DKI Jakarta kepala pemerintahan dipilih melalui proses demokrasi atau proses politik yang dengan kata lain pengaruh politik dalam birokrasi itu tidak bisa dihindari.
Politisasi birokrasi tersebut mengkompromikan Meritocracy. Ketika politisasi birokrasi mengkompromikan profesionalisme, maka birokrasi tersebut ada dalam bahaya karena ASN tidak akan bisa menunjukkan kinerja nya.
Baca juga: Hotman Paris Sudah Memiliki 47 Orang Aspri, Segini Ternyata Honornya
Untuk itu walaupun politisasi birokrasi yang diperlakukan secara politis mestinya ASN tetap perlu menjaga asas netralitas dan mengingat prinsip dasar bahwa birokrasi adalah bagian dari mesin pemerintahan itu sendiri yang ada untuk melayani masyarakat warga.
Pelanggaran netralitas dilakukan oleh ASN dengan menjadi pengurus atau anggota partai politik
Pelanggaran netralitas atas kehendak ASN itu sendiri sering terjadi berupa ASN menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 dijelaskan bahwa PNS dilarang terlibat sebagai anggota pengurus atau anggota partai politik. Selain itu, dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS pada pasal 255 menjelaskan jika seorang PNS yang akan menjadi pengurus atau anggota partai politik, PNS tersebut wajib mengundurkan diri dan diberhentikan secara hormat.
Jika terdapat PNS yang ditemukan menjadi anggota atau pengurus partai politik namun belum melakukan pengunduran diri, maka PNS dilakukan tindakna disiplin berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS.
Dalam UU ASN dijelaskan bahwa salah satu alasan pemberhentian tidak hormat pada PNS adalah jika PNS menjadi anggota dan pengurus partai politik.
Aturan tersebut ditetapkan untuk mempertahankan netralitas ASN dari intervensi politik sehingga ASN dapat menjaga kepentingan publik dan melaksanakan tugasnya sebagaimana yang sudah diatur tanpa melibatkan kepentingan golongan atau partai politik tertentu di dalamnya.
Keterlibatan ASN dalam Proses Kampanye
Di Indonesia, adanya pelanggaran netralitas terkait keterlibatan PNS dalam proses kampanye kerap terjadi menjelang pilkada.
Pelanggaran netralitas ASN yang paling sering dilaporkan adalah keberpihakan ASN dengan turut serta mengikuti proses kampanye baik dalam membantu mengumpulkan massa, memberikan dukungan, maupun membantu memberikan dana kampanye.
Pada tahun 2020, terdapat 34,7 persen pelanggaran netralitas ASN yang melakukan kampanye melalui social media (KASN,2021).
Sebagaimana yang disebutkan dalam UU ASN, Asas netralitas diperlukan untuk PNS dalam menjaga sikap PNS yang terbebas dari intervensi politik.
Asas netralitas dalam hal ini diartikan sebagai ketidakberpihakan PNS dari segala jenis pengaruh kepentingan dalam menyelenggarakan pemerintahan yang dalam hal ini mengartikan PNS yang menjadi simpatisan dari suatu partai politik tetap melanggar asas netralitas sebagaimana yang terdapat di dalam UU ASN.
Di Indonesia, keterlibatan PNS dalam proses kampanye menjelang pilkada selain melanggar asas netralitas, PNS juga melanggar kode etik sebagaimana yang disebutkan dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang pembinaan kode etik PNS dan jiwa korps.
Pada pasal 11 huruf c PP tentang pembinaan kode etik PNS, dijelaskan bahwa PNS tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang mendekatan keberpihakan PNS pada suatu calon yang dapat mengarah pada tindakan PNS yang melakukan kegiatan politik ataupun melakukan afiliasi dengan suatu partai politik.
Berdasarkan hal tersebut, pada PP Nomor 94 Tahun 2021 mennjelaskan bahwa PNS yang turut terlibat dalam kegiatan kampanye dijatuhkan hukuman disiplin sedang hingga berat yang dapat berupa penurunan jabatan sampai pemberhentian dengan tidak hormat.
Penyebab masih seringnya pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN dikarenakan sanksi yang dijatuhkan bagi ASN yang melanggar asas netralitas masih lemah, terdapat intervensi dari atasan, serta rendahnya pengetahuan regulasi terkait netralitas ASN (KASN,2018).
Maka dari itu, diperlukan perbaikan manajemen ASN dengan melakukan tindakan tegas bagi PNS yang ikut terlibat dalam kegiatan politisasi yang dapat mengancam netralitas ASN.
Perbaikan manajemen ASN ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pengawasan terhadap netralitas ASN, serta menegakan sanksi disiplin bagi ASN yang melanggar netralitas dengan memperbaiki UU yang mengatur sanksi disiplin bagi PNS yang terlibat dalam kegiatan politik.
Hal ini perlu dilakukan karena masih terdapat adanya peraturan yang saling bertentangan dan ketidakjelasan dalam mengatur pemberhentian PNS yang menjadi pengurus atau anggota partai politik. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya penyimpangan PP Nomor 11 Tahun 2017 terhadap UU Nomor 5 Tahun 2014 (UU ASN).
Dalam pasal 255 PP Nomor 11 Tahun 2017 disebutkan bahwa PNS yang menjadi anggota atau pengurus partai politik dapat diberhentikan dengan hormat jika PNS melakukan pengunduran diri secara tertulis, sedangkan dalam UU ASN pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan kepada PNS yang menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Selain itu, dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 batas waktu pengunduran diri bagi PNS yang menjadi anggota dan pengurus partai politik tidak disebutkan secara rinci. Untuk itu, diperlukan adanya perbaikan pemilihan kata dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 sehingga tidak menyimpang dari peraturan diatasnya yaitu UU ASN, serta menetapkan batas waktu yang jelas yang mengatur pengunduran diri bagi ASN yang menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Selain itu, Komisi II DPR RI juga merencanakan penghapusan hak pilih ASN pada Pilkada serentak sebagai solusi dari permasalahan politisasi yang sering terjadi pada ASN selama pemilihan kepala daerah yang membuat netralitas ASN masih rendah.
Referensi :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
PP Nomor 42 Tahun 2004
PP Nomor 37 Tahun 2004
PP Nomor 11 Tahun 2017
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). (2021). Aturan Baru Disiplin PNS: Tidak Beri Sanksi Bawahan yang Tak Netral, Atasan Bisa Dihukum.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/depok/foto/bank/originals/Ilustrasi-Pemilu.jpg)