Berita Jakarta

Klakson Telolet Jadi Barang Terlarang, Bus AKAP Tak Akan Lulus Ramp Check Mudik Bila Menggunakannya

Larangan penggunaan klakson telolet juga sudah digaungkan oleh Kemenhub karena mengancam keselamatan jalan.

Editor: murtopo
Warta Kota/Gilbert Sem Sandro
Klakson Telolet yang belakangan ini marak terpasang di bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) bakal menjadi barang terlarang yang ada di bus. 

Laporan wartawan Wartakotalive.com, Rendy Rutama Putra

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, CIRACAS - Klakson Telolet yang belakangan ini marak terpasang di bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) bakal menjadi barang terlarang yang ada di bus.

Bahkan bila klakson telolet masih terpasang di bus AKAP, bus tersebut dipastikan tidak akan lulus ramp check yang dilakukan oleh petugas Unit Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor (UP PKB) untuk angkutan mudik lebaran.

Larangan penggunaan klakson telolet juga sudah digaungkan oleh Kemenhub karena mengancam keselamatan jalan.

Seperti dilansir Kompas.com, akibat bus menggunakan klakson telolet menyebabkan kecelakaan yang melibatkan korban anak kecil di Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten Bahkan pada Minggu (17/3/2024), .

Baca juga: Semarakkan Mudik Gratis Polri, Sopir Bus Nyalakan Klakson Telolet hingga Lagu Ondel-ondel

Direktur Sarana Transportasi Jalan Kemenhub Danto Restyawan mengatakan, sesuai rekomendasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), penggunaan klakson telolet dapat menyebabkan kehabisan pasokan udara atau angin sehingga berdampak pada fungsi rem kendaraan yang kurang optimal.

"Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah memberikan surat edaran kepada seluruh Dinas Perhubungan se-Indonesia agar lebih memperhatikan dan memeriksa penggunaan komponen tambahan seperti klakson telolet pada setiap angkutan umum saat melakukan pengujian berkala," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/3/2024).

Dia mengimbau setiap penguji untuk tidak meluluskan kendaraan angkutan umum yang melakukan pelanggaran seperti adanya pemasangan klakson telolet.

Baca juga: Klakson Telolet Masih Marak di Depok, Satlantas Polres Depok Lakukan Razia

Aturan terkait penggunaan klakson pun telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.

Pada pasal 69 aturan itu disebutkan, suara klakson paling rendah 83 desibel atau paling tinggi 118 desibel dan apabila melanggar akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp 500.000.

Sementara jelang musim mudik lebaran yang menjadi ajang panen raya bagi Perusahaan Otobus dan juga para sopir bus, pengelola pelayanan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kini perlu melakukan pengawasan terlebih dahulu terhadap kendaraanya terkait syarat kelulusan ramp check.

Terkhusus mengenai penggunaan aturan klakson telolet.

Baca juga: Klakson Telolet Membahayakan, Polres Metro Depok Larang Bus Pariwisata Menggunakannya

Pasalnya jika bus didapati masih menggunakan klakson telolet, petugas Unit Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor (UP PKB) Pulogadung Jakarta Timur menyampaikan tidak akan  meluluskan bus saat dilakukan ramp check.

Kepala UP PKB Pulogadung, Edi Sufaat mengatakan saat ini pihaknya sudah mulai melakukan pra ramp check terhadap bus angkutan lebaran di Terminal Bus Kampung Rambutan. 

Kegiatan pra ramp check ini sudah dilakukan sejak 12 Maret 2024 hingga nanti 31 Maret mendatang. 

"Bus AKAP angkutan lebaran yang masih memasang klakson telolet, dipastikan tidak akan lulus saat ramp check. Ini sesuai dengan instruksi dari Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI, yang melarang pemasangan klakson telolet. Karena dianggap membahayakan keselamatan," kata Edi, Kamis (28/3/2024).

Edi menuturkan, Dirjen Perhubungan Darat pun sebelumnya sudah memberikan surat edaran mengenai hal tersebut kepada seluruh jajaran Dinas Perhubungan di Indonesia.

Baca juga: Penggunaan Klakson Telolet Resmi Dilarang Dishub Kota Tangerang, Dinilai Membahayakan

Termasuk di DKI Jakarta untuk lebih memperhatikan dan memeriksa penggunaan klakson telolet pada setiap angkutan umum, terkhusus ketika melakukan pengujian berkala. 

Selain itu, pihak kepolisian akan menindak operator bus yang melanggar ketentuan tersebut, diharap tidak terjadi kejadian berulang.

Hal ini mengacu pada UU no 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 58 bahwa setiap pengemudi dilarang memasang perlengkapan yang mengganggu keselamatan dan keamanan lalu lintas . 

“Setiap pengemudi dilarang memasang perlengkapan yang mengganggu keselamatan dan keamanan lalu lintas. Kemudian PP 55/2012 tentang kendaraan, pasal 69 bahwa ambang batas klakson mobil berada pada kisaran 83-118 desibel. Sedangkan klakson telolet dipastikan melebihi ambang batas tersebut,” ujarnya.

Tak lagu gunakan klakson telolet

Sopir bus PO Shantika bernama Parno (60) ketika ditemui di Terminal Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Senin (25/3/2024) mengaku pernah memasang klakson telolet sekitar lima tahun lalu.

Namun sekarang dia tidak mau lagi memasangnya.

"Saya pernah pasang klakson telolet, habis itu rusak dan saya malas betulinnya karena mahal," kata Parno seperti dilansir Kompas.com.

Kala itu, klakson telolet sedang viral dan Parno ingin ikut meramaikannya.

Namun, belakangan ia tidak lagi memasangnya karena rusak.

Alasan Parno tidak membetulkannya dengan membeli baru adalah harga klakson telolet yang cenderung mahal.

Saat itu, harga klakson telolet beragam. Namun, kisaran harga untuk jenis yang Parno pilih adalah Rp 500.000-Rp 600.000-an.

"Kalau yang lebih bagus lagi, ada harganya Rp 1 juta sampai Rp 2 jutaan," ujar dia.

Lebih lanjut, perusahaan tidak memfasilitasi penggunaan klakson telolet.

Setiap sopir yang ingin memasangnya harus mengeluarkan uang sendiri.

Sopir bus PO BEJEU bernama Romli (41) pun pernah memasang klakson telolet.

Harganya pada saat itu adalah Rp 700.000.

Sama dengan Parno, ia memakai uang pribadinya untuk memasang klakson telolet.

"Tapi ada juga perusahaan yang beliin telolet, cuma dipotong dari gaji sopir. Jadi sebenarnya sama saja sih pakai uang sopir juga," kata Romli di Terminal Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Senin (25/3/2024).

Seiring berjalannya waktu, Romli mencopotnya dan enggan memasangnya kembali.

Saat ini, ia tidak berminat memasang kembali atau membeli klakson telolet yang baru karena harganya sudah mahal.

"Sekarang bisa sampai Rp 6 jutaan, jadi malas untuk beli karena pakai uang pribadi," tutur Romli.
Hindari razia Parno dan Romli memiliki alasan lain mengapa mereka enggan memasang kembali klakson telolet.

Mereka ingin menghindari razia dari Dishub. Sebab, mereka adalah sopir bus reguler yang sering keluar masuk terminal.

Di setiap terminal yang mereka datangi untuk mengangkut atau menurunkan penumpang, petugas Dishub selalu memeriksa keberadaan klakson telolet.

"Menurut saya, pakai klakson telolet terlalu berisiko dengan Dishub, pasti dimarahin. Karena pernah lihat bus jurusan Sukabumi-Bogor nyalakan telolet, dan langsung dimarahi Dishub. Disuruh matikan atau ditindak," ungkap Parno.

Romli pun enggan membayar tilang sebesar Rp 500.000 jika ketahuan busnya memasang klakson telolet.
Menurut dia, denda tidak sebanding dengan gaji yang diperoleh setiap perjalanan. Terlebih, denda dibayar oleh sopir.

"Kalau kena tilang, yang mengeluarkan uang denda kan tetap sopir. Perusahaan enggak mau karena itu kesalahan dari sopir yang nekat pasang klakson telolet. Kalau dari PO saya sekarang, ada aturan enggak dibolehin pasang," ungkap Romli.

Keduanya pun setuju bahwa penggunaan klakson telolet membahayakan sopir dan warga.

Warga, terutama anak-anak, mereka suka mengejar dan menyetop bus di jalanan demi mendengar klakson telolet.

Sementara sopir, mereka berisiko menabrak atau melindas orang-orang yang berada di jalanan karena ingin meminta bunyi klakson telolet.

"Jadinya berisiko. Secara tidak langsung, sopir bus malah bikin kecelakaan. Terlalu bahaya pokoknya," terang Parno.

Oleh karena itu, Parno dan Romli setuju dengan larangan yang kembali digaungkan Kemenhub perihal pemasangan klakson telolet.

 


Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Lagi Pakai Klakson Telolet, Sopir Bus: Harganya Mahal dan Takut Kena Razia"

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved