Sejarah Gedung Yayasan Lembaga Cornelis Charatelein di Depok

Ferdy mengatakan, Cornelis Chastelein merupakan orang Belanda yang bekerja di perusahaan dagang Belanda yaitu VOC.

Penulis: Mochammad Dipa | Editor: murtopo

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, DEPOK - Bangunan peninggalan Belanda masih kokoh berdiri di kawasan Depok dibalik pesatnya pembangunan Kota Depok yang diisi dengan bangunan bisnis dan perumahan.

Berlokasi di Jalan Pemuda Nomor 72, Depok, bangunan berusia lebih dari 300 tahun itu adalah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC).

Bangunan bergaya arsitektur Belanda tersebut nampak terpelihara baik. Kusen yang berada di dalam bangunan itu pun masih asli dan belum ada perubahan.

Koordinator Bidang Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein, Ferdy Jonathans mengatakan, sebelum menjadi kantor sekretariat YLCC bangunan ini dulunya dipakai sebagai yang tempat tinggal pendeta.

Tidak jauh dari bangunan ini juga terdapat Gereja Immanuel.

"Pertama kali hanya ada bangunan ini dan gereja saja. Bangunan ini berdiri tahun 1700an," ucap Ferdy kepada Wartakotalive.com, Rabu (5/10).

Hadirnya bangunan YLCC dan Gereja Immanuel ini merupakan bentuk perhatian dari saudagar besar asal Belanda bernama Cornelis Chastelein kepada para anak buahnya.  

"Dulu, anak buah Chastelein di Depok kalau ibadah harus berjalan kaki jauh ke gereja di Senen, Jakarta Pusat. Oleh karena itu, Chastelein membuat gereja di sini (Depok)," kata Ferdy.

Baca juga: Mengulik Sejarah Bangunan YLCC, Bentuk Perhatian Cornelis Chastelein Kepada 150 Budak

Ferdy mengatakan, Cornelis Chastelein merupakan orang Belanda yang bekerja di perusahaan dagang Belanda yaitu VOC.

Kemudian Cornelis Chastelein membeli tanah di Depok pada 18 Mei 1696 dari seorang Residen di Cirebon yang bernama Lucas van der Meur dengan harga 700 ringgit.

Status tanah itu adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda.

Luasnya sekitar 1.244 ha dan dibatasi oleh Pondok Cina di utara, Ciliwung di timur, Cimanggis di selatan, dan Mampang di bagian barat. 

"Kemudian Cornelis Chastelein mempekerjakan 150 budak untuk menggarap tanahnya yang dijadikan lahan pertanian dan perkebunan," ucapnya.

Baca juga: Banyak Bangunan Bersejarah, Disporyata Depok Ingin Jadikan Kota Depok Heritage Tourism

150 budak Cornelis Chastelein yang ia datangkan dari Bali, Makassar dan Timor ini dibebaskan dari ikatan perbudakan.

Bahkan, Cornelis Chastelein menghibahkan tanah-tanahnya di Depok kepada mereka untuk dikelola sesuai dengan surat wasiat yang dibuat Cornelis Cahstelein pada 13 Maret 1714.

Ferdy menyebutkan, 150 budak tersebut kemudian dibentuk menjadi 12 kelompok nama keluarga alias marga.

12 marga tersebut yaitu Jonathans, Soedira, Bacas, Laurens, Leander, Loen, Isakh, Samuel, Jacob, Joseph, Tholense dan Zadokh.

"Nah itu cikal bakalnya jadi kaum Depok yang jadi 12 marga itu. Marga itu diberikan oleh pendeta pertama dari Gereja Immanuel yakni Baprima Lukas," jelas Ferdy.

Dari 12 marga, lanjut Ferdy, saat ini yang tersisa hanya 11 marga saja. Satu marga bernama Zadokh sudah punah.

Baca juga: Depok Hari Ini Kelurahan Tanah Baru, Beji Cetak Sejarah, Ini Komentar Wali Kota Mohammad Idris

Para budak yang berasal dari berbagai tempat ini kemudian diajari bahasa Belanda sebagai bahasa utama, dari situlah kemudian mereka disebut Belanda Depok.

Sebutan Belanda Depok, sebenarnya dimulai dari anak-anak yang tinggal di daerah Bojong Gede dan yang naik kereta dari Bogor.

Ketika itu, anak-anak Depok yang berbahasa Belanda ini naik kereta ke Batavia untuk bersekolah.

"Kalau orang bilang mereka Belanda Depok itu sebenarnya nggak ada, cuma olok-olokan aja, karena mereka diajarkan bahasa Belanda jadi ngomongnya sebagian bahasa Belanda dan Melayu," ucap Ferdy.

Saat ini, menurut Ferdy Jonathans, keturunan warga Depok berjumlah lebih dari 3.000 orang dan tersebar di luar Depok.

Setelah Cornelis Chastelein wafat pada 28 Juni 1714, bangunan ini (kantor YLCC) dikelola para anak buah dengan membentuk Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC).

YLCC terbentuk pada 1952. Yayasan tersebut bertugas merawat aset-aset tanah yang merupakan warisan Chastelein serta merawat bukti-bukti peninggalan sejarah.

"Bangunan ini dulunya adalah rumah pendeta kemudian diambil alih oleh YLCC sejak tahun 1950. Sekarang bangunan ini dijadikan kantor sekretariat YLCC," ujarnya.

Dibelakang dan samping YLCC, terdapat sekolah pertama di Depok yaitu SMP Kasih. Di depan Gereja Immanuel, terdapat SMK dan SMA Kasih.

Untuk bangunan kantor YLCC, terdapat enam ruangan yang dulunya merupakan kamar, ruang tamu, ruang makan, kamar mandi dan dapur.

"Dulu di belakang ada kandang kudanya sebagai alat transportasi orang Belanda,"ucap Ferdy.

Berdasarkan pantauan Warta Kota, sejumlah beberapa ruangan bangunan YLCC ini memang sudah berubah fungsi menjadi ruangan kantor sekretariat YLCC.

Saat memasuki teras bangunan, kita langsung dihadapkan tiga ruangan Untuk sisi sebelah kiri dan kanan kini dipakai untuk ruangan kantor.

Sementara disisi ruang tengah terdapat kursi panjang yang kini dipakai untuk ruang pertemuan.

Di dinding ruangan tersebut terdapat berbagai foto dari sejarah bangunan YLCC dan peta Depok yang dibuat Belanda pada tahun 1917.

Di dinding juga terdapat foto para presiden atau pemimpin dari Kaoem Depok.

"Presiden ini maksudnya bukan pemimpin negara, tapi pemimpin pemerintahan, kalau sekarang bisa dibilang lurahnya," jelas Ferdy.

Kemudian ada semacam prasasti yang bertuliskan nama-nama Djemaat Masehi Gereja.

Diruangan tersebut kita juga bisa melihat sisa artefak dari bangunan YLCC seperti genteng dan lantai asli bangunan YLCC.

Lalu ada juga surat wasiat dari Cornelis Chastelein untuk menghibahkan tanah-tanah miliknya kepada 150 budaknya.

"Kita nggak punya artefak lagi, karena semua di jarah pada saat peristiwa Gedoran 11 Oktober 1945," sebut Ferdy. (dip)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved