Berita UI

Orang Agresif Bila Stres Berbahaya, Psikolog UI Sampaikan Tips Pencegahannya

Kadang peristiwa kecil dapat menyebabkan orang stres. Pakar Psikologi Klinis Universitas Indonesia Dini Rahma Bintari sampaikan tipsnya.

Editor: dodi hasanuddin
Humas dan KIP UI
Orang Agresif Bila Stres Berbahaya, Psikolog UI Sampaikan Tips Pencegahannya 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA -  Belakangan ini tindakan bunuh diri kerap terjadi. Hal ini menjadiperhatian publik.

Sebab, tindakan bunuh diri tersebut dilakukan oleh mereka yang tergolong usia muda.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Organisasi Riset Kesehatan–BRIN, Yurika Fauzia Wardhani cukup mencengangkan.

Baca juga: Anak-anak di Dua Desa di Kabupaten Bogor Terpapar Timbal, Peneliti UI Sampaikan Bahayanya

Sepanjang tahun 2012 - 2023, dari 2.112 kasus bunuh diri di Indonesia, terdapat 985 kasus yang terjadi pada remaja atau sekitar 46,63 persen dari total keseluruhan.

Alasan dibalik perilaku tersebut adalah masalah psikologis atau tingkat stres yang tinggi.

Oleh karena itu perlu dicari tahu lebih lanjut penyebab stres yang menyebabkan tindakan bunuh diri.

Pakar Psikologi Klinis Universitas Indonesia (UI) Dini Rahma Bintari, S.Psi., M.Psi., Ph.D., angkat bicara.

Baca juga: Raih Gelar Doktor Ilmu Politik di UI, Caleg Nasdem Dapat Karangan Bunga dari Anies Baswedan

Dini menjelaskan, stres adalah suatu kondisi yang merupakan hasil interaksi antara orang dan lingkungannya yang mengandung kesenjangan antara tuntutan sebuah situasi dengan sumber daya atau kemampuan biologis, psikologis, ataupun sistem sosial individu.

Kesenjangan antara tuntutan dan kemampuan ini dapat berupa hal yang nyata secara faktual, maupun hanya persepsi yang tidak realistis dari individu tersebut mengenai diri dan lingkungannya.

Persoalan sehari-hari, konflik dengan orang lain, frustrasi, dan trauma juga termasuk jenis stres dalam bentuk yang khusus.

Baca juga: Mahasiswa Program Doktor FIA UI Beri Masukan Pemprov DKI Jakarta Soal Pegawai Milenial yang Inovatif

Setiap hari, tentu saja kita menghadapi tantangan dari lingkungan yang dapat kita persepsikan sebagai stressor atau penyebab stres.

"Misalnya, kita setiap hari menghadapi kemacetan atau kerepotan di rumah tangga, atau masalah di
kantor, atau konflik dengan teman dan kerabat,” ujar Dini.

Pada kenyataannya, lanjut Dini, tidak semua hal yang mungkin menjadi penyebab stres kemudian dapat
membuat seseorang menjadi stres.

Ada perjalanan panjang dari sebuah penyebabnya hingga menjadikan orang tersebut menjadi stres berat atau menimbulkan perilaku yang tidak biasa, bahkan perilaku yang mengganggu diri maupun orang lain.

Besarnya penyebab stres, lamanya, dan seringnya seseorang mengalami penyebab itu dapat menentukan seberapa tingkat stres orang tersebut.

Di sisi individu pribadi, bagaimana cara pandang mengenai beratnya penyebab stres dan seberapa mampu untuk mengatasinya, juga menentukan apakah penyebab stres akan memicu tingkat stres yang lebih tinggi.

“Apakah kita sudah ‘kena mental’ atau kita dapat bertahan menghadapi stres? Bila ingin
meningkatkan kemampuan menghadapi stres, kita perlu mengenali dan mengelola stres pada diri
kita," ujar Dini.

Dampak Stres Berbeda-beda

Stres memiliki dampak yang berbeda-beda pada setiap orang, katanya lagi, karena itu perlu mengenali perubahan yang paling mudah terjadi pada diri seseorang saat mengalami stres.

Dini, yang juga pengajar di Fakultas Psikologi (FPsi) UI, menjelaskan, terdapat empat kategori
dari dampak stres, yaitu perasaan, pikiran, fisik, dan perilaku.

Berbagai dampak tersebut bisa muncul keempatnya dalam diri individu, meskipun tiap orang ada pola yang paling dominan.

Baca juga: Jadi Doktor Kriminologi ke-40 FISIP UI, Mulyani Rahayu Kaji Soal Perilaku Lesbian di Lapas Perempuan

Misalnya, ada orang yang perasaaannya mudah terganggu, tapi kinerjanya tidak terganggu.

Namun, pada stres yang berat, biasanya berdampak besar pada keseluruhan empat kategori tersebut.

“Stres dialami melalui beberapa tahap di dalam diri kita untuk dapat menyebabkan dampak yang
besar terhadap kehidupan seseorang. Bila kita mengenali dari awal tahapan stres yang dihadapi, maka
kita dapat melakukan berbagai cara untuk mengatasinya agar tidak berdampak lebih dalam di
kehidupan kita,” kata Dini.

Tahapan Stres

Dini menyebutkan bahwa tahapan stres itu terbagi lima.

Tahap menghadapi sumber stres, persepsi terhadap sumber stres, kelola respon emosi, mulai berdampak pada kondisi fisik, dan konsekuensi yang lebih berat.

Salah satu dampak yang dapat menjadi konsekuensi berat dari stres yang tidak tertangani dengan
baik adalah agresivitas yang dapat meningkat.

Contohnya yang belakangan ini sering terdengar, yaitu bunuh diri dan pembunuhan.

Emosi negatif termasuk kemarahan dan kekecewaan yang tidak tertangani dapat menurunkan kemampuan kontrol diri serta kemampuan berpikir logis dan sehat.

Hal ini menurunkan kemampuan memilih tindakan yang tepat dalam menghadapi masalah.

Pola Kepribadian

Faktor pola kepribadian juga menjadi hal yang menentukan tindakan yang akan diambil seseorang bila
mengalami konsekuensi stres berat ini.

Orang yang cenderung menyimpan masalah dan merasa tidak berdaya menghadapi lingkungan, akan
lebih cenderung menyakiti diri sendiri yang dapat berakibat lebih berat hingga bunuh diri.

Baca juga: Buat Generasi Sandwich, Ini Tips dari Psikolog UI Hadapi Kenyataan Hidup di Tahun 2024

Sementara itu, orang yang cenderung ekspresif dan meledak-ledak lebih mungkin untuk bersikap
agresif ke orang lain dan dapat saja melakukan pembunuhan.

Namun, tidak tertutup kemungkinan orang yang terkesan pendiam, memiliki pola pikir yang kurang tepat karena stres yang berat.

Setelah cukup lama dalam kondisi tersebut, kemudian berpikir bahwa dengan membunuh akan menyelesaikan persoalan hidupnya.

Bukan Alasan Tunggal

Pada dasarnya, semua kejadian tentu saja bukan terjadi karena alasan tunggal, sehingga masalah
perlu dilihat secara komprehensif dari berbagai sudut pandang untuk setiap kasus individual.

Stres bukanlah satu-satunya penyebab tindakan kriminal maupun menyakiti diri sendiri.

"Sebagai sesama manusia, tentu kita perlu saling mendukung agar diri kita dan orang di sekitar kita tidak mengalami stres secara berkelanjutan dan menjadi semakin berat. Cobalah untuk lebih memahami orang lain, dan membuat situasi menjadi cukup nyaman secara psikologis untuk orang di sekitar Anda,” ujar
Dini.

Menurutnya, lingkungan sosial yang saling berelasi dengan hangat, mendukung kesehatan psikologis
dan fisik orang lain, dan kemampuan komunikasi yang baik akan sangat membantu membuat
masyarakat menjadi lebih sehat dan dapat mengurangi kriminalitas.

Banyak hal yang bisa lakukan untuk mengurangi stres di lingkungan, misalnya lingkungan warga yang saling berkomunikasi, kegiatan olahraga di perumahan, atau pemberian dukungan makanan bagi yang membutuhkan.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved