Partai Buruh Bakal Terus Bergerak Tolak UU Cipta Kerja Omnibus Law, Ini 9 Point yang Rugikan Pekerja

Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz mengatakan, ada sembilan point yang dianggap tidak berpihak pada kaum buruh.

Penulis: Miftahul Munir | Editor: murtopo
Warta Kota/Miftahul Munir
Presiden FSPMI, Riden Hatam Azis bersama Ribuan buruh menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR RI menuntut agar DPR RI tidak mengesahkan Undang-undang Omnibus Law pada Senin (13/3/2023). 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Miftahul Munir

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, TANAH ABANG - Partai Buruh dan sejumlah elemennya menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja sejak tahun 2020 silam.

Penolakan itu bukan tanpa alasan karena para buruh merasa Undang-undang baru tersebut berpihak pada perusahaan.

Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz mengatakan, ada sembilan point yang dianggap tidak berpihak pada kaum buruh.

Pertama soal hubungan kerja para buruh dengan perusahaan, kedua masalah upah yang diterima pekerja sangat rendah dengan biaya kehidupan.

Baca juga: Tolak Pengesahan RUU Omnibus Law, Ribuan Buruh Demo di Depan DPR RI

"Ketiga tentang pesangon yang diterima juga renda," ucap Riden saat demo di depan DPR RI Senin (13/3/2023) kemarin.

Kemudian, jam kerja yang diberikan kaum buruh juga tidak sesuai dan tak ada penambahan uang lembur.

Kelima, adanya tenaga kerja asing juga menjadi masalah bagi kaum buruh dan warga negara Indonesia.

Banyak perusahaan yang mendatangan tenaga kerja asing dengan upah yang cukup besar.

"Ketujuh tentang kontrak kerja, kedelapan tentang outsourcing dan kesembilan berkurangnga hak cuti pekerja," jelasnya.

Baca juga: Masih dengan Tuntutan yang Sama Setiap Tahun, Massa Buruh Minta Jokowi Cabut Omnibus Law

Menurutnya, jika sembilan point ini dihilangkan dalam Undang-undang atau digantikan oleh Omnibus Law maka ada ketimpangan yang dirasakan buruh.

Hatam pun menilai, Undang-undang yang efektif adalah UU nomor 13 tahun 2023 tentang ketenagakerjaan.

"Intinya ada kesimbangan saja saja bagi pekerja," kata Riden.

Pria yang juga jabat Ketua Mahkamah Partai Buruh ini menilai, Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja berpihak kepada pemodal atau perusahaan.

Hal ini pun dapat dilihat ketika terjadi PHK, di mana para perusahaan memberukan uang pesangon sangat rendah dan tidak sesuai dengan masa kerja.

Baca juga: Tolak Omnibus Law, Jutaan Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional

Kemudian, para pekerja juga statusnya tidak jelas karena sebagai karyawan kontrak, sebagai outsourcing dan harian lepas.

"Bahkan kerjanya bisa berjam-jam, lima jam dibayar, kadang dua jam baru dibayar tidak ada kepastian, makanya sikap kita tegas," terang Riden.

Sebelumnya, Ribuan Buruh Demo di Depan DPR RI, Menolak Pengesahan RUU Omnibus Law

Partai Buruh menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR RI untuk menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law pada Senin (13/3/2023).

Ratusan buruh sudah berada di trotoar dekat bawah jembatan penyebaran orang dan juga setelah pintu gerbang DPR RI.

Mereka masih santai menyerupu segelas kopi dan menghisab beberapa batang rokok.

Mobil komando sudah bersiap memberikan orasi di depan gedung Parlemen tersebut.

"Ayo teman-teman kita bersiap untuk berorasi," kata orator di atas mobil komando.

Selain menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law, para buruh juga menolak RUU Kesehatan.

Kemudian, para buruh meminta agar DPR RI mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

"Kemungkinan, sidang Paripurna DPR RI untuk mengesahkan RUU Omnibus Law," ujarnya Ketua Partai Buruh Said Iqbal.

Iqbal mengaku, buruh tidak mau kecolongam dengan pengesahan Undang-undang tersebut dalam rapat Paripurna.

Oleh karena itu, ribuan buruh bakal melakukan aksi unjuk rasa di depan DPR RI hari ini.

"DPR ini sebenarnya mewakili siapa?, mewakili rakyat atau pemilik modal (perusahaan)," terangnya.(m26)2023).

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved