Opini
Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak Jadi Keresahan, Apakah Langkah Pemerintah Saat Ini Sudah Tepat?
Kasus Gagal ginjal akut pada anak menjadi keresahan di masyarakat. Apakah langkah Pemerintah saat ini sudah tepat?
“Kandungan etilen gliko itu seharusnya tidak ada di obat. Tapi ini terjadi cemaran pelarut di dalam obat. Makanya jadi toksik ke ginjal anak," kata Juru Bicara Kemenkes Syahril dalam konferensi pers beberapa waktu yang lalu.
Yang menjadi pertanyaan bagi masyarakat adalah mengapa obat-obat tersebut dapat lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)? sehingga terus diproduksi dan beredar di pasaran. Dan hal inilah yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat pada umumnya.
Kemenkes RI kemudian menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipical (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kemudian Surat Edaran SE Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang kewajiban penyelidikan Epidemologi dan Pelaporan kasus Gagal Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak yang juga ditujukan kepada Dinas kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Berbagai Organisasi Profesi di Indonesia.
Kementerian kesehatan melakukan himbauan kepada seluruh pelayanan kesehatan, apotek untuk tidak menjual obat dalam bentuk cair atau syrup secara bebas atau bebas terbatas, sampai dengan penelitian lebih danjut dan pengumuman dari BPOM dan Kemenkes RI.
Bahkan Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin menyatakan bahwa persoalan obat sirup adalah kewenangan BPOM, dan sampai dengan saat ini BPOM masih agresif mendeteksi obat-obatan tersebut.
Sebab, sebelumnya di dapatkan melalui hasil uji penelitian ada sebanyak 156 jenis obat sirup yang tidak menggunakan Etil Glikol (EG) dan Pelarut Glikol (PG).
Hingga keluar penjelasan BPOM RI Nomor HM.01.1.211.22.179 tanggal 17 November 2022 tentang Informasi Kesembilan Perkembangan Hasil pengawasan dan Penindakan Terkait Sirup Obat yang Mengandung Cemaran etilen Glikol /Dietilen Glikol.
Saat ini Kemenkes RI mengumumkan bahwa sudah menemukan antidot atau penawar Fomepizole yang di datangkan dari luar negeri dan telah diuji coba kepada 10 anak di RSCM dan terlihat kondisi anak mengalami GGAPA yang semakin membaik.
Selanjutnya 95 persen anak di RSCM menunjukkan dampak positif setelah mendapatkan obat tersebut, tingkat kemanjuran atau efikasi obat terbukti memberikan kesembuhan dan mengurangi perburukan gejala.
Obat vial yang diperkirakan seharga Rp 16 juta per vial tersebut diberikan secara gratis, yang dapat diberikan kepada anak hanya 1x pakai saja sudah cukup efektif.
Dan obat tersebut sudah didistribusikan ke beberapa rumah sakit rujukan atau vertikal pemerintah di seluruh Indonesia.
Hal yang menjadi perhatian adalah beberapa keluarga pasien GGAP melaporkan Kementerian Kesehatan, BPOM serta industri farmasi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas kasus tersebut.
Mereka mendesak agar kasus tersebut ditetapkan menjadi kejadian luar biasa (KLB). Sebab, belum merata nya pengobatan dan perhatian khusus bagi anak dan keluarga yang menderita GGAPA.
Saat ini perlu dikaji kembali oleh Pemerintah Indonesia melalui kebijakan yang dibuat dalam mengembalikan kembali kepercayaan masyarakat terhadap produksi dan distribusi obat yang beredar ke masyarakat yang telah melalui uji penelitian yang dilakukan oleh BPOM serta upaya Pemerintah dalam perawatan dan pengobatan pada anak yang menderita GGAPA.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/depok/foto/bank/originals/Mahasiswa-FIK-UI-Veronica-Chain.jpg)