Guru Besar UI

Guru Besar FISP UI Beberkan Tantangan Pemanfaatan Teknologi Nanopartikel dalam Kehidupan Sosial

Prof. Dr. Drs. Ricardi S. Adnan Guru Besar FISP UI Beberkan Nanopartikel dalam Praktik Kehidupan Sosial

Editor: dodi hasanuddin
Humas dan KIP UI
Guru Besar FISP UI Beberkan Tantangan Pemanfaatan Teknologi Nanopartikel dalam Kehidupan Sosial 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, BEJI - Prof. Dr. Drs. Ricardi S. Adnan, M.Si. dikukuhkan menjadi Guru Besar
Tetap Bidang Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI).

Acara Pengukuhan berlangsung di Makara Art Center Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, pada
Sabtu (21/12/2024).

Prof Ricardi menyampaikan pidato pengukuhannya berjudul “Dispersi dan Konvergensi Sains: Peran Sosiologi di EraNanoparticle Technology”.

Baca juga: UI dan Alibaba Cloud Dirikan Skill Center Pertama di Indonesia, Perkuat Inovasi Teknologi Digital

Prof Ricardi menekankan peran nanopartikel yang kurang mendapat perhatian riset dari Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, dibandingkan dengan Rumpun Ilmu Kesehatan serta Rumpun Ilmu Sains dan Teknologi yang dengan masif mengembangkan riset teknologi tersebut.

Mengingat dampak yang besar bagi peradaban manusia, sosiologi memiliki kesempatan untuk berperan aktif memberikan analisis dan koridor yang perlu diperhatikan dalam perkembangan nanopartikel teknologi agar bisa memberikan manfaat besar bagi manusia, terutama pada bidang sosial.

Prof. Ricardi menjelaskan, nanopartikel merupakan partikel yang berukuran sangat kecil,
biasanya berkisar antara 1 hingga 100 nanometer.

Ukuran yang sangat kecil ini memberikan sifat-sifat unik yang tidak dimiliki material pada skala lebih besar, seperti peningkatan luas permukaan, reaktivitas kimia yang lebih tinggi, serta kemampuan untuk berinteraksi dengan molekul lain secara lebih mendalam.

Baca juga: Kalahkan Ribuan Peserta, Startup Binaan UI Raih Juara 1 The Gade Sociopreneurship Challenge 2024

Beberapa contoh penggunaan teknologi nanopartikel dalam bidang medis dan sains, yaitu untuk sistem penghantaran obat yang lebih efisien, pembuatan transistor dan sirkuit mikro yang lebih kecil dan lebih cepat.

Kemudian penggunaan nanopartikel dalam sel surya untuk meningkatkan konversi energi dari sinar
matahari, dan penggunaan nanopartikel untuk penyaringan air atau udara dari pencemaran.

“Salah satu dampak nanoteknologi pada ilmu sosial adalah terkait dengan implikasi etika dan dampak sosial. Perkembangan teknologi ini berpotensi menciptakan ketidaksetaraan sosial atau bahkan konflik akibat kesenjangan yang dihasilkan, yang cenderung menguntungkan kelompok sosial tertentu yang memiliki akses, yakni kelas atas,” ujar Prof. Ricardi.

Nanopartikel dalam Praktik Kehidupan Sosial

Berdasarkan analisis Kaku (2008), relevansi mendiskusikan teknologi nanopartikel dalam perspektif
sosiologi mencakup etika dan perkembangan teknologi, dan pengaruh teknologi terhadap interaksi sosial,

Kemudian pengaruh teknologi terhadap struktur ekonomi, pengaruh teknologi pada budaya, serta teori sosial dalam menghadapi teknologi futuristik.

Baca juga: Dies Natalis Ke-64 FMIPA UI, Ukir Berbagai Prestasi, Ini Penjelasan Rektor Prof Heri Hermansyah

Pada praktik kehidupan sehari-hari, teknologi nanopartikel memungkinkan pengobatan lebih personal dan efektif yang berdampak besar pada sistem perawatan kesehatan masa depan.

Perkembangan ini dapat mengantarkan pada ketidaksetaraan baru, misalnya dalam akses terhadap
teknologi kesehatan yang canggih.

Di sinilah, peran sosiologi muncul karena dapat membantu menganalisis bagaimana teknologi mengubah kelas sosial, distribusi kekayaan, dan ketimpangan akses terhadap teknologi canggih.

Kendati demikian, tantangan yang perlu diantisipasi adalah bagaimana perubahan teknologi akan memengaruhi struktur sosial. 

Dalam pemanfaatan teknologi nanopartikel juga terdapat tantangan, terutama pada aspek keamanan dan dampak kesehatan karena efek nanopartikel pada tubuh manusia dan lingkungan belum sepenuhnya dipahami.

“Untuk tantangan sosialnya sendiri, penggunaan teknologi nanopartikel dapat memperburuk ketimpangan sosial dalam masyarakat, membentuk kesenjangan kelompok tertentu dalam memiliki akses untuk memanfaatkan teknologi, dan nanoteknologi yang menggunakan simbolsimbol identitas sosial (seperti kosmetik, pakaian canggih, atau perangkat elektronik) membuat batasan status sosial,” ujar prof. Ricardi.

Baca juga: Guru Besar FISIP UI Ungkap Perdagangan Bebas Bikin Kemiskinan Bertambah, Perlu Penthahelix Plus

Prof. Ricadi menawarkan solusi dalam prespektif ilmu sosiologi, bahwa hal yang paling penting
dilakukan adalah mendorong keterlibatan masyarakat luas di dalam diskusi tentang nanoteknologi.

Hal ini dapat dilakukan melalui edukasi dan forum dialog terbuka untuk mengurangi kekhawatiran
keterbatasan akses teknologi dan sebaliknya bisa meningkatkan pemahaman.

Oleh karena itu, perlu disiapkan kebijakan yang memastikan nanoteknologi dapat digunakan secara merata dan aman.

“Hal yang juga penting adalah keinginan menyusun dan mengaplikasikan etika teknologi yang memberikan pedoman etis di tingkat global khususnya di bidang sensitif seperti biomedis dan lingkungan. Negaranegara berkembang perlu melakukan kolaborasi antar institusi untuk memastikan distribusi teknologi nano yang lebih adil,” tambahnya. 

Profil Singkat Prof Ricardi

Secara resmi, Prof. Ricardi menjadi Guru Besar Universitas Indonesia ke-48 di tahun 2024.

Ia menyelesaikan pendidikan program Sarjana Sosiologi UI pada 1992, Magister Kebijakan Administrasi Bisnis UI pada 2000, dan Doktor Ilmu Sejarah UI melalui Sandwich-Like Program, Tokyo University pada 2010.

Saat ini, ia aktif menjabat sebagai Ketua Bidang Koalisi Kependudukan Indonesia. Ia terus berperan aktif dalam berbagai riset, seperti publikasi penelitiannya yang berjudul “Tourism’s Vitality After Covid-19 Pandemic: Embracing Healing as a Significant Concept in Tourism in a VUCA World and Managing the Future of Tourism” (2024).

Baca juga: Ikut Lomba Lari di UI Depok, Pramono Dukung Kegiatan Olahraga Lari di Jakarta hingga Kota Penyangga

Kemudian “The Dynamic Role of Moslem in Building Indonesia as a Nation-State in Indonesian Journal of Religion and Society” (2023), dan “Covid-19 Pandemic and Institutional Reconstruction Towards a New Normal Life” (2022).

Acara pengukuhan ini, turut dihadiri Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc.,
Ph.D.

Selanjutnya adalah Wakil Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian, M.Sc., ASEAN Eng, Ketua ILUNI PSIA FTUI, Ir. Santoso Edy, M.Si, Direktur Regional PLN, Muchlis
Chaniago, M.Eng, dan Owner Rifa Jaya Group, Rinaldi Yusuf.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved