Metropolitan

DPRD DKI Bakal Dilema Sahkan Raperda ERP, Bisa Pengaruhi Konstituen Ketika Pemilu 2024

DPRD DKI Bakal Dilema Sahkan Raperda ERP, Bisa Pengaruhi Konstituen Ketika Pemilu 2024

Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
Kendaraan melintas di bawah alat electronic road pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (13/11/2022) 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - DPRD DKI Jakarta bakal dilema untuk mengesahkan rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE).

Pengesahan ini bisa memudarkan kepercayaan masyarakat kepada mereka yang akan kembali maju sebagai wakil rakyat, karena warga harus mengeluarkan duit untuk melintasi jalan di Ibu Kota.

 

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan pada Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, secara politis dia meragukan anggota dewan akan meloloskan Raperda soal jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) tersebut.

Kata dia, konstituen yang menolak ERP kemungkinan besar tidak akan memilihnya kembali.

“Sementara jika tidak dijadikan Perda, Jakarta akan tambah semakin macet maka warga nanti akan menyalahkan DPRD bukan Gubernur,” ujar Djoko berdasarkan keterangannya pada Rabu (18/1/2023) pagi.

 

Menurut dia, penerapan ERP lebih tepat ketika Pemprov DKI Jakarta dipimpin oleh Pj Gubernur Heru Budi Hartono yang tidak memiliki beban politik.

Heru awalnya mengemban amanah Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) RI, kemudian ditunjuk Presiden RI Joko Widodo untuk merangkap jabatan sebagai Pj Gubernur DKI.

Baca juga: Jihane Almira Perankan Seorang Hacker Dalam Film ADAGIUM: Ini Karakter Impianku

Baca juga: Ternyata di Tahun 2022 Terdapat Ribuan Janda Baru di Karawang, Didominasi Istri Gugat Cerai Suami

“ERP adalah kebijakan yang sangat tidak populer, mungkin hanya yang peduli terhadap transportasi dan lingkungan saja yang setuju, selebihnya akan menolak sehingga hanya Gubernur yang tidak peduli pada popularitas saja yang berani melaksanakannya, atau kalau nanti ada undang-undang yang mewajibkan Gubernur untuk melaksanakan itu,” jelasnya.

 

Sementara untuk besaran tarif ERP, kata dia, sebaiknya DKI Jakarta juga mematangkan kajiannya. Di sisi lain, Djoko juga mengingatkan Dishub DKI Jakarta untuk mengendalikan kemacetan lebih efektif, seperti penerapan tarif parkir yang progresif di pusat kota, serta pajak kendaraan progresif.

 

“Tarif ERP yang dikenakan bisa ditinggikan lagi, tarif Rp 5.000 - Rp 20.000 masih terlalu rendah (batas tertinggi bisa mencapai Rp 75.000). Tujuannya, agar ada efek jera menggunakan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan umum,” kata Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata tersebut.

 

Sumber: Warta Kota
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved