Wawancara Eksklusif
FKUI Konsisten Kembangkan Vaksin Merah Putih
Berbicara soal vaksin, Prof. Ari memaparkan bahwa saat ini FKUI masih terus melakukan pengembangan vaksin Merah Putih.
Penulis: Vini Rizki Amelia | Editor: murtopo
Belum lagi produk-produk aplikasi massal, termasuk diantaranya mengenai Corona yang dikembangkan oleh mahasiswa.
“Kami juga mengembangkan untuk isolasi mandiri,” ujarnya.
Berbicara soal vaksin, Prof. Ari memaparkan bahwa saat ini FKUI masih terus melakukan pengembangan vaksin Merah Putih.
Baca juga: Riset Pertama di Indonesia, FKUI Ungkap Faktor Prognostik Bikin Kematian Covid Indonesia Ke-3 Dunia
Hanya saja, pihaknya masih terkendala dengan kapasitas yang dimiliki FKUI khususnya mengenai laboratorium yang akan digunakan dalam produksi massal vaksin Merah Putih. Sebab, laboratorium yang dimiliki FKUI selama ini masih standar.
Sejauh ini, penggunaan dan juga pengetesan vaksin tersebut terhadap binatang sudah bisa digunakan.
“Tetapi ketika ini mau ke pabrikan, kami perlu sarana yang lebih besar lagi. Artinya, lab yang lebih besar lagi, ini kita dari awal tidak memersiapkan untuk itu (produksi massal), karena setting lab kami untuk riset,” katanya.
“Sedangkan bicara vaksin Merah Putih bicara lab, yang dibutuhkan untuk produksi massal perlu kerjasama yang baik dengan industri untuk mengembangkan,” tambahnya.
Selama ini, vaksin yang dipakai di Indonesia tidaklah datang dan langsung bisa digunakan atau disuntikan kepada masyarakat, tetapi harus lebih dulu diproduksi sebelum akhirnya disuntikan.
Baca juga: Program CAPITA FKUI Berupaya Hilangkan Stigma dan Diskriminasi Pasien TB
“Tetapi memang rumusnya memang dari dia (negara asal vaksin) tapi pengerjaannya akan dikembangkan di sini termasuk vaksin MRNA. Jadi, itulah ke depan pemerintah harus mendukung riset-riset seperti ini, harus mendukung dan juga harus di attach dengan industri,” imbuhnya.
Bila nantinya hal ini bisa diterapkan di Indonesia, Prof. Ari berharap ke depannya jika pun terjadi pandemi baru lagi, Indonesia tidak akan memerlukan waktu lama dalam menyediakan vaksin sendiri.
Oleh karenanya, diperlukan adanya kerjasama yang harus didukung oleh industri. Sebab, kata Prof. Ari, saat ini kapasitas laboratorium di universitas hanya untuk riset dan membuat prototipe.
“Selanjutnya, pengembangannya ada di industri karena industri yang punya kapasitas untuk menggandakan, pengembangan pabriknya tetap ada di industri,” cetusnya.