Wacana Tarif KRL Berbasis NIK, Pengamat Beberkan Dampaknya untuk Transportasi Daerah 3T

Diketahui, skema itu telah tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang telah diserahkan pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama.

Editor: murtopo
Wartakotalive.com/Nuri Yatul Hikmah
Akhir-akhir ini ramai protes masyarakat terkait wacana pemerintah yang hendak mengubah skema pemberian subsidi tiket commuter line (KRL) Jabodetabek menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).  

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, PALMERAH — Akhir-akhir ini ramai protes masyarakat terkait wacana pemerintah yang hendak mengubah skema pemberian subsidi tiket commuter line (KRL) Jabodetabek menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

Diketahui, skema itu telah tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang telah diserahkan pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama.

Menurut pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, wacana kenaikan tarif KRL Jabodetabek sebenarnya sudah dibahas sejak 2018 lalu.

Pembahasan itu dilakukan dengan tujuan agar pola subsidi transportasi umum KRL tepat sasaran.

Pasalnya, lanjut Djoko, nilai public service obligation (PSO) yang diberikan pemerintah untuk KRL Jabodetabek per-tahunnya mencapai Rp 1,6 miliar.

Nilai itu menurut Djoko sangat jauh perbandingannya dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia yang juga membutuhkan transpotasi publik.

"Kadang-kadang kalau dibandingkan bis Perintis yang melayani 300 lebih rute di daerah 3T, tertinggal, terluar, terdepan, dan perbatasan itu hanya mendapat sekitar Rp 188 miliar," kata Djoko kepada Warta Kota, Senin (2/9/2024).

Baca juga: Pengguna KRL Commuterline Jabodetabek Melonjak saat Hari Kedua Lebaran, Tujuan Terbanyak ke Bogor

Padahal menurut Djoko, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang benar-benar membutuhkan subsidi untuk transportasi umumnya.

"Terutama kalau dilihat daerah-daerah pulau-pulau kecil, kalau dilihat daerah pertambangan yang hasil tambangnya dinikmati sebagian besar oleh masyarakat di Jawa, sementara mereka tidak ada layanan angkutan publik," jelas dia.

"Mereka masih hidup di bawah, katakanlah rata-rata tidak sejahtera yang ada di Jawa," imbuhnya.

Oleh sebab itu, Djoko memandang jika perlu ada pemikiran terkait bagaimana subsidi yang tepat sasaran diberikan pada KRL Jabodetabek.

Baca juga: PT KAI Commuter Indonesia Isyaratkan Bakal Ada Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek

Jika PSO teradap KRL Jabodetabek dikurangi atau disesuaikan subsidinya, maka sejumlah daerah 3T itu akan mendapatkan tambahan PSO sehingga kualitas transportasi publiknya bisa jauh lebih baik.

Djoko mengungkap, Direktorat Jenderal Perkeretaapian pernah menganalisis para pengguna KRL pada hari Sabtu dan Minggu.

Hasilnya, pengguna KRL pada Sabtu mencapai 5 persen, sementara pada Minggu hanya 2 persen. Sisanya, menggunakan KRL untuk bepergian, wisata, dannlain sebagainya.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved