Berita UI

Ketua Dewan Guru Besar UI Bicara Soal Pemanfaatan ChatGPT di Lingkungan Akademik, Apa Itu ChatGPT?

Reimagine education penting dalam pemanfaatan ChatGPT di lingkungan akademik. Ini penjelasan Ketua Dewan Guru Besar UI Prof. Harkristuti Harkrisnowo.

Penulis: dodi hasanuddin | Editor: dodi hasanuddin
Humas dan KIP UI
Ketua Dewan Guru Besar UI Bicara Soal Pemanfaatan ChatGPT di Lingkungan Akademik, Apa Itu ChatGPT? 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Guru Besar UI Bicara Soal Pemanfaatan ChatGPT di Lingkungan Akademik, Apa Itu ChatGPT?

“Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) pada dasarnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia karena memiliki transformational power yang luar biasa, mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, perekonomian, kebijakan publik, governance, dan lainnya.

"Namun, seperti halnya hal-hal baru di dunia ini, selain membawa kebaruan dan keuntungan, ternyata AI juga membuka jendela bagi hal-hal yang berpotensi distruptif,” ujar Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D. selaku Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI), pada Sabtu (25/3/2023), dalam webinar bertajuk “Etika Penggunaan ChatGPT di Lingkungan Akademik”.

Baca juga: Linguistik Forensik Punya Peran Penting Memecahkan Kasus Hukum, Ini Penjelasan Wakil Dekan FIB UI

Chat Generative Pre-Trained Transformer (ChatGPT) merupakan salah satu produk AI yang diciptakan
untuk memenuhi keingintahuan manusia mengenai segala hal.

ChatGPT mengalami perkembangan yang sangat cepat, sejak generasi pertama diperkenalkan tahun 2018, dan terakhir dirilis ChatGPT generasi keempat tahun 2023, yang kemampuannya lebih dari 10 kali lipat dari generasi pertama.

Dalam bidang pendidikan, mahasiswa dan murid bisa menanyakan soal ujian dari bidang ilmu apa saja,
bahkan dapat dimanfaatkan untuk penyusunan karya tulis hanya dengan memasukkan kata kunci
tertentu.

Meski begitu, kemampuan ChatGPT yang sangat tinggi membuka peluang terbukanya fenomena parallel atau dua sisi mata uang, yakni sisi terang teknologi berupa kemudahan yang luar biasa bagi para pembelajar di dunia pendidikan; dan sisi gelap teknologi, baik dari aspek keterbatasan teknologi, persoalan etika, dan bahkan terbelenggunya sisi kemanusiaan.

Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Komputer UI, Prof. Drs. Heru Suhartanto, M.Sc., Ph.D., dari sisi
terang manfaat ChatGPT, ada sekitar 80 cara untuk memanfaatkan ChatGPT di ruang kelas dengan
kemampuan, kecepatan, dan akurasi penyediaan informasi.

Hal ini diamini oleh Ketua Panitia Webinar, Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, M.Sc., M.M., yang menyebut bahwa ChatGPT dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan teks berkualitas melalui konsep Reimagine Education.

“Ini karena ChatGPT memiliki kemampuan untuk menjawab pertanyaan dengan akurasi yang tinggi
dan mengambil informasi dari sumber daya eksternal, seperti Wikipedia. Selain itu, ChatGPT juga dapat
digunakan untuk menerjemahkan teks dari satu bahasa ke bahasa lain dengan akurasi yang baik serta
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan teks yang tidak lengkap dengan menggunakan konteks dan
informasi yang diberikan,” ujar Prof. Riri.

Baca juga: UI Jadi Perguruan Tinggi No 1 di Indonesia pada Kategori Broad Subjects dan Narrow Subjects 2023 

Meski demikian, ada sisi gelap dari penggunaan ChatGPT yang juga harus diperhatikan, seperti
misinformation, disinformation, dan malinformation yang berdampak pada persoalan hukum dan etika.

Bahkan, persoalan hukum yang bertingkat pada level kebijakan global dan nasional sudah diidentifikasi.
Beberapa dampak buruk penggunaan ChatGPT adalah akurasi yang tidak 100 persen, karena data yang
diambil dari internet kurang lengkap. Ketidaklengkapan ini bisa disebabkan kurangnya konteks.

Menurut Guru Besar Fasilkom UI, Prof. Dr. Wisnu Jatmiko, M. Kom.Eng., ChatGPT cerdas, tetapi
dapat salah memahami konteks sehingga menghasilkan output yang tidak benar.

ChatGPT dilatih dengan data, dan jika data tersebut bias, mesin juga akan bias. Selain itu, pemanfaatan ChatGPT yang kurang tepat juga dapat menumpulkan pemikiran kritis mahasiswa.

Padahal, salah satu hal paling berharga yang dapat dikembangkan oleh siswa adalah pemikiran kritis.

“Jika jawaban dari seluruh pertanyaan selalu tersedia di ujung jari mereka, mereka merasa tidak perlu berpikir sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa meminta ChatGPT untuk menuliskan esai untuk mereka, hal itu tidak hanya membuat kurangnya pemikiran asli, tetapi juga merupakan bentuk plagiarisme,” ujar Prof. Wisnu.

Baca juga: Susun Pedoman Etika Penggunaan ChatGPT, Guru Besar UI Gelar Seminar untuk Dapatkan Masukkan

Melihat sisi terang dan gelap dari penggunaan ChatGPT, Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
(FIB) UI, Dr. Fuad Gani, S.S., M.A., menyebutkan bahwa perlunya bersikap bijak dalam memanfaatkan
ChatGPT.

Perguruan tinggi tidak dapat lepas dari persaingan masa depan, terutama dalam hal teknologinya, sehingga harus tetap berusaha untuk menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan masa depan.

Ia mengatakan, Perguruan Tinggi sebaiknya menerima bahwa AI sedang dan
akan terus digunakan. Alat AI akan terus berkembang dan menjadi semakin penting dalam berbagai
disiplin ilmu.

"Oleh karena itu, Perguruan Tinggi perlu mengeluarkan pedoman yang lentur dan luas
karena teknologi AI akan terus berkembang dengan cepat," tutur Dr. Fuad.

Pada webinar tersebut, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Dr. (H.C.) Noni Purnomo, B.Eng.,
M.B.A., dan Anggota Senat Akademik, Prof. Dr.-Ing. Kalamullah Ramli, M.Eng., juga hadir untuk
memberi tanggapan.

Baca juga: Kisah Suami Istri Raih Gelar Doktor di UI yang Termotivasi Sang Anak Lulus Duluan dari FTUI

MWA menyampaikan dorongannya atas pemanfaatan teknologi AI sebagai enabler untuk kemaslahatan human being.

Sementara itu, SA UI menyadari perannya sesuai dengan Statuta UI dalam pengawasan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, termasuk dampak penggunaan ChatGPT.

Oleh karena itu, disarankan untuk merumuskan regulasi tingkat universitas terkait penegakan
etika pemanfaatan teknologi AI.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, juga menekankan
bahwa fenomena dua sisi mata uang teknologi serta fenomena paralel ChatGPT harus dimanfaatkan
dengan hati-hati dan bijak.

Para dekan yang hadir, antara lain Dekan Fakultas Farmasi, Prof. Dr. apt. Arry Yanuar, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan, Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N, dan Dekan Fakultas Hukum, Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M.

Kemudian Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto; dan Dekan Fakultas Psikologi, Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog, juga turut menanggapi fenomena ChatGPT.

Beberapa tanggapan dari para dekan, antara lain terkait perubahan atau penyesuaian paradigma
pendidikan dan pembelajaran untuk mempersiapkan mahasiswa atas kehadiran teknologi termasuk
ChatGPT.

Proses pembelajaran yang melatih art of writing dan art of argument tidak tergantikan oleh
teknologi.

Oleh karena itu, perlu ditekankan pentingnya higher order thinking, utamanya dari aspek
kecerdasan manusia yang tidak tergantikan dengan teknologi.

UI perlu melakukan reimagine education dengan memanfaatkan sisi terang teknologi ChatGPT, dengan sekaligus meminimalisasi sisi gelap teknologi ChatGPT pada dunia Pendidikan.

Webinar yang diselenggarakan Komite I dan Komite V DGB UI dan dimoderatori oleh Guru Besar FIB
UI, Prof. Dr. Bambang Wibawarta, M.A., ini juga memberikan catatan terkait regulasi tingkat UndangUndang (UU) sebagaimana telah diberlakukan di beberapa negara.

Hal tersebut perlu juga didalami kaitannya dengan UU yang sudah ada, termasuk UU tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Catatancatatan tersebut dirangkum oleh Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto dari FISIP UI dan Prof. Dr. dr. A. Fauzi Kamal, SpOT(K) dari Fakultas Kedokteran UI.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved