Kriminalitas

Oknum Guru Pesantren di Kota Bandung yang Rudapaksa 12 Santriwati, Apakah Bisa Dihukum Kebiri Kimia?

Herry Wiryawan yang berusia 36 tahun itu saat ini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kelas 1 Khusus Bandung.

Editor: murtopo
ist/tribunjabar
Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi. 

Ia menuturkan saat pihaknya menerima laporan adanya rudapaksa yang dilakukan oleh guru pesantren di Kota Bandung, pihaknya langsung melakukan komunikasi dengan orangtua korban.

Menurutnya sebagian orangtua korban tidak mengetahui masalah yang menimpa anaknya.

"Semua orangtua shock begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya, setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orangtua bisa menerima permasalahan tersebut," ungkapnya.

Diah menjelaskan P2TP2A Garut saat ini fokus melakukan pendampingan terhadap para korban.

Semua korban yang berasal dari Garut saat ini sudah berada di rumah orangtuanya di Garut dan sedang menjalani terapi psikologi.

"Upaya-upaya reintegrasi korban untuk kembali ke lingkungannya pun dilakukan dengan pendekatan ke aparat pemerintahan desa dan tokoh masyarakat hingga para korban akhirnya bisa kembali ke rumahnya," ucapnya.

Baca juga: Kepala Kejaksaan Negeri Depok Sebut Kasus Tindak Asusila di Depok Meningkat Selama Pandemi Covid-19

Menjalani persidangan

Seperti diberitakan, Herry Wiryawan saat ini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bandung atas kasus rudapaksa 12 santriwati hingga hamil.

Perbuatan rudapaksa santriwati itu sendiri sudah dilakukan Herry Wiryawan sejak 2016 dan baru terungkap Desember setelah dibongkar netizen.

Pemerintah sudah menerbitkan PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Alat Elektronik, Rahabilitas dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Berikut aturan soal hukuman kebiri untuk pelaku kekerasan seksual pada anak di bawah umur:

Pasal 1 ayat 3

Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak adalah pelaku tindak pidana persetubuhan kepada Anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan pelaku tindak pidana perbuatan cabul kepada Anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 1 ayat 4

Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan kepada Anak dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan Seksual Memaksa Anak Melakukan Persetubuhan Dengannya atau dengan Orang Lain, yang selanjutnya disebut Pelaku Persetubuhan adalah terpidana atau orang yang telah selesai menjalani pidana pokok atas tindak pidana persetubuhan kepada Anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. 

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved