Universitas Pancasila Bangun 6 Rumah Ibadah Berdampingan dalam Kampus Sebagai Panggung Toleransi
Kami mau menunjukkan sebetulnya semua agama itu baik, tidak ada agama yang tidak baik. Saling berkomunikasi, saling menghargai antar umat beragama
Penulis: Alex Suban | Editor: Umar Widodo
Laporan TribunnewsDepok.com, Muhamad Fajar Riyandanu
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, DEPOK - Enam rumah ibadah megah di sudut Kampus Universitas Pancasila (UP) berjejer rapih berdampingan tanpa jarak.
Dari sisi lapangan sepak bola, dekat gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terlihat lebih awal Masjid At-Taqwa. Di sebelahnya berdiri Gereja Protestan Grha Layanan Kristen dan Gereja Katolik Santo Petrus.
Lebih lanjut, ada Vihara Dhamma Sasana, Pura Widya Santika dan Klenteng Kebajikan Agung (Da De Miao). Enam rumah ibadah ini akan langsung terlihat saat memasuki pintu masuk UP.
Dari enam rumah ibadah tersebut, dua diantaranya terlihat berbeda dari segi warna dan kontruksi karena menyesuaikan bentuk aslinya. Mereka adalah Pura Widya Santika dan Kelenteng Kebajikan Agung.
“Yang akan kami cita-citakan (membangun enam rumah ibadah), adanya kerukunan, kesetiakawanan, toleransi, menghargai perbedaan itu yang mau ditumbuhkan,” kata Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno kepada wartawan pada Minggu (23/1/2022), siang.
Lebih lanjut, kata Edie, adanya enam rumah ibadah di UP bertujuan untuk menumbuhkan sikap saling percaya antar umat beragama.
“Kami mau menunjukkan sebetulnya semua agama itu baik, tidak ada agama yang tidak baik. Saling berkomunikasi, saling menghargai antar umat beragama, itu harus bisa ditunjukkan di kampus ini,” sambung Edie.

Enam rumah ibadah yang berdiri di atas lahan sekira 2.355 meter persegi ini memiliki luas yang berbeda-beda. Masjid At-Taqwa memiliki luas 855 meter persegi, Gereja Protestan Grha Layanan Kristen seluas 180 meter persegi dan Gereja Katolik Santo Petrus seluas 150 meter persegi.
Selanjutnya, Vihara Dhamma Sasana memiliki luas 120 meter persegi, Pura Widya Santika seluas 116 meter persegi dan Klenteng Kebajikan Agung seluas 100 meter persegi.
Edie menjelaskan, luas bangunan masjid yang lebih luas daripada rumah ibadah lain dikarenakan mayoritas mahasiswa di UP menganut agama Islam. Walau begitu, masjid tersebut juga bisa difungsikan sebagai tempat pertemuan bagi agama-agama lain.
“Ruang masjid tersebut mungkin bisa jadi tempat semacam ngobrol-ngobrol mengenai agama tertentu, nah nanti dengan adanya itu, tentu diharapkan ada understanding, saling mengerti dari agama lain sehingga saling menghormati,” harap Edie.
PR besar
Pada kesempatan tersebut, Edie mengatakan, saat ini toleransi di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.
Seperti masih adanya kejadian perusakan sesajen adat umat Hindu di Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur pada beberapa waktu lalu.