Penelitian UI

Sekolah Ilmu Lingkungan UI Mengubah Air Hujan Jadi Air Minum, Begini Tahapan Pembuatannya

Tahapan pembuatan Sekolah Ilmu Lingkungan UI ubah air hujan jadi air minum. Dr. Hayati Sari Hasibuan terapkan teknologi Sistem Pemanenan Air Hujan.

Penulis: dodi hasanuddin | Editor: dodi hasanuddin
Dok. Humas dan KIP UI
Sekolah Lingkungan UI Mengubah Air Hujan Jadi Air Minum, Begini Tahapan Pembuatannya. 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, PANCORANMAS - Sekolah Ilmu Lingkungan UI mengubah air hujan jadi air minum, begini tahapan pembuatannya

Air menjadi sumber daya krusial karena merupakan penopang utama kehidupan manusia. Saat ini risiko krisis air mulai dialami oleh masyarakat pesisir di kota besar.

Pemenuhan air bersih menjadi tantangan utama karena kondisi lingkungan mulai terdegradasi. Selaras dengan arah pembangunan nasional dan untuk menjawab tantangan tersebut, Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) melakukan riset terhadap pemanfaatan air hujan.

Baca juga: Riset Pertama di Indonesia, FKUI Ungkap Faktor Prognostik Bikin Kematian Covid Indonesia Ke-3 Dunia

Riset ini merupakan flagship dan mendapatkan pendanaan dalam program Prioritas Riset Nasional (PRN) di bawah koordinasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Melalui program ini UI turut serta dalam pencapaian SDGs 6 "clean water and sanitation for all".

Tim SIL UI yang diketuai oleh Dr. Hayati Sari Hasibuan menerapkan teknologi Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH) sebagai upaya pemenuhan air bersih dan teknologi elektrolisis yang mengubah air bersih dari SPAH menjadi air layak minum.

SPAH merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai sumber suplai air bersih.

Sari menjelaskan, air hujan meminimalisasi dampak lingkungan karena penggunaan instrumen seperti atap rumah, tempat parkir, taman, dan lain-lain dapat menghemat pengadaan instrumen baru.

“Dengan meresapkan kelebihan air hujan ke tanah, volume banjir di jalan-jalan perkotaan dapat berkurang. Selain itu, air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi persyaratan sebagai air baku air bersih. Ini bisa menjadi cadangan air bersih apabila terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama saat terjadi bencana alam," kata Dr. Hayati.

Baca juga: FIA UI dan Orbitin.id Gelar Young Entrepreneur Challange, Ini Kiat Sukses Memulai Bisnis Kuliner

"Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting, terutama di daerah dengan kondisi tidak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah, serta tidak tersedia air tanah,” ujar dosen SIL yang memiliki kepakaran lingkungan perkotaan.

SPAH meliputi tempat menangkap hujan (collection area), saluran air hujan yang mengalirkan air hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki penyimpanan (conveyance), filter, reservoir (storage tank), saluran pembuangan, dan pompa. 

Area penangkapan air hujan (collection area) dan bahan yang digunakan memengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas air hujan.

Baca juga: Dana Riset Kedaireka 2022 untuk Dosen dan Peneliti Capai Rp 1 Triliun, UI Sampaikan Ketentuannya

Bahan-bahan yang digunakan untuk menangkap air hujan harus aman dan mampu menjaga kualitas air hujan.

Umumnya, bahan yang digunakan anti karat, seperti alumunium, besi galvanis, beton, atau fiberglass shingles.

Tim SIL UI membangun instalasi SPAH di dua kampung nelayan Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, yaitu RW/01 dan RW/15. Kegiatan ini berlangsung selama Oktober–Desember 2021 dan diresmikan pada Rabu (22/12/2021).

Program ini disambut baik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, meliputi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Lingkungan Hidup, Walikota Jakarta Utara, dan SDGs Center Jakarta.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved