Banjir
Alih Fungsi Lahan di Kawasan Puncak Bogor Diduga Jadi Penyebab Banjir Parah di Jabodetabek
Dia menambahkan perubahan landscape di Puncak makin parah sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2022.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: murtopo
Laporan wartawan Wartakotalive.com Hironimus Rama
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, CISARUA - Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dikepung banjur besar pada Selasa (4/3/2025).
Banjir disebabkan intensitas curah hujan yang tinggi dengan durasi lama di kawasan Puncak, Kabupaten Bohor Bogor.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan air yang mengguyur kawasan Puncak saat banjir besar diperkirakan mencapai 35 juta meter kubik.
"Pada saat kejadian, total curah hujan dari turun hujan dari 28 Februari sampai 2 Maret yang menyebabkan banjir besar itu adalah 247 milimeter," kata Hanif saat melakukan inspeksi dadakan (sidak) kawasan Puncak di Cisarua, Kamis (6/3/2025).
Baca juga: Tempat Wisata Hibisc Fantasy di Puncak Bogor Milik BUMD Jabar Penyebab Banjir Bandang, Dedi: Bongkar
"Kalau dikalikan landscape Puncak sebesar 15.000 hektar, maka air hujan yang turun sebanyak 35 juta meter kubik," imbuhnya.
Dia menjelaskan DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung ini seperti corong air yang masuk ke selang.
"Kita bayangkan air dari 15.000 hektar kawasan Puncak masuk ke dalam selang kecil sepanjang 126 kilometer ke arah Jakarta, pasti akan tersumbat," paparnya.
Selain itu, topografi ini disebabkan karena landscape kawasan Jabodetabek yang kurang begitu bagus.
Baca juga: Sampah Menumpuk di Setu Pangarengan Jadi Penyebab Banjir di Taman Duta Depok
"Titik tertinggi di kawasan Puncak sekitar 1300, sementara di Jakarta sebagai hilir hanya 4 meter. Jadi hanya dalam 126 km, topografinya jatuh. Jika terjadi banjir di hulu maka air mengalir deras ke hiilir," beber Hanif.
Dengan landscape seperti itu, lanjut dia, tanpa dilindungi hutan pegunungan, maka terjadi erosivitas di angka 0,6 persen. Artinya setiap 1 liter hujan, maka 0,6 liter akan turun langsung.
"Landscape seperti itu membuat air menjadi tidak tertahan," tutur Hanif.
Menurutnya, air itu sebenarnya bisa ditahan oleh keberadaan pohon. Namun pohon makin berkurang jumlahnya akibat pembangunan tempat wisata yang masif.
Baca juga: Pemkot Depok Bakal Bongkar Bangunan Penyumbat Saluran Air Biang Kerok Banjir di Jalan Margonda Raya
"Dulu saat Puncak masih dominan kebun teh, air masih bisa ditahan. Namun sejak kebun teh dialihfungsikan menjadi bangunan wisata dan pemukiman maka tidak ada penahan," papar Hanif.
Dia menambahkan perubahan landscape di Puncak makin parah sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2022 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022-2042.
Perda ini mengizinkan alih fungsi lahan di Puncak Bogor menjadi kawasan pertanian dan pemukiman.
"Tahun 2010, 15.000 hektar segmen 1 DAS Ciliwung masih berupa kawasan lindung dan kawasan konservasi badan air. Sejak 2022, sekira 8.000 hektar berubah menjadi lahan pertanian dan pemukiman," ungkapnya.
Baca juga: Tak Ada Informasi Saat Banjir, Pedagang di Hypermall Mega Bekasi Minta Pihak Mall Tanggung Jawab
"Tahun 2010, pemukiman hanya sekitar 500 hektar, saat ini sudah 1.500 hektar. Saat ini resort-resort gede ada di badan air," tambah Hanif.
Dengan perubahan landscape seperti ini, Kementerian Lingkungan Hidup akan melakukan koreksi atas tata ruang di kawasan Puncak untuk mencegah terjadinya banjir besar.
"Kita akan koreksi secara detial. Kita akan cek semua. Tata ruang Puncak harus kita koreksi habis karena ini yang menyebabkan meledaknya pemukiman," tandas Hanif.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.