Berita Jakarta
Raperda KTR Jadi Sorotan, INDEF Ingatkan Dampaknya ke Ekonomi Masyarakat Jakarta
Rizal menilai, Raperda KTR justru berpotensi memukul pedagang kecil dan UMKM di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Laporan wartawan wartakotalive.com, Yolanda Putri Dewanti
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA -- Wacana penerapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta kembali mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Aturan yang mengatur pembatasan penjualan rokok dalam jarak 200 meter dari sekolah dan area bermain anak, larangan menampilkan produk rokok di etalase, serta perluasan area tanpa rokok hingga ke pasar tradisional itu dinilai bisa berdampak negatif terhadap pelaku ekonomi kecil.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman, menilai kebijakan tersebut terlalu berlebihan dan tidak sejalan dengan kondisi ekonomi warga Ibu Kota yang sebagian besar menggantungkan hidup dari sektor informal.
“Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung,” ucap Rizal dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025).
Baca juga: Dinilai Bakal Merugikan Pedagang, APPSI Tolak Raperda KTR di DKI Jakarta
“Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah,” tambahnya.
Rizal menilai, Raperda KTR justru berpotensi memukul pedagang kecil dan UMKM di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Selain itu, potensi hilangnya hingga 50 persen pendapatan daerah dari sektor tembakau, seperti diakui Pansus Raperda KTR DPRD DKI Jakarta, menurutnya menjadi alarm serius bagi fiskal daerah.
“Jadi, bukan langsung memangkas sumber penerimaan tanpa pengganti yang siap. Oleh karena itu, Ranperda KTR seharusnya mengedepankan keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat,” ujarnya.
Baca juga: Pasal Pelarangan Penjualan Raperda KTR Ditinjau Ulang, APPSI: Tetap Harus Dihapus, Menindas Pedagang
Ia juga menekankan, pembahasan Raperda KTR seharusnya tidak hanya berorientasi pada larangan, melainkan mengusung pendekatan yang adaptif dan proporsional.
“Yang berfokus pada edukasi dan kawasan publik bebas rokok, namun tetap beri ruang legal bagi usaha mikro agar kebijakan ini inklusif dan tidak menimbulkan eksklusi ekonomi baru,” kata Rizal.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda KTR DPRD DKI Jakarta Farah Savira memastikan aturan pembatasan penjualan rokok tetap dipertahankan dalam draf yang telah rampung di tingkat panitia khusus.
“Alhamdulillah, per hari ini, tanggal 30 Oktober, kami bersama Pansus tuntaskan pembahasan di level Pansus, menghasilkan 27 Pasal 9 Bab. Kalau pansus sudah selesai, lalu nanti akan diserahkan kepada Bapemperda dan Rapim,” ujarnya.
Baca juga: Raperda KTR Jadi Sorotan, INDEF Ingatkan Dampaknya ke Ekonomi Masyarakat Jakarta
“Jadi secara aturan kita menegaskan tidak, tapi nanti kalau secara persyaratan dan penegasan di Pergub itu juga bisa,” tambahnya.
Namun, keputusan itu mendapat penolakan keras dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta.
Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah APPSI, Ngadiran, menyebut aturan pelarangan itu bisa semakin memukul pedagang pasar yang kini omzetnya sudah turun hingga 60 persen.
“Semua pelarangan dalam Raperda KTR itu sangat menyusahkan pedagang kecil, pengecer, asongan, dan lainnya. Kami sebagai wadah pedagang pasar tradisional dan UMKM, minta betul-betul agar pasal tersebut dibatalkan,” jelas dia.
Raperda KTR kini telah diserahkan ke Bapemperda DPRD DKI Jakarta untuk proses lanjutan sebelum difasilitasi Kementerian Dalam Negeri.(m27)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/depok/foto/bank/originals/pedagang-membentangkan-spanduk-penolakan-raperda-KTR.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.