Pilpres 2024

Unsur Kebencian Diyakini Masih Mewarnai Pilpres 2024, Prof Didik J Rachbini: Waspada Buzzer Politik

Unsur Kebencian Diyakini Prof Didik J Rachbini Masih Mewarnai Ajang Pilpres 2024. Ajang Kampanye Diharapkannya Tak Jadi Ajang Permusuhan

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Prof Didik J Rachbini  

Djayadi juga menyatakan jika survei nasional menggunakan sampel 1200 dalam margin error kisaran 2,9 persen maka perbedaan antara para calon tersebut berada dalam rentang 2 kali margin of error, atau tidak terlalu signifikan perbedaannya. 

“Jadi ketiga orang itu memang front runner saat ini," ujarnya.

Baca juga: Menanti Kabul Baru

Djayadi yang juga Dosen senior Ilmu Politik di Universitas Paramadina ini memberikan catatan bahwa dari ketiga orang itu juga tidak ada nama yang dominan.

Angka mereka berada pada kisaran 20 an persen jika diadu dengan banyak nama.

“Jika pada 2024 nanti ada 3 pasang calon yang paling mungkin misalnya, maka ketiga orang tersebut akan disebut mencapai angka dominan jika telah mencapai angka popularitas 30-35 persen diantara 10-15 nama. Tetapi saat ini angka mereka baru sekitar 20-25 persen saja.“ katanya.

Ia membandingkan dengan pilpres sebelumnya Prabowo dan Jokowi memang menjadi calon-calon yang dominan ketimbang calon yang lain.

“Artinya, pilpres 2024 mendatang masih membuka peluang bagi siapapun untuk leading. Karena saat ini belum ada yang dominan," kata dia.

Baca juga: PTM Berlangsung di 201 Sekolah, Satpol PP Jaktim Temukan Pelanggaran Orang Tua Suka Berkerumun

Kemudian tambahnya ada papan tengah (10 besar) terdapat nama AHY, Sandiuno, dan seterusnya.

Terdapat juga nama-nama yang berada di luar 10 besar terpopuler seperti Puan Maharani, Cak Imin, dan Airlangga Hartarto yang menariknya adalah para figur partai politik.

Djayadi juga mengungkapkan alasan mengapa para calon di luar 10 besar memilih stragegi memasang baliho, iklan di TV, sosmed untuk meningkatkan popularitas.

“Akan sangat sulit peluang yang diperoleh jika popularitas masih di bawah 70 persen," kata dia.

“Mengapa yang dipilih ada baliho dan televisi ketimbang medsos? Karena tingkat kepedulian publik pada medsos di Indonesia masih di bawah 60 persen dibanding TV yang berdasar survei penduduk masih 80 persen selalu ditonton oleh warga masyarakat," tambah Djayadi.

Baca juga: Layani Anggotanya, DPP Apersi Resmikan Kerja Sama dengan Bank BJB

Degradasi Lawan Politik

Direktur LP3ES, Fajar Nursahid mengungkapkan bahwa variabel downgrade lawan politik harus menjadi perhatian serius oleh para politikus. 

“Hal itu nampak betul karena ada juga capres-capres yang sangat popular tetapi favorability-nya rendah sekali. Itu misalnya terjadi pada figure Anies Baswedan walaupun masih di tiga besar papan atas terpopuler," ujatnya.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved