Ramadan

Kisah Awal Mula Berdirinya Pesantren Al-Nahdlah di Bojongsari Depok dan Perjalanannya Hingga Kini

Selama 16 tahun Al-Nahdlah sudah mengajarkan berbagai ilmu kepada para santri dan santriwati.

Editor: murtopo
Wartakotalive.com/Ramadhan L Q
Pesantren Al-Nahdlah berada di Jalan Serua Bulak Raya No 50, Pondok Petir, Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Ramadhan L Q

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, DEPOK - Pesantren Al-Nahdlah berada di Jalan Serua Bulak Raya No 50, Pondok Petir, Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat.

Pesantren tersebut mulai beroperasi atau menyelenggarakan pembelajaran pada 2006 lalu.

Artinya, selama 16 tahun Al-Nahdlah sudah mengajarkan berbagai ilmu kepada para santri dan santriwati.

Pesantren itu memiliki tiga lantai yang mana warna gedungnya didominasi warna hijau dan kuning.

Ada pula gedung lainnya milik Al-Nahdlah yang berada di seberang gedung tiga lantai itu.

Baca juga: Jelang Ramadan, Ade Yasin Kunjungi  Pesantren Raudhatul Falah Al Hasanah di Jasinga

Gedung itu tampak ada yang masih dalam proses pengerjaan, tetapi sudah dapat dipakai untuk belajar mengajar.

Ratusan santri serta santriwati datang dari berbagai daerah, mulai Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Pulau Sumatera, hingga Sulawesi.

Salah satu pengurus bernama Ustaz Miftahul Huda, Lc menjelaskan alasan pesantren itu memakai nama Al-Nahdlah.

"Karena para pendirinya adalah yang berhikmah di Nahdlatul Ulama (NU) waktu masih mudanya. Aktif di IPNU. Dulu Ikatan Putra, sekarang jadi Ikatan Pelajar," ujar Miftah, saat ditemui pada Kamis (7/4/2022) siang.

Baca juga: Mutiara Ramadan 1443 H, Imam Budi Hartono: Sebaik-baik Orang itu Belajar Alquran dan Mengamalkannya

"Jadi setelah selesai masa khidmat kepengurusan, Mereka berinisiatif untuk membuat lembaga pengkaderan NU. Salah satunya usaha mendirikan pesantren yang dinamakan Al-Nahdlah," sambungnya.

Adapun salah satu pendiri sekaligus pengasuh pesantren Al-Nahdlah adalah Dr. KH. M. Asrorun Niam Sholeh, M.A.

Asrorun Niam saat ini juga menjabat sebagai Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora RI.

Miftah mengatakan, secara bahasa, arti Al-Nahdlah adalah kebangkitan.

"Tapi ini secara filosofinya adalah karena kita termasuk kader-kadernya itu. Mencetak kader yang moderat seperti yang diajarkan oleh pendiri-pendirinya," tutur dia.

Baca juga: DPRD Kota Bogor Dapat Bunga Mawar Merah dari IPNU Setelah Sahkan Raperda Penyenggaraan Pesantren

Selain itu, Miftah turut menjelaskan visi besar dari Pesantren Al-Nahdlah, yakni berakhlakul karimah atau berbudi pekerti yang luhur.

"Sebagaimana perilaku Nabi ya sebelum diutus menjadi rasul. Itu yang digambarkan adalah atau sifat beliau yang akhlakul karimah. Bahkan nabi itu sebelum menjadi rasul, dia terpercaya ya menjadi punya gelar Al-Amin ya. Nah itu yang visi kita. Santri Al-Nahdlah harus mempunyai akhlak yang mulia," katanya.

"Yang kedua. Religius, agamis. Indikatornya adalah pesantren Al-Nahdlah itu harus paham Al-Qur’an. Tidak hanya membaca. Membaca salah satu indikator daripada paham Al-Qur’an. Punya hafalan Al-Qur’an, bacaanya bagus, terstandart sesuai dengan pedoman baca tulisan Al-Qur’an," lanjut Miftah.

Santri dan santriwati, ucapnya, juga diajarkan Metode Qiroati dan kajian kitab kuning yang menjadi salah satu kekhususan di pesantren itu.

Baca juga: DPRD Kota Bogor Bakal Tetapkan Perda Penyelenggaran Pondok Pesantren, Pemkot Wajib Bantu

Semua materi Pendidikan Agama Islam (PAI) sumber ajarnya menggunakan kitab kuning.

"Kitab kuning itu menjadi istilah di pesantren salaf, ya. Pesantren-pesantren di indonesia. Meski dia warnanya tidak lagi kuning. Itu sudah menjadi istilah saja. Dulu memang kertasnya kuning, tergantung bidang kajiannya. Ada fiqih, itu yang di ajarkan di sini, kemudian sejarah islam itu diajarkan," kata Miftah.

"Kemudian akidahnya, akhlaknya diajarkan, Agar anak-anak itu tidak hanya belajar keilmuwan tapi juga membiasakan akhlak yang mulia. Akhlak kepada guru, akhlak kepada orang tua, bahkan membawa kitab pun, itu ada akhlaknya. Ada adabnya," sambungnya.

Selain berakhlakul karimah dan religius, visi pesantren Al-Nahdlah, yaitu mencetak kader saintis.

Santri dan santriwati dibekali materi keilmuan modern sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman.

"Bahkan di awal awal itu, ketika masih ada UN, Al-Nahdlah itu menjadi terbaik saat UN. Tryoutnya terbaik se-Jawa Barat secara kelembagaan," tuturnya.

"Jadi bahkan ketika masih IC, MAN IC, di Kemenang itu ada MAN IC, di dua tempat, di Serpong dan di Gorontalo. Itu alumni Al-Nahdlah tiap tahunnya ada yang keterima di sana. Jadi didaftarkan 5, yang keterima 6," lanjut dia. (M31)

Sementara itu, seorang santri bernama Rio mengatakan dirinya sudah dua tahun di Pesantren Al-Nahdlah.

Awalnya, ia datang ke pesantren karena pilihan orangtua dan pada akhirnya senang berada di pesantren tersebut.

"Karena orangtua. Senang di sini karena banyak belajar agama, misalnya belajar kitab kuning," kata dia yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. (M31)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved