Wawancara Eksklusif
Dosen FKM UI Agustin Kusumayati: Sejarah Ilmu Kesehatan Berangkat dari Upaya Melawan Kolera
Pengembangan ilmu kesehatan masyarakat bisa berkembang dengan cepat karena adanya kontribusi dari banyak disiplin di luar ilmu kesehatan masyarakat.
Laporan Wartawan TribunnewsDepok.com, Muhamad Fajar Riyandanu
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, DEPOK – Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D menjelaskan, bahwa lahirnya Ilmu Kesehatan Masyarakat berasal dari upaya manusia untuk menghentikan ganasnya wabah cacar dan kolera yang terjadi akibat buruknya kualitas air dan sistem drainase di wilayah pemukiman padat penduduk.
“Pada waktu itu ada wabah kolera, kemudian seorang ilmuwan yang juga seorang dokter mengamati kayaknya kolera ada hubungannya dengan pemakaian air. Nah untuk membuktikan itu, dia menghentikan pemakaian satu sumur dengan cara menyembunyikan sumur itu, jadi masyarakat nggak minum air dari satu-satunya sumur di situ,” tutur Agustin saat ditemui Gedung Rektorat UI pada Jumat (5/11/2021).
Melansir buku bertajuk Ilmu Kesehatan Masyarakat PKM (2016) karangan Surahman dan Sudibyo, penyakit kolera telah tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur Tengah dan Asia Selatan ke Afrika.
India disebutkan sejak abad ke-7 telah menjadi pusat endemi kolera.
Baca juga: Prof. Dr.dr. Ari Fahrial Syam Lolos Seleksi Balon Dekan FK UI 2021 - 2025
Di samping itu, lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa melalui para imigran.
Lebih lanjut, pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, kebangkitan ilmu pengetahuan mempunyai dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan.
Terkait terjadinya serangan wabah kolera pada sebagian besar rakyat Inggris terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan miskin, penyelidikan dan upaya- upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan pada tahun 1832.
Dimulai pada saat Parlemen Inggris membentuk komisi untuk penyelidikan dan penanganan masalah wabah kolera ini dan Edwin Chardwich seorang pakar sosial (social scientist) ditunjuk sebagai ketua komisi.
Baca juga: Cegah Stunting, UI dan PT PII Lakukan Edukasi, Pemkab Manggarai Barat Targetkan Turun 10 Persen
“Zaman itu belum pakai mikroskop, belum bisa melihat bakteri, belum bisa mengatakan itu kolera berhubungan sama air,” sambung Agustin.
Lebih lanjut, kata Agustin, pengembangan ilmu kesehatan masyarakat bisa berkembang dengan cepat karena adanya kontribusi dari banyak disiplin di luar ilmu kesehatan masyarakat.
“Ketika dalam perkembangannya itu kontribusi banyak ilmu-ilmu di luar kesehatan. Ada sosiologi, psikologi, antropologi ilmu manajemen, Administrasi dan ilmu-ilmu teknik yang memperkaya produk pabrikan sehingga kemudian berkembang jadi sosok ilmu kesehatan masyarakat yang sekarang ini,” jelasnya
Adapun tahun 1927 kolera masuk ke wilayah Indonesia dan menjadi penyakit yang sangat ditakuti masyarakat Indonesia.
Baca juga: Dekan FIA UI Prof. Chandra Wijaya Sebut TM Fund Menjawab Tantangan Inklusi Keuangan di Indonesia
Kemudian dalam jarak satu dekade, pada tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia, kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia sehingga pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam rangka memberantas wabah kolera.
Kembali merujuk pada buku Ilmu Kesehatan Masyarakat PKM (2016), tahun 1851 dr. Bosch seorang kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dokter Bleeker di Indonesia mendirikan sekolah dokter Jawa yang dikenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi.