Penelitian UI

Waspada Pandemi Infeksi Bakteri Multiresisten Suasananya Mirip Pandemi Covid, Ini Kata Guru Besar UI

Editor: dodi hasanuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Waspada Pandemi Infeksi Bakteri Multiresisten Suasananya Mirip Pandemi Covid, Ini Kata Guru Besar UI

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Dalam satu tahun terakhir, IQVIA (perusahaan yang menyediakan layanan untuk memajukan industri teknologi informasi kesehatan dan penelitan klinis) mencatat penjualan antibiotik di Indonesia menembus lebih dari Rp 10 Triliun.

Menurut Guru Besar Fakultas Farmasi (FF) Universitas Indonesia (UI) Prof. apt. Rani Sauriasari, M.Med.Sci., Ph.D., mengatakan, peningkatan penjualan antibiotik dapat dimaklumi jika sebanding dengan peningkatan wabah
penyakit infeksi yang membutuhkan antibiotik.

Penjualan yang tidak wajar, kemungkinan besar disebabkan oleh ketidakpahaman dan kelalaian pasien dan juga tenaga kesehatan yang berakibat pada penggunaan antibiotik secara tidak rasional.

Baca juga: Catat Rekor, Empat Tahun Berturut-turut UI Terbaik di Indonesia, Ranking Dunia Naik Drastis

Sebab, penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol, baik dalam jumlah maupun jenisnya, dapat
menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut.

Jika penggunaan antibiotik tidak tepat dan tidak terkendali, bakteri akan terus beradaptasi dan menjadi semakin kebal.

Hal ini dapat membahayakan pasien, karena antibiotik yang seharusnya dapat menyembuhkan penyakit menjadi
tidak efektif.

Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menekan penjualan dan penggunaan antibiotik di Indonesia.

Baca juga: Cerita Mahasiswa Asing UI Memahami Budaya Puasa di Indonesia, Mahasiswa Jepang Sampai Puasa

Selain itu, Prof. Rani juga menyampaikan bahwa perlu dilakukan analisis terhadap tempat diperolehnya antibiotik tersebut.

Apabila rumah sakit menjadi sumber belanja terbesar, pengendalian peresepan dokter harus sesuai dengan indikator rasionalitas peresepan antibiotik dengan diagnosis yang jelas dan berdasarkan pola penyakit yang ada.

Di sisi lain, peran Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dan apoteker di rumah sakit harus dioptimalkan.

Apabila sumber belanja terbesar berasal dari apotek, penyerahan antibiotik perlu dipastikan apakah dengan atau tanpa resep dokter.

Baca juga: Peneliti UI Ungkap Bakteri E.coli di Sungai Brangbiji Resisten Antibiotik, STBM Harus DIterapkan

Apoteker sebagai perpanjangan tangan dokter memiliki peran penting dalam menilai kesesuaian peresepan, memberikan layanan informasi dan edukasi obat pada pasien, serta memantau efektivitas dan keamanan pasien.

Lebih lanjut, Prof. Rani menyampaikan bahwa masyarakat harus sadar akan adanya ancaman resistensi antibiotik.

Berdasarkan kajian World Health Organization (WHO), angka kematian akibat resistensi antibiotik sampai dengan 2014 tercatat sekitar 700.000 orang per tahun.

Dengan cepatnya perkembangan dan penyebaran infeksi akibat mikroorganisme resisten, pada tahun 2050 diperkirakan kematian akibat resistensi antimikroba lebih besar dibanding kematian akibat kanker.

Halaman
12