Dalam disertasinya yang berjudul “Adaptasi dan Perlawanan: Studi Memori Kolektif Mantan Tahanan Politik Perempuan G30S–1956 dalam Kehidupan Masyarakat 1968–2019”, Amurwani Dwi Lestariningsih melihat sebab para mantan tahanan politik perempuan mempertahankan identitas mereka melalui narasi tandingan dalam tiga organisasi.
Menurut Amurwani, ingatan kolektif dapat digunakan sebagai metode untuk menggali sumber sejarah yang tidak terdapat dalam arsip dan dokumen.
Menggali ingatan kolektif bisa membawa pada pandangan baru karena emosi, perasaan, dan pandangan individu para mantan tahanan politik dapat terlihat.
Tiga Organisasi
Tiga organisasi yang dibentuk para mantan tahanan politik menampilkan hal yang berbeda. Wanodja Binangkit dimanfaatkan untuk mengartikulasikan diri melalui pementasan kesenian khas Sunda Cianjuran.
Organisasi ini menolak diasosiasikan sebagai kelompok sisa organisasi perempuan terlarang, yaitu Gerwani.
Sementara itu, Dialita adalah gerakan kultural ideologis yang tampil melalui paduan suara.
Simpatisan Dialita dipenuhi kaum muda. Banyak musisi muda yang mengaransemen ulang lagu mereka.
Selanjutnya, Kipper. Sesuai filosofinya, Kipper adalah penjaga ideologi yang mempertahankan keyakinan para mantan tahanan politik.
Organisasi ini bergerak di bidang sosial kemasyarakatan yang menghimpun dukungan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah.
Kegiatan yang mereka adakan mendorong mereka untuk dapat berbaur dengan masyarakat dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial sebagai strategi adaptasi dan keluar dari stigma negatif.
Baca juga: Aida Harumkan Universitas Indonesia di Turnamen Karate Internasional Wali Kota Surabaya Cup 2022
Bagi mereka, sejarah bukan hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi menjadi titik tolak bagi munculnya memori baru yang dijadikan sebagai sumber sejarah baru di masa depan. Hal ini merupakan bagian dari penerapan konsep struggle for recognition.
Bagi generasi muda, narasi tandingan yang disosialisasikan mantan tahanan politik perempuan merupakan narasi utama yang membentuk memori mereka.
Pada akhirnya, narasi tersebut diterima sebagai kebenaran. Lagu-lagu yang dibawakan Dialita, misalnya, menunjukkan kasih sayang, kelembutan seorang ibu, perasaan rindu kepada anak, dan juga semangat revolusioner untuk dapat kembali menikmati kehidupan bebas.
Hal ini mendorong generasi Milenial akhir dan generasi Z awal terus mencari informasi tentang peristiwa G30S 1965.