Wawancara Eksklusif Warta Kota
Luncurkan Satelit Baru pada 2024, Telkomsat Bertekad Masuk 3 Besar Pemain Satelit di Asia
Kata Rama meskipun Telkomsat masih tergolong baru tapi Telkom sudah memulai bisnis satelit sekitar tahun 1970-an.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: murtopo
TRIBUNNEWSDEPOK.COM -- Rama Pratama bukan sosok asing bagi para mahasiswa di era 90-an.
Dia merupakan salah satu aktivis yang cukup dikenal saat pergolakan reformasi yang menumbangkan Presiden Suharto.
Setelah malang melintang di dunia politik, Rama lalu berbalik arah menjadi teknokrat.
Saat ini Rama Pratama menjadi Komisaris PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat).
Dalam sesi wawancara bersama Warta Kota, Rama Pratama menjelaskan bahwa Telkomsat anak perusahaan Telkom Group yang membidangi satelit.
Sebagai anak perusahaan, Telkomsat masih tergolong baru.
"Saya berterima kasih dan mengapresiasi Tribun Group dan Warta Kota telah menginisiasi podcast ini untuk memperkenalkan Telkomsat terkait satelit dan segala seluk beluk bisnisnya, ujar Rama Pratama.
Kata Rama meskipun Telkomsat masih tergolong baru tapi Telkom sudah memulai bisnis satelit sekitar tahun 1970-an. Kita pernah dengar ada Satelit Palapa dan lain-lain.
Visinya adalah bagaimana negara Indonesia yang terbelah secara kontur oleh laut, kepulauan dan pegunangan bisa terkoneksi secara utuh dengan satelit.
Baca juga: Update Kasus Covid-19 di Kabupaten Bogor, Kasus Baru Tambah 1.112, Kecamatan Gunung Putri Teranyak
"Makanya kemudian kita menjadi salah satu dari sedikit negara yang memiliki satelit saat itu. Jadi itu terobosan yang luar biasa, tidak hanya dari sisi teknologi tetapi juga telekomunikasi. Perjalanannya sudah cukup panjang. Kita punya setelit, stasiun pengendali satelit di Klapanunggal, Bogor. Lalu dalam perjalanan waktu, aset satelit ini berada dibawah Divisi Satelit Telkom, tetapi bisnisnya dijalankan oleh anak perusahaan dan unit bisnis yang lain," ujarnya.
Selain itu Telkom juga punya Patrakom (PT Patra Telekomunikasi Indonesia). Kalau dari namanya Patrakom mengambil segmen bisnis lepas pantai (offshore), kilang minyak, kapal-kapal, atau daerah terpencil seperti perkebunan dan lain sebagainya.
Kemudian ada Telkometra dengan unit bisnis Metrasat yang melayani segmen enterprise, perbankan, televisi dan lain sebagainya.
Jadi ada satelitnya, lalu ada bisnisnya yang dijalankan oleh dua anak perusahaan dan unit bisnis ini.
Baca juga: Minim Sosialisasi, Pelaksanaan Rekayasa Lalin di Kota Tangerang Bikin Bingung Pengendara
Pada 2017 dimulailah konsolidasi bisnis satelit karena satelit ini kan salah satu infrastruktur telekomunikasi saja dari yang kita kenal.
"Ada seluler yang dijalankan oleh Telkomsel, ada fiber optic yang dijalankan Telkom Akses lewat produk IndiHome. Satu lagi ya satelit. Ini semua trasporter untuk signal layanan komunikasi sehingga kita punya layanan internet, melakukan optimalisasi transformasi digital dan lain sebagainya," ujarnya.
Lebih lanjut Rama menjelaskan bahwa tahun 2017 Telkom melakukan konsolidasi bisnis satelit yang tesebar-sebar itu.
Patrakom sebagai anchor-nya kemudia berubah nama menjadi Telkomsat.
Ini menjadi corporate identity supaya jelas bahwa Telkom Group mempunyai bisnis satelit melalui PT Telkom Satelit Indonesia atau Telkomsat.
Kemudian satelitnya diserahkan dari Divisi Satelit Telkom ke Telkomsat.
Baca juga: Harga Kacang Kedelai di Pasar Slipi Palmerah Rp, 15.000, Pedagang Sebut Ada Kenaikan Tapi Jarang
"Pembukuannya bukan lagi di Divisi Satelit Telkom tetapi di Telkomsat. Lalu unit bisnis Metrsat digabung lagi ke sini. Kita juga punya anak perusahaan di luar negeri yang menjalankan usaha satelit di Malaysia. Jadi kita sudah punya keinginan going global juga nih sejak dibentuk. Telkomsat ini baru dibentuk 2018. Jadi masih baru nih sehingga belum banyak yang kenal," ujarnya.
Sementara itu terkait dengan bidang layanan Telkomsat Rama mengatakan bahwa Telkomsat punya space segment dan ground segment.
Di Space Segment Satelit ada trasponder yang isinya ruang-ruang yang bisa disewakan untuk layanan telekomunikasi. Misalnya untuk layanan broadcast media, TV dan sebagainya; bisa full gime selama 1 tahin atau 2 tahun, bisa occasionally untuk mendukung program-program nasional seperti PON, Sea Games, dan lain-lain.
Di ground segment kita bisa cacah-cacah lagi. Ada layanan internet, telekomunikasi, dan video.
Baca juga: Pabrik Tahu dan Tempe Mogok Produksi, Pedagang di Pasar Musi Depok Tak Jualan Sampai Rabu
"Bahkan kita disewa juga oleh beberapa internet service provider (ISP). Segmen ini bisa dikerjakan oleh mereka yang tidak memiliki satelit. Produk kita di segmen ini ada Mangoesky, layanan internet satelit untuk wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang susah sinyal. Selain itu ada Coconet untuk layanan internet di kapal-kapal. Kalau sudah di laut layanan komunikasi seluler dan fiber optic tidak bisa dijangkau, sehingga harus menggunakan satelit," ujarnya.
Akan tetapi kata Rama di daerah perkotaan yang infrastruktur fiber optik dan seluler sudah mapan, tetap diperlukan satelit.
"Misalnya untuk backhaul ketika ada bencana seperti di NTT kemarin. Itu kan kabel-kabelnya kebongkar semua. Ada beritanya Telkomsat yang backhaul komunikasi masa recovery. Begitu pun saat kabel optik ke Papua putus karena ketarik jangkar kapal di laut, Telkomsat yang jadi backhole untuk menggantikan komunikasi jaringan Telkomsel yang terputus," ujarnya.
Baca juga: Waspada Kondisi Iklim dan Cuaca di Indonesia Kerap Berubah, Ini Kata Wakil Direktur SIL UI
Di perkotaan, beberapa industri yang zero tolerance terhadap gangguan, misalnya industri perbankan, juga menggunakan satelit sebagai beckhaul.
"Makanya di mesin ATM ada ada piringan seperti parabola untuk menangkap sinyal. Jadi di beberapa industri, walaupun di tengah kota, tetap butuh satelit sebagai backhaul," jelasnya.
Sementara itu perkembangan teknologi digital yang segala macam urusan bisa dilakukan di gadget. Rama mengakui banyak peluang bagi Telkom untuk membentuk anak usaha baru.
Apalagi pandemi ini mendorong digitalusasi menuju transformasi digital lebih jauh lagi.
Kata Rama transformasi digital tidak lagi bicara teknologi tetapi kultur, cara bekerja orang, dan sebagainya. Itu membutuhkan infrastruktur telekomunikasi yang tidak lagi bermasalah, tetapi yang audah mapan.
Baca juga: Produsen Tempe dan Bakal Naikkan Harga Setelah 3 Hari Mogok Produksi
""Kita terapkan total football untuk soal ini. Artinya, kita punya seluler dan fiber optik. Ketika keduanya tidak masuk, kita punya satelit. Jadi tidak ada lagi daerah yabg tidak terjangkau connectivity sehingga mendukung transformasi digital. Sekarang apa-apa kan meski pakai internet dan itu harus didukung infrastruktur telekomunikasi. Salah satunya Telkomsat," ujarnya.
Terkait dengan persaingan di bisnis fiber yang juga mulai digeluti oleh perusahaan swasta Rama mengatakan bahwa Telkomsat sebagai bagian dari Telkom Group menjadi bagian dari orkestrasi solusi layanan telekomunikasi.
"Telkom sebagai group audah bukan jualan produk lagi, tetapi jualan solusi. Pelanggan tidak mau tahu siapa yang menyediakan layanan telekomunikasi, yang penting dia bisa teleponan, internetan atau menonton televisi di daerah itu. Solusi itu yang ingin ditawarkan Telkom group," ujarnya.
"Tinggal nanti lihat infrastruktur apa yang pas. Kalau masih bisa didukung fiber optic karena murah maka pake fiber optic. Atau pakai jaringan seluler dengan tower yang makin rapat maka pakai seluler. Tetapi pada titik dimana dua jaringan itu tidak dijangkau maka solusi tetap harus dilayani. Apalagi di tengah konvergensi digital dimana anak sekolah harus pakai internet, tidak ada pengecualian lagi mau di gunung, kota atau pulau terluar, semua harus terlayani. Itulah kemudian layanannya harus total football," ujarnya.
Baca juga: Info Terkini Cuaca Depok Senin 21 Februari, Prakiraan BMKG: Waspada Hujan Petir dan Angin Kencang
Selanjutnya Rama mengatakan bahwa Transformasi Digital yang menjadi salah satu tema yang dibawa G-20 bagi Telkomsat merupakan peluang yang sangat besar, tidak hanya dalam konteks peluang bisnis terapi juga bagaimana Telkomsat beradaptasi untuk mengadop teknologi tercanggih dan terkini dari industri telekomunikasi.
"Dalam konteks itu, kita berbenah untuk menghadapi perhelatan itu. Transformasi digital ini kan telah mengubah cara kerja orang, kultur seseorang dalam melihat kehidupan sekalipun sehingga merubah orang-orang termobilisasi dan lain sebagainya. Nah itu yang menjadi tantangan bagi penyedia infrastruktur telekomunikasi untuk memastikan bahwa layanan konektivitas itu tidak terputus. Itu artinya kita tidak hanya butuh teknologi tetapi juga sumber daya manusia untuk mengelola itu. Sejarah panjang Telkom Group dan Telkomsat dalam mengelola satelit bisa memberikan jaminan kelayakan dan kepatutan terkait pengelolaan teknologi satelit," ujarnya.
Satelit Bank BRI
Sementara itu terkait dengan salah satu bank negara yaitu Bank BRI juga punya satelit,Rama mengatakan bahwa ruang angkasa itu bukan milik negara.
"Jadi kedaulatan kita tidak sampai space itu. Jadi ini diatur secara internasional. Karena kita di garis katulistiwa maka wilayahnya dia atas garis katulistiwa. Tetapi regulasinya tetap di Keminfo ketika berada di Indonesia. Di negara lain juga begitu. Tetapi slot-slot satelitnya diatur secara internasional, ujarnya.
Di sepanjang katulistiwa, posisi satelit Telkom itu ada di tengah di 113°, 118° BT (Nujur Timur. Posisinya di laut antara Jawa dan kalimantan. Kalau dia di tengah maka bisa menjangkau seluruh Indonesia. Ini tergantung dia dapat jatah slot orbitnya di mana.
"Waktu BRI meluncurkan satelit itu banyak yang mendukung karena BRI ada di semua wilayah hingga daerah terpencil. Dia merasa daripada menyewa lebih punya satelit sendiri. Kemudian dia mendapat slot di 152°BT di atas Papua sehingga jangkauan paling baik hingga ke Kalimantan dan Sulawesi. Ketika ada masalah di Aceh, maka piringan parabolanya harus miring. Ketika ada pohon kelapa di depan maka tidak bisa dapat sinyal. Karena itu, mereka tetap kolaborasi dengan layanan satelit Telkomsat untuk menjangkau wilayah Sumatra," ujarnya.
Rama menilai tidak melihat ada kompetisi untuk layanan satelit sebab hal itu terkait dengan konsep sinergi dari BUMN juga.
"Saya tidak melihat ada kompetisi untuk layanan satelit ini, semua kolaborasi. Pada akhirnya kebutuhan layanan satelit jauh lebih besar dari satelit tersedia. Makanya kita berencana meluncurkan lagi sati satelit lagi. Jadi saya rasa kecil peluang untuk berkompetisi peluang kolaborasi lebih besar untuk mempercepat transformasi, ujarnya.
Luncurkan satelit baru pada 2024
Saat ini Telkom sudah memiliki 2 satelit. Sebelumnya 4 satelit tetapi 2 sudah diorbit yaitu Telkom 2 dan 3.
"Sekarang kita punya satelit 3S dan Merah Putih. Nanti kita invest untuk membeli satelit lagi tahun 2024. Ini terkait target Telkomsat menjadi 3 besar pemain satelit di Asia. Peluangnya ada. Kita luncurkan satelit baru pada 2024 karena peluangnya besar. Sekarang persiapannya sudah mulai, ujarnya.
Kata Rama Telkom punya tekad untuk memastikan bahwa konektivitas telekomunikasi bisa dilayani sampai pelosok dan Telkomsat punya komitmen untuk itu.
"Kami juga punya tekad untuk memenuhi kebutuhan, baik teknologi maupun sumber daya manusia. Kita akan menambah satelit dan sumber daya manusia yang memahami satelit karena masih langka. Ini juga panggilan untuk putra-putri terbaik bangsa. Semoga cita-cita kita menjadi 3 besar pemain satelit di Asia bisa terwujud, ujarnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/depok/foto/bank/originals/Komisaris-PT-Telkom-Satelit-Indonesia-Telkomsat-Rama-Pratama.jpg)