Pendidikan
ChatGPT Populer di Kalangan Pelajar, Pakar AI IPB University Ungkap Manfaat dan Bahayanya
Pakar AI IPB University Prof. Yeni Herdiyani ungkap manfaat dan bahaya ChatGPT bagi anak-anak usia dini.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: Hironimus Rama
Laporan wartawan TribunnewsDepok.com Hironimus Rama
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, BOGOR - Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) kini sedang tren digunakan di semua lingkup kehidupan. Salah satunya di bidang akademik.
ChatGPT menjadi salah satu aplikasi AI yang makin populer di kalangan anak-anak dan remaja. Teknologi kecerdasan buatan (AI) ini dapat menjadi teman belajar yang menarik—membantu menjawab pertanyaan, mengerjakan tugas, bahkan memicu rasa ingin tahu.
Namun penggunaan ChatGPT pada anak usia dini perlu diwaspadai.
Baca juga: Ketua Dewan Guru Besar UI Bicara Soal Pemanfaatan ChatGPT di Lingkungan Akademik, Apa Itu ChatGPT?
Prof Yeni Herdiyeni, Guru Besar Sekolah Sains Data, Matematika, dan Informatika IPB University, mengatakan pemanfaatan ChatGPT di kalangan anak-anak harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
"Penggunaan ChatGPT yang berlebihan bisa memicu ketergantungan, menurunkan kemampuan berpikir kritis, dan membuka akses terhadap informasi yang belum tentu sesuai usia," kata Prof Yeni seperti dikutip dari ipb.ac.id.
Ketua Program Studi Kecerdasan Buatan IPB University, ini menjelaskan bahwa teknologi ini memiliki dua sisi. Ada sisi positif dan negatifnya.
"Dari sisi positif, ChatGPT mempermudah kita mengeksplorasi pengetahuan. Namun, jika digunakan secara instan tanpa berpikir, otak anak tidak akan terlatih,” jelas Prof Yeni.
Menurutnya, ChatGPT memberikan informasi secara cepat dan praktis, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat melemahkan kemampuan kognitif anak.
“Kalau kita mencari sesuatu langsung pakai ChatGPT, informasi memang keluar dengan cepat, tapi setelah itu bisa lupa. Otak tidak terlatih untuk mengingat dan menganalisis,” ujarnya.
Teknologi ini, sebut Prof Yeni, sebenarnya lebih aman digunakan oleh orang dewasa yang sudah mampu memverifikasi kebenaran informasi.
“Kalau usia dini, seperti anak SD, sebaiknya penggunaan ChatGPT harus dalam pengawasan. Anak-anak masih butuh pengembangan motorik dan kognitif. Kalau kemampuan itu tergantikan oleh ChatGPT, otak mereka tidak berkembang optimal,” tutur Yeni.
Dari sisi teknis, Prof Yeni menjelaskan bahwa ChatGPT dikembangkan dengan prinsip menyerupai cara kerja otak manusia, melalui teknologi transformer dan algoritma long short term memory (LSTM). Namun demikian, tetap ada kelemahan seperti bias dan halusinasi data yang bisa menyesatkan pengguna.
“Karena itu, masyarakat harus tahu bahwa tidak semua jawaban ChatGPT benar,” tambahnya.
Mengenai kebijakan pengenalan AI sejak dini, Prof Yeni menilai pemerintah perlu menekankan pada penguatan computational thinking (cara berpikir komputasional), bukan sekadar kemampuan coding.
| Polimedia Kampanyekan Kampus Aman dan Bebas Kekerasan di Psychology Fest 2025 |
|
|---|
| Peringati Milad dan Dies Natalis ke-27, STKIP Arrahmaniyah Siap Cetak Guru Profesional |
|
|---|
| Wisudawan Poltekkes Genesis Medicare Depok 2024-2025 100 Persen Langsung Diterima Kerja |
|
|---|
| Pelajar FIWA School Bogor Juara Umum Kompetisi Sains Dunia WICE 2025, Gunakan AI Bantu Tunanetra |
|
|---|
| Meningkat 29 Persen, Polimedia Sambut Mahasiswa Baru di PKKMB 2025, Kenalkan Budaya Akademik Kampus |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/depok/foto/bank/originals/ChatGPT.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.