Kriminalitas
Mutilasi Bekasi Terjadi di Desember, Motif Ekonomi, Hilangkan Jejak atau Balas Dendam? Ini Kajiannya
Kasus mutilasi perempuan di Tambun Bekasi, motif ekonomi, hilangkan jejak atau balas dendam? Ini kajiannya.
Penulis: dodi hasanuddin | Editor: dodi hasanuddin
Garis besar penelitian ketiga mahasiswa FPsi UI itu tentang Perilaku Memutilasi di Indonesia menyebutkan bahwa dimensi mutilasi, yakni mutilasi individual (individual mutilation). Di samping ini terdapat mutilasi kolektif (collective mutilation), seperti pada saat kerusuhan suku Dayak dan Madura di Kalimantan Barat, pada tahun2002,
Sejauh ini uraian tentang mutilasi menekankan pada perspektif individu pelaku mutilasi dengan motif ekonomi, balas dendam, dan menghilangkan identitas korban
Dari berbagai macam jenis mutilasi, secara umum setidaknya Karger, Rand, dan Brinkman (2000) membagi jenis mutilasi kepada mutilasi defensive dan offensive.
Mutilasi defensif (Defensive Mutilation), atau disebut juga sebagai pemotongan/pemisahan anggota badan dengan tujuan untuk menghilangkan jejak setelah pembunuhan terjadi.
Motif rasional dari pelaku adalah untuk menghilangkan tubuh korban sebagai barang bukti atau untuk menghalangi diidentifikasikannya potongan tubuh korban.
Mutilasi Kriminal
Uraian terdahulu menggambarkan bahwa mutilasi memiliki beberapa dimensi, seperti
dimensi perencanaan (direncanakan-tidak direncanakan), dimensi pelaku (individukolektif), dan dimensi ritual atau inisiasi, serta dimensi motif yang hanya disinggung secara sekilas (balas dendam, memiliki harta orang lain, dan memperoleh atau menambah kekuatan).
Dengan demikian, perbuatan memutilasi tidak dapat dipukul rata sebagai tindakan kriminal yang
dapat dikenakan sanksi pidana. Namun, untuk kepentingan forum akademik saat ini, kami
membatasi pembahasan pada mutilasi kriminal.
Mutilasi ofensif (offensive mutilation), adalah suatu tindakan irasional yang dilakukan dalam
keadaan mengamuk, "frenzied state of mind". Mutilasi kadang dilakukan sebelum membunuh
korban.
The Integrated Cognitive Antisocial Potential (ICAP)
Teori Integrated Cognitive Antisocial Potential (ICAP) diciptakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang dilakukan oleh pria dengan status ekonomi dan sosial rendah. Namun, dalam perkembangnya kemudian dimodifikasi untuk menjelaskan tindakan kekerasan (violence).
Kata integrated dalam teori ini mengacu pada penggabungan beberapa ide dari teori-teori lain,
termasuk teori strain, control, labeling, dan rational choice approaches.
Konstruksi utama teori ini adalah Antisocial Potential (AP), yang mengasumsikan bahwa perubahan dari antisocial potential menjadi tindakan antisosial dan kekerasan bergantung para proses kognitif
(berpikir dan pengambilan keputusan) yang juga memperhitungkan kesempatan (criminal opportunity) dan adanya korban (victim).
Yang dimaksud dengan AP adalah potensi untuk melakukan tindakan antisosial, termasuk
tindakan kekerasan. AP terbagi dua, jangka panjang (long term) dan jangka pendek (short
term).
Masing-masing individu memiliki perbedaan dalam AP jangka panjang dan AP jangka pendek. Pada AP jangka panjang, faktor-faktor yang berpengaruh adalah impulsiveness, tekanan (strain), tokoh panutan (modeling) dan proses sosialisasi, dan pengalaman hidup.