Penelitian UI
Guru Besar FMIPA UI Temukan Cara Penanggulangan Limbah Zat Warna Berbahaya Jadi Air Bersih
Prof. Dr. Dra. Helmiyati, M.Si. sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kimia Fisik Polimer, Departemen Kimia FMIPA UI.
Sejumlah besar limbah zat warna yang dihasilkan dari berbagai industri, seperti industri tekstil, plastik, kertas, makanan, dan kosmetik, tidak dapat dibuang tanpa pengolahan yang memadai.
Karena polutan zat warna yang berasal dari industri merupakan salah satu penyebab utama terjadinya pencemaran sistem ekologi.
Baca juga: Kembangkan Industri, UI dan TNI AL Susuri Kepulauan Seribu dan Pulau Untung Jawa dengan KRI Barakuda
Bahkan, dalam jumlah yang sedikit, polutan zat warna dapat menjadi sangat toksik karena memiliki struktur yang kompleks, sehingga sulit untuk didegradasi.
Pewarna azo merupakan golongan senyawa organik yang terdapat pada zat warna yang dapat menghasilkan amina aromatik yang karsinogenik, seperti benzidin, 3,3-dimetilbenzidin, 3,3-dimetioksibenzidin, dan 2,4- toluilendiamin.
Senyawa ini dapat menyebabkan kanker dan hampir 70 persen dari pewarna sintesis mengandung
gugus azo. Hal ini disebabkan karena pewarna sintesis memiliki ketahanan terhadap cahaya, asam, dan alkali.
Oleh karena itu, Penggunaan material semikonduktor oksida logam bermanfaat sebagai katalis dalam
fotokatalisis karena memiliki stabilitas yang tinggi, tersedia di alam, dan tidak beracun.
Semikonduktor zirkonium oksida merupakan material yang cocok untuk fotokatalisis dengan kelebihan tidak toksik, kestabilan yang tinggi, murah, konduktivitas termal yang rendah, tidak larut dalam air, aktivitas katalitik yang tinggi, dan bersifat optik.
Zirkonium oksida bersifat stabil, hidrofilik, diproduksi dengan biaya murah, dan bersifat semikonduktor dengan celah pita 5,0 – 7,0 eV yang berarti berada pada daerah sinar UV.
Salah satu metode untuk menurunkan energi celah pita dan peningkatan aktivitas fotokatalitik adalah doping dengan semikonduktor yang mempunyai energi celah pita kecil/sempit.
Adapun di bidang kesehatan, nanokomposit diaplikasikan untuk material antibakteri sebagai hidrogel obat luka, kain dengan anti bakteri, dan kemasan makanan.
Material antibakteri tentu sangat penting, terutama di masa pascapandemi. Plastik berbahan dasar minyak bumi merupakan bahan pengemas yang sering digunakan karena ketersediaannya yang besar dengan biaya yang murah.
Namun, penggunaannya secara terus-menerus dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan, munculnya limbah yang tidak dapat terurai, dan pencemaran lingkungan.
Pengemasan makanan dengan bahan film nanokomposit berbasis biopolimer merupakan salah satu solusi untuk mengurangi limbah plastik, khususnya limbah yang ditimbulkan oleh industri makanan.
Pengemas makanan dengan biopolimer memiliki sifat biodegradable, termasuk karbohidrat, protein, lipid, dan kompositnya.
Sumber biopolimer adalah biopolimer alami, biopolimer mikroba, dan polimer sintetik yang dapat terurai secara hayati.
Biopolimer alami adalah pati, kitosan, selulosa, dan turunan dari karbohidrat.
Peneliti UI Ungkap Pengaruh Segel Tutup Botol Minuman Kemasan Terhadap Kesehatan |
![]() |
---|
Temukan Antibodi Berikan Perbaikan Kognitif Penyakit Alzheimer, Mahasiswa FKUI Juara 1 JakNews 2025 |
![]() |
---|
UI Ciptakan Alat Pemurniaan Air Lebih Unggul, Air Hujan dan Banjir serta AC Bisa Diminum |
![]() |
---|
Dari Kulit Kakao Guru Besar UI Ungkap Indonesia Bisa Mandiri dan Jadi Eksportir Bahan Baku Farmasi |
![]() |
---|
Guru Besar UI Ungkap MTQ Simbol Politik Merangkul Elemen Islam dalam Upaya Pembangunan Nasional |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.