Pemkot Depok

Kasus Pelecehan Seksual kepada Anak Capai 43 Kasus, Pemkot Depok Lakukan Pencegahan dari Tingkat RW

Sejumlah kasus pelecehan anak yang disampaikan oleh Kejaksaan Negeri Depok telah mendapatkan pendampingan dari pihak DPAPMK.

Penulis: Alex Suban | Editor: murtopo
TribunnewsDepok.com/Muhamad Fajar Riyadanu
Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, Nessi Annisa Handari saat ditemui di Kantor Balai Kota Depok pada Selasa (30/11/2021), siang. 

Laporan Wartawan Warta Kota, Muhamad Fajar Riyandanu

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, DEPOK - Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok, Nessi Annisa Handari, mengakui adanya 43 kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kota Depok.

Menurut data Kejaksaan Negeri Depok, jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak di Depok hingga bulan November sebanyak 43 kasus.

Jumlah ini naik 12 kasus dari total kasus hingga bulan Oktober sejumlah 31 kasus. Sementara itu, 22 kasus diantaranya sudah masuk ke dalam tahap penuntutan.

"Memang terjadi di Depok. Kami berupaya untuk melakukan banyak hal dalam mengatasi kekerasan seksual pada anak-anak ini. Kami ada UPTD Perlindungan Perempuan dan anak," kata Nessi saat ditemui di Kantor Balai Kota Depok pada Selasa (30/11/2021), siang.

Baca juga: Kuasa Hukum Korban Tindak Asusila Menilai Predikat Kota Depok Sebagai Kota Layak Anak Pantas Dicabut

Lebih lanjut, kata Nessi, sejumlah kasus pelecehan anak yang disampaikan oleh Kejaksaan Negeri Depok telah mendapatkan pendampingan dari pihak DPAPMK.

"Kami dampingi secara psikologis maupun perlindungan hukumnya. Tapi ada juga korban-korban yang tidak memerlukan bantuan dari kami karena sudah punya pengacara sendiri," sambung Nessi.

Guna menekan angka pelecehan terhadap anak, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok melalui DPAPMK tengah melakukan sejumlah upaya dengan penguatan ketahanan keluarga.

Baca juga: Kepala Kejaksaan Negeri Depok Sebut Kasus Tindak Asusila di Depok Meningkat Selama Pandemi Covid-19

Nessi pun menjelaskan, program penguatan ketahanan keluarga dilakukan dengan mengundang para RW. "Kita perlu mendapat dukungan dari RW-RW. Jika sudah jalan, pantauan lingkup warganya lebih kecil, seperti bisa mendeteksi secara dini akan adanya timbulnya kekerasan," jelasnya.

Ia menilai, upaya penekanan angka pelecehan seksual kepada anak tak cukup dengan upaya sosialisasi. "Yang kami lakukan adalah bagaimana nanti RW melakikan upaya penguatan ketahanan keluarga dengan melakukan parenting kepada orang tua, misalnya di RW itu menghadirkan psikolog untuk bisa membantu penguatan," papar Nessi.

Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual Anak di Depok Meningkat, 22 Kasus Masuk Tahap Penuntutan

Nessi melanjutkan, program penguatan ketahanan keluarga menyasar kepada para orang tua dengan harapan menekan tingkat kekerasan kepada anak.

"Yang terpenting adalah bagaimana kita memperkuat ketahanan keluarga. Walau dari sisi ekonomi tertekan, tapi apabila fungsi ayah dan ibu berjalan baik, insyaallah tidak terjadi kekerasan," ujarnya.

Kasus Pelecehan Seksual meningkat saat Pandemi Covid-19

Kepala Kejaksaan Negeri Depok Sri Kuncoro mengatakan jumlah kasus tindak asusila kepada anak di Depok terus mengalami kenaikan.

"Di Depok, bulan-bulan terakhir ini marak lagi pelecehan seksual yang korbannya anak-anak," kata Kuncoro di Kejaksaan Negeri Depok pada Senin (29/11/2021), siang.

Lebih lanjut, kata Kuncoro, peningkatakan kasus tindak asusila kepada anak di bawah umur terlihat dari jumlah surat disposisi yang tercatat di Kejaksaan Negeri Depok.

"Biasanya paling kan kasus narkotika dan pencurian. Tapi saya katakan kok ini tren (kasus pelecehan seksual kepada anak) biasanya gak semasif ini. Kok ini agak banyak," sambung Kuncoro.

Baca juga: Yellow Jacket Podcast: Prof Abdul Haris Sampaikan Strategi UI Menuju Entrepreneurial University

Menurut data Kejaksaan Negeri Depok, jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak di Depok hingga bulan November sebanyak 43 kasus.

Jumlah ini naik 12 kasus dari total kasus hingga bulan Oktober sejumlah 31 kasus. Sementara itu, 22 kasus diantaranya sudah masuk ke dalam tahap penuntutan.

Guna menyingkap kasus yang tidak dilaporkan, jajaran Kejaksaan Negeri Depok akan melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Baca juga: Cegah Lonjakan Covid-19 Saat Libur Nataru di Kabupaten Bogor, Ini Langkah Pemkab Bogor

Hal ini dimaksud untuk membantu keluarga korban pelecehan seksual agar berani bersuara. "Kami akan koordinasikan dengan LPSK jika ada pihak keluarga yang mengajukan," jelas Kuncoro.

Menanggapi banyaknya kasus pelecehan seksual di Depok, Wakil Ketua LPSK, Antonius PS. Wibowo merasa prihatin.

"Tentu kami sedih ya, dengan semakin banyaknya perkara-perkaranya itu," kata Antonius di Kejaksaan Negeri Depok pada Senin Siang.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Antonius PS Wibowo (kemeja putih).
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Antonius PS Wibowo (kemeja putih). (Tribunnewsdepok/Muhamad Fajar Riyandanu)

Antonius menyebutkan, tren peningkatan kasus pelecehan seksual kepada anak memiliki keterkaitan dengan zaman Pandemi Covid-19.

Hal ini berisisan dengan penggunaan akses teknologi informasi seperti internet.

Lebih lanjut, Antonius menjelaskan, pelecehan seksual yang semakin mudah dilakukan dengan bantuan teknologi informasi, memungkinkan terbukanya akses pintu yang berujung kepada aksi kriminal.

"Hal ini bisa menjerumus penyebaran foto pribadi yang digunakan sebagai alat untuk memeras hak korban yang notabennya korban ini masih di bawah usia 18 tahun," jelas Antonius.

Baca juga: Akibat Pandemi Covid-19, Stok Darah di PMI Depok Berkurang Setengah dari Kebutuhan

Mengutip Laporan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2021, penyebaran foto dan video pribadi tanpa konsensus merupakan salah satu Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS).

Dalam laporan tersebut, angka KBGS meningkat dalam dua tahun terakhir.

Pada tahun 2019, ada 287 pengaduan kasus KBGS. Sedangkan pada tahun 2020 saat Pandemi Covid-19 melanda Indonesia, angka itu meningkat menjadi 942.

Dari 942 KBGS yang terjadi, pola kekerasan yang dilakukan hampir sama. Korban diancam oleh pelaku dengan menyebarkan foto atau video korban yang bernuansa seksual di media sosial ketika korban menolak berhubungan seksual dengan pelaku.

Baca juga: Kontribusi Nyata UI Bersama Mitra Bantu Pulihkan Indonesia di Masa Pandemi Covid, No 1 di Indonesia

"Atau ketika korban memutuskan untuk memutuskan hubungan pacaran," tulis laporan Catahu Komnas Perempuan 2021.

Di sisi lain, menurut hasil catatan LPSK, sejak 2016 hingga Juni 2020 ini ada 926 permohonan perlindungan terhadap anak yang masuk. Asal permohonan tertinggi dari Jawa Barat, diikuti DKI Jakarta, lalu Sumatera Utara.

Sebanyak 482 diantaranya adalah korban kekerasan seksual, 133 anak menjadi korban perdagangan orang dan sisanya dari berbagai kasus yang menempatkan anak menjadi korban. 106 anak menjadi korban eksploitasi perdagangan seksual.

"Kita harus meningkatkan kolaborasi kita untuk memproses perkara-perkara itu secara tuntas kepada pelakunya, sekaligus memberikan keadilan kepada korbannya tentu saja dengan memberikan perlindungan yang optimal dari LPSK," harap Antonius.

Antonius menuturkan, salah satu cara untuk menurunkan KBGS adalah meningkatkan literasi digital kepada anak-anak. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan di lingkungan yang paling dekat dengan anak, yakni di lingkup keluarga.

"Memang menjadi tugas kita semua untuk meningkatkan secara signifikan literasi digital itu," ujarnya.

Ia pun mengajak seluruh korban maupun kerabat korban untuk berani melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialami.

"Jangan takut untuk membongkar perkara ini. Karena semakin kita takut membongkar, itu akan menumbuh suburkan pelaku-pelaku yang harus kita babat habis," ujar Antonius.

Predikat Kota Layak Anak untuk Kota Depok Pantas Dicabut

Kuasa Hukum dua keluarga korban pelecehan seksual berinisial J (14) dan BA (14), Azas Tigor Naingggolan, mengatakan predikat Kota Depok sebagai 'Kota Layak Anak' pantas dicabut.

Pasalnya, menurut data Kejaksaan Negeri Depok, jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak di Depok hingga bulan November sebanyak 43 kasus.

Jumlah ini naik 12 kasus dari total kasus hingga bulan Oktober sejumlah 31 kasus. Sementara itu, 22 kasus diantaranya sudah masuk ke dalam tahap penuntutan.

"Dari informasi yang disampaikan Pak Kajari, kok di Depok kasus kekerasan seksual pada anaknya meningkat terus. Ini harus dipertanyakan. Saya pikir (predikat kota layak anak) harus dicabut. Karena banyak anak-anak jadi korban pelecehan seksual," kata Tigor saat ditemui di Kejaksaan Negeri Depok pada Senin (29/11/2021), siang.

Baca juga: Kepala Kejaksaan Negeri Depok Sebut Kasus Tindak Asusila di Depok Meningkat Selama Pandemi Covid-19

Pada kesempatan tersebut, Tigor mempertanyakan keputusan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang memberikan predikat 'Kota Layak Anak' tahun 2021.

"Saya mempertanyakan ini pada Pemkot Depok dan Menteri PPPA yang memberi status kota layak anak pada Depok," sambung Tigor.

Siang itu, Tigor bersama dua keluarga korban pelecehan seksual yang berinisial J (14) dan BA (14) menerima uang restitusi (uang ganti rugi) dari terpidana Syahril Parlindungan Marbun di Kejaksaan Negeri Depok, Senin (29/11/2021) siang.

Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Kota Depok Meningkat, Mohammad Idris Minta PPKM Terus Diterapkan

Syahril merupakan bekas pembimbing salah satu kegiatan di Gereja Paroki Santo Herkulanus Depok. Ia memanfaatkan kekuasaannya untuk mencabuli sejumlah anak bimbingannya selama hampir 20 tahun terakhir.

Lebih lanjut, guna menekan angka pelecehan seksual kepada anak di Kota Depok, perlu dilakukan upaya edukasi, sosialisasi, dan penyampaian kepada warga. Terutama kepada warga yang berstatus sebagai orang tua. Menurut Tigor, upaya tersebut harus dilakukan oleh lembaga negara seperti pihak kepolisian, LPSK.

"Maksud saya, jangan sampai hak korban dan keluarganya tidak diberikan karena ketidaktahuan. Padahal negara mengamanahkan lewat undang-undang," jelas Tigor.

Baca juga: Ketua DPRD Kota Depok Dukung Gage di Depok, Tapi Dikaji Menyeluruh & di Stop Bila Tidak Bermanfaat

Sosialiasi pencegahan itu diharapkan dapat mengurangi minat calon pelaku yang ingin melakukan pelecehan seksual, serta memberikan efek jera kepada pelaku.

"Ini penting. Supaya calon pelaku itu mikir bebannya banyak. Ada hukuman badan, ada denda pada negara dan ada lagi ganti kerugian bentuknya restitusi," ucap Tigor.

Selain itu, pihak keluarga dan kerabat juga mesti aktif dalam pengawalan kasus pelecehan seksual kepada korban. Tigor mengimbau kepada kerabat korban untuk selalu menyertakan lembaga negara dalam proses advokasi.

"Saya mengajak masyarakat untuk libatkan LPSK kalau  terjadi apa-apa. Kenapa? Ada banyak fasilitas negara yang bisa diberikan pada korban dan keluarga korban. Misalnya, pendampingan psikologi atau kebutuhan-kebutuhan yang lain," pungkas Tigor. (M29)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved