Cinere Depok
Kisah Dalang Wayang Kulit di Depok Berhasil Menyekolahkan Anaknya Hingga S2 Pewayangan
Eyang Asman merupakan sapaan akrabnya, lahir pada 11 April 1944 membagikan kisah hidupnya selama menjadi dalang wayang kulit.
Penulis: Cahya Nugraha | Editor: murtopo
Laporan wartawan wartakotalive.com, Cahya Nugraha
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, CINERE - Memasuki gang sempit yang hanya cukup untuk satu motor, di ujung gang terdapat rumah sederhana, yang merupakan sanggar kesenian traditional.
Ki Asman Budi Prayitno (78) merupakan pendiri sanggar Nirmala Sari.
Bertempat di kediamannya yang sekaligus menjadi sanggar Nirmala Sari di Jalan Ismaya, Cinere, Depok, Jawa Barat pada Minggu (24/4/2022) Ki Asman Budi Prayitno membagikan ilmu mendalangnya ke generasi muda.
Eyang Asman merupakan sapaan akrabnya, lahir pada 11 April 1944 membagikan kisah hidupnya selama menjadi dalang wayang kulit.
Baca juga: Sanggar Nirmala Sari Cinere Depok Lahirkan Dalang Cilik Penerus Kesenian Tradisional Wayang Kulit
Minatnya terhadap wayang sejak kecil berasal dari keluarga yang menggemari dan suka menonton wayang di kampungnya Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Kalo nonton wayang ya sama keluarga, sama ayah saya digendong, pokoknya engga pernah absen dari pementasan wayang, sehingga itu melekat pada diri saya dan saya jadi suka," ucap Ki Asman.
Memasuki remaja, Ki Asman mencoba mencari tahu lagi tentang dunia wayang lebih dalam dari situlah ia mengenal tokoh-tokoh wayang, rupa, bentuk, sifat dan watak.
Faktor genealogis juga turut andil dalam kehidupan Ki Asman untuk membuat wayang. Sebab, berawal dari keluarganya inilah ia diperkenalkan dengan wayang.
Baca juga: Berdiri Sejak 1987, Sanggar Nirmala Sari tetap Setia Melatih Generasi Muda Kesenian Wayang Kulit
"Saya membuat wayang dengan dasar kenangan saya bersama orang tua dan faktor genealogis, faktor ini merupakan penyumbang terbesar dalam keputusan saya," ucap Ki Asman
Awalnya Ki Asman membuat wayang mini dari kardus dengan iringan musik pita kaset. Selanjutnya, ia memberanikan diri untuk pentas di pinggiran jalan.
"Waktu pentas pada tanun 1980 an itu banyak yang nanggap, orang pikir pada saat itu adalah wayang beneran, pas dilihat dari dekat ternyata wayang kardus," ucapnya tertawa.
Berawal dari sinilah Ki Asman memberanikan diri untuk pentas di beberapa wilayah antara lain Kebayoran Lama, Tebet, dan Depok. Hingga pada tahun 1985-1986 Ki Asman pentas di Taman Mini.
Baca juga: Ngabuburit Kaji Budaya di Situ Pengasinan Depok, Kurang Harmonis Pembangunan Infrastruktur dan SDM
Meski begitu Ki Asman belum memiliki wayang kulit asli, akhirnya ia memesan di tanah kelahirannya Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Awalnya saya pesan 10 wayang kulit di daerah asal saya, terus pesen 5, lalu 20. Terus meningkat," ucapnya.