Pendidikan
Ini Tanggapi Wali Kota Depok Soal Putusan MK Pendidikan Dasar Negeri dan Swasta Gratis
Untuk saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memfokuskan agar anak-anak semuanya bisa bersekolah.
Penulis: M. Rifqi Ibnumasy | Editor: murtopo
Laporan wartawan TribunnewsDepok.com, M Rifqi Ibnumasy
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, PANCORAN MAS - Wali Kota Depok, Supian Suri mengaku akan mendiskusikan terlebih dahulu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar sembilan tahun SD-SMP gratis.
Pasalnya, pemerintah diharuskan menanggung biaya pendidikan dasar sepenuhnya, tak hanya bagi siswa di sekolah negeri, tapi juga swasta.
“Ya, kalau terkait dengan itu (putusan MK) memang nanti akan diskusinya lebih,” kata Supian saat ditemui di Balai Kota Depok, Kamis (5/6/2025).
Untuk saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memfokuskan agar anak-anak semuanya bisa bersekolah.
Jika sekolah negeri tidak dapat menampung, maka diarahkan untuk ke sekolah swasta.
Baca juga: Sekolah Jenjang SD dan SMP Wajib Gratis Termasuk Sekolah Swasta
Namun, Pemkot Depok hanya membiayai pendidikan siswa di sekolah swasta jika tergolong tidak mampu saja.
“Kalau enggak tertampung di negeri harus di swasta, dibiayai oleh negara khususnya yang tidak punya kemampuan,” ungkapnya.
Menyinggung putusan MK, Supian menilai, banyak faktor-faktor yang perlu diperhatikan.
“Misalkan sekolah swasta yang mahal, apakah negara harus ikuti biaya sekolah yang mahal, apakah semua angkanya menjadi plat, apakah orang tuanya setuju, apakah orang tuanya lebih rela bayar dengan kondisi sekarang, walaupun tidak digratiskan ini akan banyak faktor-faktor lain,” ujarnya.
Namun, Supian memandang, substansi dari kebijakan tersebut semua anak harus mendapatkan kesempatan untuk bisa sekolah, baik di negeri maupun swasta.
Baca juga: Pemkot Depok Masih Belum Berani Putuskan Soal Sekolah Swasta Gratis
Siap Ikuti Ketentuan
Jika nantinya putusan MK terkait pemerintah harus menggratiskan biaya pendidikan dasar dijalankan, Pemkot Depok siap ikuti.
“Buat kami nanti ketentuan itu kami akan ikuti, tapi kami belum bisa ambil kebijakan pada level-levelan kota selama ketentuan terhadap keputusan MK itu belum diatur secara detail harus seperti apa,” ungkapnya.
Pemkot Depok masih menunggu detail ketentuan implementasi putusan MK tersebut jika diterapkan di lapangan.
“Kalau teman-teman tahu sekolah-sekolah swasta itu kan ada yang mahal sekali, terus yang mahal begitu apakah pemerintah mau hadir bayarin semahal itu, atau mereka tetap diizinkan, tetap tidak gratis,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok, Siti Chaerijah mengaku, masih menunggu hal-hal teknis aturan terkait putusan MK tersebut.
“Karena ini kan baru putusan MK tentu harus diterjemahkan dengan kebijakan dari pusat seperti apa,” kata Siti.
Siti menjelaskan, kondisi sekolah swasta di wilayah Kota Depok berbeda-beda, tentu harus ada standar pembiayaannya.
“Jadi harus ada standar berapa sih pembiayaan untuk siswa SD-SMP, jadi secara teknis tentu akan kita ikuti,” ungkapnya.
Selain itu, untuk menerapkan aturan MK tersebut, Disdik Kota Depok perlu berkoordinasi dengan banyak pihak, baik dari segi anggaran maupun kebijakan.
Saat ini, jumlah SMP negeri di Kota Depok masih tergolong sedikit, yakni hanya 34 saja tersebar di 11 kecamatan. Sedangkan, SMP swasta sekitar 200.
Siti menambahkan, untuk jumlah SD negeri dan swasta di Kota Depok relatif sama jumlahnya.
Pro-kontra Wali Murid
Menanggapi putusan MK soal SD-SMP digratiskan, wali murid di Kota Depok tak semuanya sejalan.
Seorang warga asal Sukmajaya, Yusuf menilai, semua orang pasti setuju jika sekolah negeri dan swasta digratiskan.
Namun, perlu adanya kesetaraan sekolah-sekolah swasta agar tidak ada ketimpangan.
“Cuma resikonya, pasti nanti swasta yang fasilitasnya bagus bakal ngebludak,” kata Yusuf, Jumat (6/6/2025).
Kata Yusuf, di Depok, banyak SD-SMP yang fasilitasnya bagus dan sebaliknya, banyak juga yang kurang memadai.
Jika pemerintah tidak menyamaratakan, maka sekolah swasta dengan fasilitas kurang memadai akan ditinggalkan murid-muridnya.
Yusuf mengaku memiliki dua anak yang masih duduk di bangku SD. Mereka sama-sama bersekolah di SD swasta wilayah Sukmajaya.
Untuk anak pertama masih duduk di kelas V SD memiliki tanggungan SPP Rp 500 ribu per bulan.
Sedangkan, anak kedua Yusuf masih duduk di kelas I SD memerlukan biaya SPP Rp 275 ribu.
“Sebelum masuk pun sudah diinformasikan, jumlah bayaran perbulannya, biaya masuknya, ketika anak itu dimasukin ke sekolah itu, artinya orang tua sudah punya estimasi budgeting sendiri, bahwa dia sanggup gitu,” ujarnya.
“Kalau misalnya biaya terlalu tinggi, pasti enggak bakal disekolahkan, kalau misalnya dia orang tuanya ngerasa enggak sanggup nyekolahin di situ, nggak bakal dimasukin ke situ,” sambungnya.
Dibandingkan menggratiskan sekolah swasta, Yusuf lebih memilih pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan yang layak untuk warganya.
Dengan perekonomian yang stabil, orang tua dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah terbaik tanpa perlu bantuan pemerintah.
“Jadi ketika bapaknya semuanya pada kerja, otomatis dia bisa milih sendiri buat pendidikan yang baik buat anak-anaknya,” ujarnya.
Lain dengan Yusuf, Putri Nabila (40) mendukung sepenuhnya putusan MK tentang pendidikan dasar SD-SMP digratiskan.
Bagi Putri, jika Pemerintah menanggung biaya pendidikan SD-SMP baik di negeri dan swasta, maka masyarakat tidak lagi berebut sekolah negeri.
“Kalau saya sepenuhnya mendukung, selain bisa meringankan biaya, kita tidak lagi berebut sekolah negeri,” kaga Putri.
Meski demikian, Putri berharap agar putusan tersebut dilaksanakan secara serius oleh pemerintah.
“Sama Presiden Prabowo optimis sih, cuma harus ada keseriusan, jangan cuma wacana,” pungkasnya. (m38)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.