Penelitian UI

Dosen FMIPA UI Kembangkan Keripik Jamur dari Desa Bojong Koneng Sentul Bogor

Penulis: dodi hasanuddin
Editor: dodi hasanuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen FMIPA UI Kembangkan Keripik Jamur dari Desa Bojong Koneng Sentul Bogor.

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, PANCORAN MAS - Dosen FMIPA UI kembangkan keripik jamur dari Desa Bojong Koneng Sentul Bogor.

Jamur tiram putih memiliki nilai ekonomis tinggi, karena sering dijual sebagai bahan pangan yang sehat dan merupakan alternatif pengganti daging.

Baca juga: Mahasiswa FEB UI Juara 3 diTrading Competition Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) 2021

Salah satu desa yang menjadi sentra produksi jamur di kota Bogor adalah Bojong Koneng. Produk olahan jamur yang dikembangkan di sana adalah keripik jamur tiram.

Untuk memeroleh bahan baku jamur, adalah melalui budidaya yang dikembangkan lewat program inovatif mikoponik dengan berfokus pada pemanfaatan limbah agrikultur sebagai media tanam dari salah satu jenis jamur, yaitu jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).

Baca juga: Tingkatkan Reputasi Akademik Jadi Target Utama UI dalam Upaya Mempertahankan Peringkat Universitas. 

Tahun ini program pengabdian masyarakat (pengmas) berfokus pada hilirisasi pengembangan berbagai produk olahan jamur.

Budidaya jamur tiram telah diperkenalkan oleh dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI) Dr. Retno Lestari, M.Si., melalui program mikoponik pada tahun 2019 lalu di Desa Bojong Koneng, Sentul, Jawa Barat.

Hal itu dilaksanakan sebagai rangkaian dari program pengabdian masyarakat.

Ia mengajarkan dan mengajak masyarakat untuk turut aktif melakukan budidaya jamur. Melalui program ini diharapkan dapat membangun potensi Desa Bojong Koneng.

Dosen di Departemen Biologi, FMIPA UI tersebut memperkenalkan produk keripik jamur desa Bojong Koneng dengan nama MikoQu.

Baca juga: Mahasiswa UI yang Tergabung SMV HORE UI Bawa Keris RVIII Juara Prototype Mobil Hemat Bahan Bakar

Nama tersebut diambil dari program Mikoponik yang mendapat dana hibah dari Program Pengmas Unggulan Perguruan Tinggi (PPMUPT) Kementerian Riset dan Teknologi – Badan Riset dan Inovasi Nasional.

“Program pengabdian masyarakat memilih produk olahan keripik jamur karena tekstur keripik jamur yang crispy, membuat jenis makanan sehat ini banyak disukai orang. Pembuatannya pun sangat sederhana sehingga mudah dibuat oleh para ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar pusat budidaya jamur tiram Mikoponik di desa Bojong Koneng,” ujar Retno.

Ia menjelaskan, jamur tiram memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga keripik jamur diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan protein pada masyarakat sebagai pengganti daging.

Selain, kaya akan protein, keripik jamur tiram ini juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi untuk dijual dan dikonsumsi.

Dalam hal ini, tentunya terdapat proses dalam mengolah produk olahan jamur menjadi keripik jamur. Langkah awal dimulai dari mempersiapkan jamur yang telah dipanen dan sudah dibersihkan.

Kemudian, jamur dicuci bersih dan dimasukkan masukkan jamur ke dalam air mendidih yang berisi bumbu-bumbu seperti garam, penyedap rasa, dan lain-lain.

Langkah terakhir adalah meniriskan jamur dan memasukkan jamur ke dalam adonan tepung yang sudah disiapkan untuk digoreng di goreng.

Baca juga: Terapkan MBKM, UI Bebaskan Para Mahasiswa Ambil 60 SKS di Luar Program Studi

Namun, untuk meningkatkan kerenyahan, jamur tiram dapat disimpan terlebih dahulu di dalam freezer.

Program pengabdian masyarakat ini memberikan manfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas masyarakat, memberikan tambahan penghasilan, memberikan alternatif pangan yang terjangkau namun kaya protein, memanfaatkan lahan yang ‘idle’ serta mengoptimalkan limbah kayu di sekitar Desa daerah Bojong Koneng.

Salah satu pengelola kumbung jamur di Desa Bojong Koneng adalah Hadi, mengatakan, program tersebut menjadi alternatif di tengah pandemi Covid-19.

Baca juga: Mahasiswa FTUI Borong Juara di Net Zero Healthy Building GBC IDEAS 2021, Wakil Indonesia di Hongkong

Saat itu permintaan jamur tiram segar menurun hingga 43,7 persen, karena banyaknya rumah makan, café, dan hotel yang tidak beroperasi atau membatasi jam operasionalnya di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini.

Yeni sebagai salah seorang penggiat pembuatan keripik jamur juga menjelaskan bahwa kegiatan tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat desa. Ia berharap dari situ akan menambah pendapatan masyarakat setempat.

Mereka tidak hanya diberikan bekal cara memasak keripik jamur, tetapi juga melakukan sosialisasi tentang pengenalan branding product, serta pengemasan secara higienis dan menarik.