Berita Jakarta

Kemenkum Tekankan Regulasi Tembakauan Harus Libatkan Publik

Wamenkum Prof. Edward Omar Sharief Hiariej menjelaskan, pembahasan regulasi pertembakauan tidak bisa hanya dilihat dari sisi kesehatan.

Editor: murtopo
Wartakotalive.com/Yolanda Putri Dewanti
PEDAGANG TOLAK RAPERDA KTR -- Sebagai bentuk penolakan terhadap finalisasi Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta, terlihat beberapa pedagang membentangkan spanduk penolakan di depan kantor DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih dan Tugu Tani, belum lama ini.(Foto: Yolanda Putri Dewanti) 

Laporan wartawan wartakotalive.com, Yolanda Putri Dewanti

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA -- Kementerian Hukum (Kemenkum) menegaskan pentingnya partisipasi bermakna dalam penyusunan regulasi pertembakauan nasional. Prinsip ini menjamin aturan yang dibuat sesuai kondisi masyarakat dan melibatkan semua pihak terdampak.

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Prof. Edward Omar Sharief Hiariej menekankan, perlunya pembuat kebijakan mengakomodasi aspirasi publik secara terbuka. 

“Kalau ada resistensi, artinya tidak ada partisipasi. Dalam membuat peraturan apa pun, kita harus hati-hati, duduk bersama semua pihak, supaya kebijakan itu tidak hanya kuat secara hukum, tapi juga diterima masyarakat,” ujar Edward dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/10/2025).

Edward menjelaskan, pembahasan regulasi pertembakauan tidak bisa hanya dilihat dari sisi kesehatan.

Baca juga: Demo di DPRD Jakarta, ASPHIJA Protes Raperda KTR yang Mematikan Lapangan Kerja dan Usaha

Dia menilai, pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan petani, pekerja, pedagang kecil, hingga pelaku industri kreatif yang menggantungkan hidup dari sektor ini.

“Partisipasi masyarakat bukan formalitas. Suara publik harus benar-benar didengar dan ditindaklanjuti. Semua masukan penting untuk memastikan aturan yang dibuat adil bagi semua,” jelas dia.
 
Direktorat Jenderal Perancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkum Hendra Kurnia Putra menyampaikan bahwa penyusunan aturan harus dilakukan dengan koordinasi lintas kementerian agar tidak menimbulkan tumpang tindih kebijakan. 

"Harmonisasi ini penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak membingungkan dan bisa dijalankan dengan baik di lapangan," ucap dia.

Baca juga: Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Pasar, APPSI: Bikin Pendapatan Pedagang Berkurang

Saat ini sejumlah aturan soal rokok masih menuai kritik dari berbagai pihak.

Salah satunya adalah larangan menjual produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah dan taman bermain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
 
Selain itu terkait, usulan penyeragaman kemasan rokok berwarna polos dari Kementerian Kesehatan juga dinilai melampaui kewenangan yang diberikan PP tersebut.

Sebelumnya, Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta memilih meninjau ulang dan menampung berbagai aspirasi masyarakat.

Baca juga: Dinilai Bakal Merugikan Pedagang, APPSI Tolak Raperda KTR di DKI Jakarta

Hal ini terutama menanggapi suara dari pedagang kecil dan pelaku sektor hiburan yang khawatir terdampak aturan larangan penjualan rokok dan perluasan kawasan tanpa rokok

Menanggapi langkah peninjauan ulang tersebut, Ngadiran, Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPW APPSI) DKI Jakarta bersikukuh bahwa legislatif harus tetap mencabut pasal-pasal pelarangan penjualan.

Mulai dari penerapan zona pelarangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, pelarangan pemajangan, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional, pasar rakyat hingga kewajiban memiliki izin berusaha khusus bagi penjualan rokok

Menurut Ngadiran, bukan sekadar diperlonggar, pasal-pasal tersebut harus dianulir dari Raperda KTR.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved