Penelitian UI
Doktor FISIP UI: Ditemukan Pasal-pasal yang Mengandung Semangat Otoritarian Diakhir Penetapan UU ITE
Tak ada bukti untuk latar belakang dimasukkannya pasal bermasalah ke UU ITE pada 2008. Itu disampaikan Doktor FISIP UI Devi Tri Indriasari.
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, BEJI - Doktor FISIP UI nyatakan bahwa ditemukan pasal-pasal yang mengandung semangat otoritarian diakhir penetapan UU ITE.
Pengaturan internet di masyarakat demokratis memiliki signifikansi dalam menjaga keberlangsungan ruang publik (public sphere) yang demokratis.
Namun, dalam praktiknya, pengaturan internet di sebuah negara seringkali menjadi arena kontestasi dinamis yang melibatkan pemerintah, lembaga legislatif, partai politik, lembaga bisnis, media, dan masyarakat sipil.
Baca juga: Kembangkan Industri, UI dan TNI AL Susuri Kepulauan Seribu dan Pulau Untung Jawa dengan KRI Barakuda
Dari proses tarik menarik antara berbagai pihak tersebut, berpotensi menjadikan legislasi yang dihasilkan dapat menjadi sarana untuk melakukan kriminalisasi dan pembungkaman kebebasan berekspresi.
Hal ini disampaikan Devi Tri Indriasari saat memaparkan disertasinya yang berjudul “Kebebasan Ekspresi
dalam Tekanan Regulasi: Studi Terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pemaparan itu disampaikan pada sidang terbuka promosi doktor yang diadakan oleh Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI).
Penelitian Devi bertujuan untuk menguji tiga proposisi terkait regulasi internet di Indonesia dan implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dari penelitian yang dilakukan Devi, didapatkan beberapa kesimpulan di antaranya tidak ada bukti yang
cukup untuk menjelaskan latar belakang dimasukkannya sejumlah pasal bermasalah ke dalam UU ITE pada 2008.
Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semula menyiapkan RUU ITE untuk menertibkan transaksi bisnis elektonik dan pornografi yang saat itu semakin marak.
Baca juga: Guru Besar FEB UI Dorong Akuntan untuk Lebih Memahami SDGs Secara Utuh
Namun di saat terakhir, dimasukkanlah pasal-pasal yang mengandung semangat otoritarian.
Selanjutnya, setelah UU tersebut disahkan dan dijalankan, Devi menyampaikan bahwa tidak ada juga bukti yang menunjukkan baik pemerintah (pusat) dan DPR memanfaatkan pasal-pasal tersebut untuk
kepentingan mereka.
Dalam banyak kasus, yang menggunakan UU ITE adalah sesama masyarakat, perusahaan, kelompok agama, dan para pemimpin agama.
Temuan berikutnya adalah sejak kelahiran UU ITE, berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
akademisi secara aktif mengkritisi kelahiran UU ITE beserta pasal-pasalnya.
Masyarakat sipil sejak awal sudah mampu menduga ancaman bahaya pasal-pasal bermasalah dalam UU tersebut.
Lalu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa sikap pemerintah secara perlahan berubah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.