Hal ini sesuai dengan ajaran dalam agama Islam, yaitu laa hawla wa laa quwwata illa billahi (tidak ada daya dan upaya, kecuali atas bantuan Allah).
Kalimat ini menunjukkan bahwa unsur religi lebih penting daripada unsur daya.
Kata religi yang ada pada tujuh unsur dalam budaya menurut Prof. Koentjaraningrat adalah budi dalam konteks ini.
Baca juga: UI Wisuda 4.658 Mahasiswa, Prof. Ari Kuncoro Sebut Lulusan UI MIliki Kompetensi Lengkap dan Unggul
Adapun unsur lainnya, seperti bahasa, pengetahuan, organisasi sosial, peralatan hidup dan teknologi, ekonomi atau mata pencahrian, dan kesenian adalah daya.
Kata budi sering diartikan sebagai nalar, pikiran, dan akal. Manusia memiliki kesamaan budi dan dengan itulah orang berpekerti atau sama dengan bertindak baik.
Budi pekerti adalah moralitas yang mengandung pengertian, yaitu adat istiadat, sopan santun, dan perilaku yang membantu orang dapat hidup baik.
Dengan menggunakan definisi budaya tersebut, diperoleh makna dari budayawan, yaitu orang yang berbudaya atau orang yang mendahulukan budi daripada daya, sebab dengan baiknya aspek budi, akan baik pula aspek daya-nya.
“Jadi, kalau kita ingin disebut sebagai seorang budayawan, kita harus mendahulukan budi terlebih dahulu, yang dalam agama saya disebut dengan akhlaq al-karimah, dan barulah daya-nya, yaitu penguasaan tentang salah satu unsur, beberapa, atau semua unsur dari keenam unsur budaya lainnya, baik secara akademis maupun non-akademis,” ujar Maman.
Definisi tentang budaya yang dipahami oleh Maman ini sejatinya sama dengan pandangan yang disampaikan oleh Koentjaraningrat.
Hanya saja, dalam pandangan Koentjaraningrat, tidak disebutkan unsur mana yang lebih penting.
Begitu juga dengan pandangan sosiolog yang membagi budaya dibagi menjadi materil dan non-materil, dan pandangan antropolog yang mengemukakan adanya nilai-nilai yang digunakan untuk melestarikan kelompok sosial.
Intinya adalah bahwa semua definisi budaya dapat didikotomikan menjadi budi-daya, religi-non religi, material-non material, dan nilai/aturan/gagasan-kelompok sosial yang menggunakannya.
Orasi ilmiah bertema “Memahami Budaya Secara Sederhana” ini disampaikan Prof. Dr. Maman Lesmana, S.S., M.Hum. saat pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kewilayahan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI.
Prosesi pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., ini turut dihadiri oleh pejabat rektor UI tahun 2014, Prof. Dr. Bambang Wibawarta, S.S., M.A., dan Sekretaris Majelis Wali Amanat UI, Dra. Corina D.S. Riantoputra, M.Com., Ph.D.
Prof. Maman menamatkan pendidikan di UI untuk program S1 Ilmu Linguistik (1986) dan S2 Ilmu Susastra (1999). Gelar Doktor diperolehnya pada 2008 dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab.