PPDB 2023

Sistem PPDB Dinilai Diskriminatif, Orang Tua Murid Geruduk Balai Kota DKI Jakarta

Persoalan yang paling utama adalah siswa tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah yang diinginkan

Penulis: Miftahul Munir | Editor: Vini Rizki Amelia
Warta Kota/Miftahul Munir
Orang tua siswa demo ke Balai Kota DKI Jakarta untuk memrotes soal sistem PPDB, Selasa (20/6/2023). 
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, GAMBIR - Dinas Pendidikan DKI Jakarta tengah melakukan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2023 dari 12 Juni - 7 Juli 2023.
Namun, proses PPDB ini dikeluhkan oleh orang tua siswa. Mereka pun berbondong-bondong berdemo di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Satu diantara banyaknya orang tua murid, Taufan menilai ada tindakan diskriminatif proses PPDB karena ada proses seleksi yang ketat.
Sebab, pemerintah mewajibkan anak belajar 9 tahun dan PPDB ini ada anak yang diterima serta tidak diterina di sekolah negeri.
"Kalau kita amati dari konsep wajib belajar maka dalam proses penerimaan peserta didik baru itu tidak boleh ada seleksi," terangnya.
"Kalau ada seleksi, ada saringan, kalau disaring dia makanya ada istilah diskriminasi," sambungnya.
Menurutnya, banyak orangtua yang berharap anaknya bisa masuk ke sekolah negeri agar biayanya gratis.
Oleh karenanya, saring menyaring PPDB adalah tindakan diskriminatif lantaran tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar di sekolah keinginannya. 
"Diskriminasi itu sendiri artinya pemisahan, jadi terpisah mereka yang tersaring ada yang engga tersaring ini yang engga boleh terkait wajib belajar," katanya.
Sementara itu, Jumono yang juga orang tua murid melanjutkan, masa aksi hari ini ingin mengingatkan PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Kepala Dinas Pendidikan serta DPRD DKI agar menghapus PPDB.
Sesuai dengan Perda nomor 8 tahun 2006 tentang sistem pendidikan yang menyebutkan wajib belajar selama 9 tahun. 
"Nah di dalam Perda tersebut sangat clear sangat jelas bahwa masyarakat Pemda wajib memberikan layanan dan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan tanpa diskriminasi seperti tadi saya sampaikan," katanya.
Ia berharap, sistem PPDB tidak ada lagi proses seleksi agar peserta didik bisa memilih sekolah yang diinginkan.
"Karena selain diskriminatif yang kedua ini saya kira bukan layanan kemudahan. Misalnya kalau mereka Disdik mau belajar dari pengalaman. Sejak tahun 2020 itu selalu ada persoalan," ungkapnya.
Persoalan yang paling utama adalah siswa tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah yang diinginkan.
Hal ini membuat siswa menangis dan orangtua sakit kepala karena befikir keras anaknya sekolah di mana.
"Nah ini yang selalu saya katakan mereka tidak pernah pengalaman yang mereka alami. Saya mau katakan itu keledai tidak akan terprosok dua kali di dalam peristiwa," imbuhnya. (m26)
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved