Legislasi DPR

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Dinilai Menjadi Ancaman Terhadap Demokrasi

FIB menggelar diskusi publik tentang Problematika RUU Keamanan dan Ketahanan Siber: Bahaya Militerisasi Ruang Sipil di Kampus UI Depok,  Jawa Barat

Penulis: Hironimus Rama | Editor: Hironimus Rama
Dok.Humas UI
DISKUSI PUBLIK - Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI)menggelar diskusi publik tentang Problematika RUU Keamanan dan Ketahanan Siber: Bahaya Militerisasi Ruang Sipil di Gedung 9 Lantai 3 Kampus UI Depok,  Jawa Barat, Jumat (24/10/2025).  

Al Araf berpendapat kekuasaan dan negara tidak bisa membangun kebutuhan-kebutuhan warga negara tentang ruang siber dan bagaimana individunya bisa dilindungi. Justru negara masuk ke dalam ruang privasi masyarakat karena ujungnya pasti akan melindungi kekuasaan.

"Rencana Pembahasan dan Pengesahan RUU KKS dianggap sebagai ancaman serius bagi kehidupan demokrasi," ungkapnya.

Ia menjelaskan konsep sekuritisasi merupakan versi ekstrem dari politisasi di mana pemerintah otoriter menyelesaikan masalah secara koersif di luar batas demokrasi dan demi menjaga keamanan, mendeligitimasi solusi-solusi jangka panjang dan negosiasi.

"Keterlibatan TNI dalam ranah sipil akan selalu merusak situasi demokrasi karena militer bukanlah penegak hukum," papar Al Araf.

Senada, Rusli Cahyadi selaku Akademisi FISIP UI, melihat ruang siber sebagai arena ancaman, sedangkan warga negara melihat ruang siber sebagai ruang sosial (tempat untuk jual beli, silaturahmi dan hiburan. Akibatnya hukum bicara bahasa perang, sedangkan warga hidup dalam logika konektivitas. 

"RUU KKS melindungi sistem tapi lupa untuk menguatkan manusia. Negara melihat ruang siber sebagai arena pertempuran dan warga sebagai objek pengawasan, sehingga RUU hanya melindungi sistem tetapi lupa menguatkan manusia," tuturnya. 

Rusli Cahyadi juga mengkritik tumpang tindih kewenangan antarlembaga yang dianggap sebagai cara negara menjaga fleksibilitas kuasa, menciptakan ilusi keamanan digital. 

Solusi yang ditawarkan adalah mengubah warga dari objek pengamanan menjadi aktor keamanan, membangun literasi infrastruktur, dan mengintegrasikan nilai privasi dalam budaya dan pendidikan, serta memastikan adanya pengawasan publik independen.

Sementara itu, Symphati Dimas, Ketua Umum Front Mahasiswa Nasional, menyampaikan bahwa masalah Siber adalah masalah dominasi dan monopoli dari kapitalis. Internet adalah media untuk memperbesar keuntungan kapitalis, otomatis menjadi logis jika militer digunakan untuk menjaga itu. Kini dunia maya menjadi Daerah Operasi Militer (DOM). 

"Kita harus memposisikan peran siber sebagai ruang untuk mendominasi narasi, menggunakan untuk melawan dominasi Borjuasi Besar dan Tuan Tanah serta Kapitalis Birokrat yang menguasai pemerintahan," tandas Dimas.

Diskusi publik dibuka dengan pemutaran film perjuangan dan ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap bersama.

Sumber: Tribun depok
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved