Penembakan di Kantor MUI, Pelaku Miliki Tabungan Rp 800 Juta, Diduga Ada Dalang Dibalik Layar

pihaknya telah bekerja sama dengan aparat kepolisian di tempat tinggal Mustofa untuk mengungkap siapa sebenarnya pelaku penembakan itu

Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
Sekertaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah saat ditemui di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023). 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, MENTENG - Mustofa (60) pelaku penembakkan pintu kaca Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) rupanya memiliki harta kekayaan yang fantastis. 

Sekertaris Jenderal (Sekjen) MUI bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah mengungkap jika pelaku memiliki rekening tabungan yang totalnya mencapai Rp 800 juta. 
"Seorang Mustofa memiliki rekening tabungan yang ratusan juta mutasinya sampai dengan April itu sampai Rp 800 juta. Kalau dia seorang petani atau orang gila, enggak mungkin," ujar Ikhsan kepada awak media di Kantor MUI, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023). 
Ikhsan berujar, ada indikasi yang mengarah pada fakta bahwasannya Mustofa merupakan aktor yang digerakkan oleh pihak tertentu. 
Oleh karena itu, pihaknya telah bekerja sama dengan aparat kepolisian di tempat tinggal Mustofa untuk mengungkap siapa sebenarnya pelaku penembakan itu.
"Kami juga sudah bekerja sama dengan Kapolres Pesawaran dan Alhamdulillah sudah menemukan profiling dan jejak digital yang bersangkutan," kata Ikhsan.
"Ini makin memperdalam kami niatannya adalah untuk menginvestigasi. Tidak boleh kasus ini berhenti," jelas Ikhsan. 
Mustafa Seorang Residivis
Pelaku penembakkan kaca Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Menteng, Jakarta Pusat, rupanya seorang residivis kasus pengerusakan di Lampung. Dia sempat divonis tiga bulan pada 2016 lalu.
Adapun pelaku tersebut bernama Mustofa (60). Hal tersebut diketahui dari keterangan nama yang dibubuhkannya dalam surat-surat bernada ancaman kepada MUI. 
Latar belakang pelaku pun telah terkonfirmasi oleh Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi saat ditemui di Polsek Menteng, Selasa (2/5/2023) malam.
"Berdasarkan koordinasikan kami dengan Polda Lampung dan juga kan meminta data-data yang bersangkutan, ternyata yang bersangkutan ini juga residivis," ujar Hengki.
"Pada tahun 2016, yang bersangkutan pernah divonis terkait dengan pengurusakan. Divonis tiga bulan," imbuhnya.
Hengki pun lantas mempertanyakan kejiwaan pelaku. Pasanya menurut dia, jika pelaku mengalami gangguan kejiwaan, mengapa ia dijatuhkan vonis saat berkasus itu.
Oleh karenanya, kini pihaknya bersama tim Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) bertolak langsung ke Lampung untuk mendalami latar belakang pelaku secara komprehensif.
"Artinya yang bersangkutan ini termasuk mengalami gangguan jiwa, tapi gangguan jiwa kok disidang dan divonis?" tanya Hengki heran.
"Tim Apsifor sekarang yang datang ke Lampung bersama tim penyidik Polda Metro Jaya ke Lampung bekerja sama dengan Polda Lampung untuk mendalami secara komperhensif, seperti apa latar belakang psikologisnya, apa latar belakang perilaku yang bersangkutan, untuk mengetahui motif dan melaksanakan penyelidikan secara lebih mendalam," lanjutnya.
Hengki menyebut, oleh sebab pelakunya sudah meninggal dunia, maka metode penyelidikan untuk mengulas latar belakang pelaku adalah dengan melakukan autopsi psikologis. 
"Karena pelakunya sudah meninggal dunia, yang kami lakukan adalah autopsi psikologi, metodenya adalah retrospektif," jelas Hengki.
"Ke belakang nanti akan ada profiling secara lengkap oleh tim Apsifor bersama tim Jatanras, Penyidik Ditreskrimum," imbuh dia. (m40)
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved