Berita Nasional

Tekankan Pemulihan Demokrasi di Myanmar, Fadli Zon: Jaga Kekompakan ASEAN, Cegah Destabilisasi

Tekankan Pemulihan Demokrasi di Myanmar, Fadli Zon: Pulihkan Stabilitas ASEAN, Cegah Destabilisasi. Berikut penjelasannya

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon dalam Sidang Ke-143 Inter Parliamentary Union (IPU) di Madrid, Spanyol pada Rabu (1/12/2021) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Kerja Sama Antar Parlemen Dewan Perwakilan Rakyat (BKSAP), Fadli Zon menekankan pemulihan demokrasi di Myanmar pasca kudeta setahun lalu.

Tujuannya untuk menjaga kekompakan sekaligus mencegah destabilisasi di kawasan ASEAN.

Hal tersebut disampaikan Fadli Zon dalam webinar yang digelar Parlemen Eropa sehubungan dengan peringatan satu tahun kudeta Myanmar pada Sabtu (26/1/2022).

Panelis lainnya adalah HE Ranieri Sabatuci, Duta Besar Uni Eropa di Myanmar, Hon. Daw Miat Thida Htun perwakilan dari Komite Mewakili Parlemen Myanmar (CPRH) dan Aye Min Tant, jurnalis Myanmar pemenang penghargaan Pulitzer. 

Diskusi dimoderatori oleh Penasihat Kebijakan Senior Parlemen Eropa, James Maher.

Dalam paparannya, Fadli Zon menyoroti bahwa dari perspektif politik dan keamanan, sebagai lingkungan strategis Indonesia, stabilitas, perdamaian, dan keamanan kawasan Asia Tenggara merupakan hal yang sangat penting. 

"Demokratisasi di kawasan ASEAN merupakan peran kunci untuk memastikan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)," ujar Fadli Zon

Namun, dengan perkembangan saat ini di Myanmar, di mana kekerasan oleh Junta terus menyebabkan nyawa warga sipil yang tidak bersalah dan negara itu sekarang berada di ambang Perang Saudara yang meningkat, menjadi lebih sulit untuk menjaga stabilitas kawasan. 

Baca juga: Fadli Zon dan Rocky Gerung tak Setuju Nama Nusantara, Ingin yang Berbau Jokowi untuk Ibu Kota Baru

Baca juga: Fadli Zon: Usul Saya Nama Ibu Kota Baru Jokowi, Nusantara Kurang Cocok

Belum lagi dampak krisis terhadap perekonomian, kemiskinan, ketahanan pangan dan ketahanan kesehatan terutama dengan pandemi covid-19. 

Fadli Zon juga menyebutkan krisis yang berkepanjangan juga dapat menghambat penyelesaian krisis kemanusiaan yang menimpa Rohingya sejak tahun 2017. 

Ia melihat bahwa krisis di Myanmar akibat kudeta akan menimbulkan spill-over effect ke wilayah lain serta menyebabkan destabilisasi lebih lanjut.

Fadli Zon melanjutkan, selama junta militer terus merusak demokrasi dan memilih untuk tidak segera melaksanakan konsensus lima poin ASEAN, maka Komite yang dijabatnya akan konsisten mendukung langkah Pemerintah Indonesia di ASEAN untuk hanya memungkinkan 'tingkat non-politik' hadir dalam setiap pertemuan organisasi regional. 

Demikian pula, ia juga akan terus mengadvokasi posisi 'pengamat' Myanmar dalam setiap proses ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). 

Karena Parlemen Myanmar yang semula terpilih dibubarkan paksa oleh junta militer selama kudeta, dan tindakan ini inkonstitusional.

Lebih lanjut Fadli Zon menjelaskan jika tidak ada perbaikan situasi di Myanmar, maka negara-negara anggota ASEAN harus mempertimbangkan pendekatan yang sama sekali baru. 

Seperti menangguhkan keanggotaan Myanmar di ASEAN, hingga implementasi segera dari Five-Point Consensus. 

Cara lain yang mungkin, menurut Fadli Zon menerapkan mekanisme pengambilan keputusan baru di ASEAN, melalui voting. 

Dengan demikian, ASEAN akan dapat lebih cepat memutuskan hal-hal regional yang mendesak dan stabilitasnya akan terjaga dengan baik, karena kawasan memang membutuhkan stabilitas.

Sementara itu dalam diskusi, Perwakilan Komite yang Mewakili Parlemen Myanmar (CRPH) Daw Myat Thida Htun menyuarakan kekecewaannya atas keengganan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen untuk bertemu dengan Pemerintah Bayangan Myanmar dan oposisi utama terhadap junta militer, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).

CRPH menganggap junta militer ilegal dan tidak benar-benar mewakili kehendak rakyat Myanmar

"Dia seharusnya bertemu dengan NUG daripada junta militer," kata Daw Myat Thida Htun mengomentari pernyataan Hun Sen mengenai adanya dua pemerintahan di Myanmar.

Dirinya juga menjelaskan bagaimana situasi di Myanmar jauh dari cita-cita yang dituntut dalam Five-Point Consensus of ASEAN

Perwakilan CRPH juga menyampaikan terima kasih kepada Indonesia, khususnya Komite Kerjasama Antar-Parlemen DPR RI, atas dukungan Komite secara konsisten terhadap pemulihan demokrasi di Myanmar, melalui forum terkait di AIPA. 

CPRH juga berterima kasih kepada Negara-negara Anggota ASEAN yang terus berupaya mendesak junta untuk segera melaksanakan Konsensus Lima Poin, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina.

Dalam sambutan penutupnya, Fadli Zon menyampaikan pemikirannya tentang masa depan demokrasi inklusif Myanmar

Menurutnya, jika gerakan demokrasi di Myanmar saat ini terjadi, semua pihak termasuk kelompok etnis minoritas seperti Rohingya harus dilibatkan dalam perumusan konstitusi baru.

Lebih lanjut, politisi Indonesia itu juga menyatakan akan tetap konsisten menyuarakan pentingnya pemulihan demokrasi di Myanmar

Sekaligus mendesak junta militer untuk melaksanakan Konsensus Lima Poin ASEAN, terlebih mengenai perlindungan warga sipil, pemulihan demokrasi, urgensi menjaga stabilitas kawasan.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved