Metropolitan

Miris, Sudah Kerja Puluhan Tahun Guru Honorer Selalu Terpinggirkan, Salah Siapa?

Kisah Miris guru honorer, Sudah Kerja Puluhan Tahun Guru Honorer Selalu Terpinggirkan, Salah Siapa?

Editor: dodi hasanuddin
Wartakotalive.com
Sudah Kerja Puluhan Tahun Guru Honorer Selalu Terpinggirkan, Salah Siapa? 

“Penataan tidak boleh dilakukan dengan cara yang merugikan guru-guru yang telah berkontribusi besar dalam pendidikan," ucapnya, Kamis (18/7/2024).

"Kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam karena masih banyak sekolah yang kekurangan guru dengan kualifikasi linear,” imbuh Ima.

“Jika kebijakan cleansing ini terus dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu sistem pembelajaran di sekolah-sekolah,” lanjut politisi PDIP ini.

Baca juga: Kisruh Pemecatan Guru Honorer, Begini Penjelasan Dinas Pendidikan DKI Jakarta

Selain itu, Fraksi PDIP DPRD Jakarta juga menyoroti potensi tumpang tindih antara kebijakan daerah dan kebijakan pusat terkait penghapusan tenaga honorer, termasuk guru honorer.

Kebijakan penataan tenaga honorer ini sebenarnya merupakan kebijakan yang awalnya dibuat oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pasal 66 UU tersebut mengharuskan seluruh instansi pemerintahan pusat maupun daerah melakukan penataan pegawai non-ASN dengan batas waktu hingga Desember 2024.

Ima menyebut, tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan pegawai pemerintahan dengan mengakui hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan ASN, bukan untuk melakukan pemecatan atau pun pembersihan (cleansing).

“Jadi menurut kami, Pemprov sudah gagal memahami apa amanat dari UU tersebut,” ujar Ima.

"Masalah ini juga terjadi karena ada salah kelola dari proses rekrutmen tenaga honorer pendidikan," tandasnya.

Baca juga: Kisruh Pemecatan Guru Honorer, Begini Penjelasan Dinas Pendidikan DKI Jakarta

Ima menyatakan bahwa banyak guru honorer yang secara pengalaman sangat mumpuni, tetapi tidak mendapatkan kuota atau sertifikasi untuk menjadi ASN atau PPPK karena harus bersaing dengan lulusan baru.

Status guru honorer yang tidak tersertifikasi di beberapa bidang menjadi hambatan besar bagi mereka.

Mereka dipekerjakan oleh sekolah negeri karena terdaftar dalam data pokok pendidikan, meskipun tidak memiliki sertifikasi khusus yang diperlukan, seperti sertifikasi guru agama.

Serikat guru juga telah menyatakan bahwa guru honorer digaji oleh pusat melalui dana BOS via APBD, sehingga seharusnya tidak membebani daerah.

“Kebijakan cleansing ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara kebijakan pusat dan daerah yang perlu segera diselesaikan," ucapnya.

"Kami berharap pemerintah daerah segera melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk menemukan solusi terbaik bagi para guru honorer,” lanjutnya.

 

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved