Penelitian UI
Sekolah Ilmu Lingkungan UI Mengubah Air Hujan Jadi Air Minum, Begini Tahapan Pembuatannya
Tahapan pembuatan Sekolah Ilmu Lingkungan UI ubah air hujan jadi air minum. Dr. Hayati Sari Hasibuan terapkan teknologi Sistem Pemanenan Air Hujan.
Penulis: dodi hasanuddin | Editor: dodi hasanuddin
Dalam program tersebut, turut terlibat mahasiswa SIL UI yang melaksanakan pengabdian masyarakat (pengmas) berupa edukasi rain water harvesting (RWH) yang didanai UI.
SPAH dipilih sebagai upaya pemenuhan air bersih karena dapat dilakukan dengan mudah menggunakan bahan dan alat yang terjangkau.
Alat dan bahan yang digunakan secara komunal meliputi tangki air atau tandon 2000 L, pipa, talang, stop kran, bola plastic, serta dakron atau kertas penyaring.
Baca juga: Dies Natalies ke-72 Universitas Indonesia, Tak Tergoyahkan Sebagai Kampus Nomor Satu di Indonesia
SPAH juga dapat dilakukan secara individu dalam skala rumah tangga dengan menggunakan alat dan bahan sederhana, seperti galon air minum ataupun ember sebagai wadah penampung air hujan.
“Dalam proses memanen air hujan, kebersihan tandon perlu diperhatikan. Jika melewati musim kemarau, harus dilakukan pembuangan air pertama selama 15–20 menit untuk membersihkan saluran pipa dari kotoran di atas atap. Jika curah hujan sedikit, pengguna harus membersihkan atap dan mengecek kondisi dakron. Pemeliharaan dan perawatan SPAH ini dilakukan secara berkala bergantung pada musim hujan,” kata Sari.
Sari berharap pemanfaatan SPAH di Cilincing dapat menggantikan kebutuhan warga akan pipa air karena air hujan memiliki banyak manfaat.
Baca juga: Podcast UI: Kejar Mimpi Universitas Top Dunia, Universitas Indonesia Garap 4000 Riset per Tahun
Selain memenuhi kebutuhan air bersih, pengmas SIL UI juga berupaya menurunkan angka stunting pada warga di pesisir Cilincing.
“Air hujan memiliki manfaat untuk kesehatan bagi masyarakat karena membatu regenerasi sel. Penggunaan air hujan juga mengurangi biaya air berbayar dan penggunaan air tanah. SPAH juga diharapkan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat nelayan sehingga air bersih yang dikonsumsi dapat menurunkan angka stunting di Kalibaru,” katanya.
Riset yang ditelitinya dibimbing Prof. Ignatius Sutapa selaku Koordinator PRN Stunting BRIN dan Dr. Gunawan Pratama Yoga selaku reviewer PRN BRIN.
Baca juga: Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia Imbau Rumah Sakit Selektif Terima Pasien Covid-19
Salah satu ancaman serius terhadap pembangunan kesehatan, khususnya pada kualitas generasi mendatang, adalah stunting. Rata-rata angka stunting di Indonesia sebesar 37,2 persen.
Menurut standar WHO (World Health Organization), persentase ini termasuk kategori berat.
Oleh karena itu, SPAH diharapkan dapat mengatasi permasalahan ini, terutama bagi masyarakat di pesisir Jakarta. Tentunya, hidup sehat dimulai dari konsumsi air yang layak.
Dengan memanen air hujan, warga dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.