Pilkada 2024

Ketua Bawaslu Tegaskan ASN Dilarang Sukai, Komentari dan Bagikan Konten Kampanye

Dalam Peraturan BKN dan Surat Keputusan lima lembaga tersebut melarang ASN untuk ikut serta dalam pemilihan umum.

Editor: murtopo
Dok: Kemenpar
Ilustrasi ASN -- Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menegaskan Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang ikut melakukan kampanye mendukung salah satu pasangan calon (paslon) pada Pemilihan Serentak 2024. 

Laporan wartawan wartakotalive.com Yolanda Putri Dewanti

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA  — Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menegaskan Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang ikut melakukan kampanye mendukung salah satu pasangan calon (paslon) pada Pemilihan Serentak 2024.

“ASN tidak boleh ikut dalam kampanye sukai, meninggalkan komentar, and bagikan konten kampanye salah satu paslon di media sosial,” kata Bagja dalam keterangannya, Jumat (18/10/2024).

Bagja mengatakan, larangan tersebut berdasarkan undang-undang Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Surat Keputusan lima lembaga (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara dan Bawaslu) yang mengatur tentang Netralitas ASN.

“Netralitas ASN dalam pemilihan diatur dalam Peraturan BKN dan Surat Keputusan lima lembaga, peraturan tersebut melarang ASN untuk ikut serta dalam pemilihan,” ungkapnya.

Baca juga: Bawaslu Kabupaten Bogor Himbau ASN dan Kepala Desa Jaga Netralitas di Pilbup Bogor 2024

Bagja berharap ASN agar dapat mematuhi peraturan yang berlaku.

“Saya berharap ASN pusat hingga di daerah dapat mematuhi aturan dan netral dalam Pemilihan Serentak 2024 demi kemajuan demokrasi di Indonesia yang kita cintai,” jelas dia.

Selain itu, Bagja juga berharap pada masa yang akan datang semua pihak menganggap politik uang sebagai kejahatan serius.

Menurut dia, praktik politik uang tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja, melainkan dapat melibatkan tim kampanye atau kelompok lainnya juga. 

Baca juga: ASN dan Politik Uang Jadi Fokus Bawaslu Kota Depok Awasi Pelaksanaan Kampanye

"Politik uang, ke depan, saya kira harus dianggap sebagai serious crime (kejahatan serius) hampir sama dengan tindak pidana. Karena politik uang tidak bisa berdiri sendiri, tidak hanya satu orang, pasti akan melibatkan tim kampanye dan lain-lain," ungkapnya.

Dia menjelaskan Bawaslu kerap kesulitan dalam menangani pelanggaran politik uang karena masalah pembuktian.

Padahal Bagja ingin pelanggaran politik uang bisa tertangkap sampai kepada aktor utamanya.

"Karena yang perlu kita cari adalah aktor utamanya (pelaku politik uang). Biasanya yang ditangkap itu aktor paling bawahnya," jelas alumnus Universitas Indonesia itu.

Selain itu, khusus dalam pemilihan kepala daerah, Bagja mengungkapkan, penanganan pelanggaran politik uang lebih sulit.

Baca juga: Jelang Pilkada 2024, Kejari dan KPU Depok Kumpulkan ASN untuk Memastikan Netralitas

Pasalnya, dalam UU 10/2016 tentang Pemilih penerima politik uang juga akan turut dipidana. Jadi masyarakat akan lebih takut untuk melaporkan praktik kecurangan tersebut kepada Bawaslu.

Bagja menyebutkan dampak politik uang jangka pendek yakni pemidanaan dan sanksi administrasi.

Bagi peserta pemilihan, kata dia sanksi administrasi jika terbukti lebih menakutkan daripada sanksi pidananya, ini karena dapat didiskualifikasi sebagai calon.

Sedangkan dampak jangka panjang, Bagja menyatakan praktik politik uang merupakan kemunduran dalam demokrasi. Hal lainnya, fungsi pemerintahan sebagai pelayanan publik pasti akan terganggu.

"Misalnya jalan makin rusak, fasilitas umum yang tidak memadai. Ini kan bentuk-bentuk dari adanya politik uang atau permasalahan dalam pengelolaan pemerintahan. Jadi jangan salah (mengira bahwa) praktik politik uang tidak akan berdampak apa-apa. Politik uang akan mengakibatkan APBD atau APBN yang sangat berkurang sehingga pelayanan publik terganggu," ungkap Bagja.(m27)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved