Wawancara Eksklusif

Sebelum Covid-19 Mewabah, FKUI Temukan Penyakit Aneh

Untuk kasus Covid-19 pertama kali diidap oleh warga Kota Depok, Ari mengatakan sebelumnya pihaknya telah ‘mencium’ adanya penyakit aneh.

Penulis: Vini Rizki Amelia | Editor: murtopo

Laporan Wartawan TribunnewsDepok.com, Vini Rizki Amelia 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, SALEMBA - Universitas Indonesia (UI) menanggapi wacana pemerintah untuk mengubah pandemi Covid-19 menjadi endemi. 

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP mengatakan meski nantinya status tersebut berubah menjadi endemi, bukan berarti Indonesia terbebas dari virus Corona.

Pria kelahiran Jakarta, 19 Juni 1966 menjabarkan yang dimaksud endemi sebenarnya adalah masyarakat masih bertemu dengan penyakit ini sama halnya dengan demam berdarah, yang ketika itu dinilai selesai namun ternyata jadi endemi lantaran virusnya masih ada di sekitar kita.

“Jadi, ke depan masyarakat masih harus tetap waspada karena tadi, setelah pandemi ini kita masuk endemi dan virus ini masih ada di masyarakat, tentu dengan jumlah kasus yang rendah peningkatannya,” kata Ari saat Podcast Yellow Jacket dengan TribunnewsDepok, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Podcast UI: Kejar Mimpi Universitas Top Dunia, Universitas Indonesia Garap 4000 Riset per Tahun

Dengan fakta ini, Ari mengaku bisa saja sewaktu-waktu terjadi wabah Covid-19 terulang kembali, terlebih saat ini dicurigai adanya varian atau mutan baru yang bisa menyebabkan wabah kembali terulang.

Sejak pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok, sampai akhirnya masuk ke tanah air yang menjadi kasus pertama di Kota Depok, jebolan FKUI 1990 ini mengatakan virus tersebut terus mengalami mutasi hingga akhirnya muncul istilah Alpha, Beta, dan juga Delta.

Hal itu dikatakan Ari terjadi lantaran SarsCov2 atau Corona memiliki prinsip RNA yang membutuhkan inang untuk berkembang. Di mana RNA ini mudah sekali bermutasi hingga akhirnya terbaru dikenal dengan Omicron.

“Bahkan disebutkan pada saat itu Delta saja sebenarnya sudah tidak ada lagi virus aslinya dari Wuhan yang beredar karena yang ada itu varian baru. Di Indonesia pun terjadi adanya varian baru, cuma memang varian itu tidak sampai terjadi varian of concern,” tuturnya.

Baca juga: Ungguli 38 Universitas dari 14 Negara, Mahasiswa FKUI Juara Physiology Quiz Jepang 2022

“Jadi, WHO bilang mutasi yang ada itu enggak masalah untuk perkembangan selanjutnya, cuma kan yang Omicron ini luar biasa penularannya,” kata Ari.

Omicron sendiri juga awalnya meledak di Afrika hingga kemudian masuk ke sejumlah negara termasuk Indonesia. Ari menambahkan, jika pun nantinya muncul varian baru, hal itu tak sampai menimbulkan sesuatu yang memerlukan perhatian khusus.

Seperti Omicron yang dari Afrika, lanjut Ari, karena penularannya yang begitu dahsyat tetapi keganasannya tidak setinggi Delta.

“Kalau pun ada varian baru yang muncul di Indonesia ini, tidak bermasalah dalam tanda petik bahwa dia sama dengan yang sebelumnya. Kita tentu berharap ke depannya tidak muncul varian baru yang mungkin juga penularannya seganas Omicron dan keganasannya tidak seperti Delta,” akunya.

Baca juga: Riset Pertama di Indonesia, FKUI Ungkap Faktor Prognostik Bikin Kematian Covid Indonesia Ke-3 Dunia

Dari semua upaya yang dilakukan pemerintah dalam meredam penyebaran Covid-19, Ari mengatakan FKUI turut berperan dalam mengatasi pandemi yang hingga kini masih terjadi di tanah air.

Untuk kasus Covid-19 yang pertama kali ditemukan atau diidap oleh warga Kota Depok, Ari mengatakan sebelumnya pihaknya telah ‘mencium’ adanya penyakit-penyakit aneh yang sebelumnya tidak pernah ada di Indonesia.

Data tersebut didapat FKUI dari jaringan-jaringan yang dimilikinya di beberapa rumah sakit. Juga adanya dokter alumni FKUI yang bekerja di beberapa rumah sakit, yang menemukan hal-hal atau gejala-gejala umum terhadap suatu penyakit.

“Artinya pasien datang dengan demam, batuk, sesak, tahu-tahu paru-parunya putih, itu kita sudah menemukan juga sebelum kasus Depok itu (ditemukan). Artinya, untuk kepastian itu kan harus dites dengan PCR, saat itu PCR masih dilakukan di Litbangkes tapi memang hasil PCR saat itu menyatakan negatif,” katanya.

Baca juga: FKUI Sebut Panik Omicron Bikin Imun Turun, Ini Tips Hindari Rasa Panik agar Terhindari dari Kematian

“Jadi, tidak mendukung karena untuk memastikan orang ini terinfeksi dengan PCR tapi akhirnya ada juga yang di Depok, ternyata PCRnya ketemu tapi sebelumnya kita lihat juga ada kasus-kasus aneh dan mencurigakan cuma memang pada saat itu hasil PCRnya negatif,” akunya.

Akan tetapi, meski gejala sudah ditemukan sebelum adanya kasus di Kota Depok, Ari menegaskan bahwa untuk melakukan diagnosis Covid-19 dan memastikan gejala tersebut adalah Covid-19 atau bukan, harus dilakukan sampel dengan Swab PCR.

Maka dari itu, ketika Virus Corona ditemukan di Wuhan pada Desember 2019 dan ditemukannya penyakit aneh tersebut, Ari mengaku pihaknya pada awal Januari 2020 telah melakukan simposium alias woro-woro kepada pemerintah untuk mengingatkan kemungkinan virus tersebut masuk ke tanah air.

Baca juga: 2 Dosen FKUI, Prof. Rinawati Rohsiswatmo dan dr. Robert Sinto Raih Penghargaan ASN Inspiratif 2021

Padahal ketika itu, tutur Ari, masyarakat bahkan beberapa pejabat ada yang berpendapat bahwa Virus Corona tak akan masuk ke Indonesia karena beriklim tropis sehingga dianggap virus Corona tak dapat hidup atau berkembang.

Simposium itu pun dilakukan oleh sejumlah pakar yang dimiliki FKUI, untuk memberikan peringatakan kepada pemerintah perihal ledakan virus Corona di Wuhan.

“Bahkan tim bio informatika kita melakukan penelitian untuk melihat apa sih yang cocok untuk pencegahannya, sampai dulu muncul jambu biji untuk mencegah tetapi memang riset selanjutnya tidak seefektif yang kita harapkan di awal tapi secara bio informatika kalau kita cocok-cocokan itu, virus dengan jambu biji efektif,” ujarnya.

Kemudian, kata dia, tim dari kimia kedokteran dan juga farmasi FKUI membuat hand sanitizer. Pihaknya juga berdiskusi kepada pemerintah mengenai apa yang bisa dilakukan FKUI untuk membantu.

Salah satunya FKUI membantu dengan laboratorium mikrobiologi klinik, Swab PCR pun dikatakan Ari merupakan kegiatan yang rutin dilakukan FKUI.

Hanya saja ketika itu virus yang diteliti untuk Swab PCR merupakan virus influensa.

Itu sebabnya, FKUI memutuskan untuk membantu pemerintah melakukan Swab PCR untuk kepastian penyakit tersebut.

“Jadi saya sudah sampaikan juga kami sudah siap nih, kami punya PCR nya, SDMnya. Makanya akhir Maret (2020) kami dilibatkan pemerintah. Sampai saat ini kami juga masih membantu khususnya Pemerintah Daerah DKI (Jakarta) untuk mengerjakan PCR secara gratis, memang ada juga yang berbayar,” paparnya.

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved