TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Linguistik Forensik punya peran penting memecahkan kasus hukum, ini penjelasan Wakil Dekan FIB UI
Saat ini, bahasa memiliki peran yang semakin kuat dalam memecahkan perkara hukum, salah satunya ditandai dengan perkembangan linguistik forensik.
Linguistik forensik merupakan persilangan antara bahasa, kejahatan, dan hukum yang melibatkan aparat penegak hukum, urusan pengadilan, legislasi, perseteruan di pengadilan, dan sebagainya.
Baca juga: Guru Besar FIB UI Ungkap Kegagalpahaman dalam Menentukan Siapa yang Disebut Budayawan
Dengan adanya linguistik forensik, perkara hukum yang ditimbulkan oleh bahasa dapat lebih mudah ditangani.
Adanya keterbukaan dan kebebasan informasi dengan dibukanya katup-katup melalui media sosial, di
satu sisi menimbulkan persoalan ketika banyak masyarakat yang belum paham bahwa ada etika dalam
berbahasa.
Akan tetapi, di sisi lain, hal tersebut mendorong kolaborasi antara ahli hukum dan para bahasawan untuk menyelesaikan kasus pidana dan perdata yang berkaitan dengan bahasa.
Sebagai sistem semiotika sosial, bahasa merupakan tanda yang dibagi secara sosial. Moda bahasa dapat
berupa lisan (bunyi bahasa) atau tulisan (ejaan dan tanda baca).
Dalam penyampaian tanda, bahasa dapat dikombinasikan dengan tanda bermoda lain, misalnya visual (gambar dan video).
Moda-moda ini dapat disatukan untuk menyampaikan makna. Kombinasi moda (multimodalitas) inilah yang dapat dijadikan data dalam analisis linguistik forensik (teks forensik).
Teks ini berimplikasi pada konteks hukum dan konteks kriminal. Dalam mengkaji teks forensik, konteks di mana teks itu muncul juga harus diperhatikan.
Konteks adalah semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memengaruhi pemakaian bahasa, misalnya lingkungan kebahasaan, fisik, atau mental yang dirujuk oleh pemakai.
Baca juga: Susun Pedoman Etika Penggunaan ChatGPT, Guru Besar UI Gelar Seminar untuk Dapatkan Masukkan
Misalnya, ada unggahan di media sosial tentang hinaan kepada seseorang atau lembaga. Unggahan tersebut berupa visual, audio, dan tulisan.
Maka, ketiga moda tersebut harus dikaji, apakah ada unsur kejahatan di dalamnya jika merujuk
pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau pembaharuan Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Menurut Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia (FIB UI), Dr. Untung Yuwono, ketika ahli bahasa diminta untuk
menerjemahkan bukti dalam sebuah kasus, ia harus menunjukkan penguasaannya sehingga hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan.
“Linguistik forensik adalah linguistik yang melihat akar suatu permasalahan yang berhubungan dengan hukum. Ketika kita menerjemahkan, apalagi penerjemah tersumpah, itu artinya harus bisa menunjukkan penguasaannya karena jika salah tentu akan menjadi masalah juga di hukum,” kata Dr. Untung.
Baca juga: UI Jadi Perguruan Tinggi No 1 di Indonesia pada Kategori Broad Subjects dan Narrow Subjects 2023