Forum PR Clubhouse Tekankan Suara Pribadi Jadi Fondasi PR Sampaikan Pesan Korporat yang Dipercaya

Sebagai praktisi PR, penting memiliki suara pribadi yang otentik sebagai fondasi dalam menyampaikan pesan korporat yang dipercaya publik.

Editor: dipaanggara
dok. PR Clubhouse Indonesia
Forum perdana PR Clubhouse Indonesia, di The Plaza, IDN Media HQ, Jakarta, Sabtu (2/8/2025) lalu. 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - PR Clubhouse Indonesia, komunitas yang diinisiasi oleh para praktisi komunikasi menggelar forum edisi perdana. 

Mengusung tema #UnmuteYourself, PR Clubhouse tampil sebagai ruang alternatif ruang yang tidak hanya mempersilahkan orang untuk bicara, tetapi juga mengundang mereka untuk didengarkan.

Dihadiri sebanyak 100 peserta dari berbagai latar belakang mahasiswa, profesional muda, hingga praktisi senior, forum ini menjadi tempat perjumpaan lintas generasi dalam dunia komunikasi.

Apa yang awalnya dirancang sebagai forum eksperimen, berubah menjadi momen kolektif yang menyentuh dan membekas.

Salah satu segmen utama yang menjadi jantung acara adalah SUPERTALKS, sebuah standing talk yang dirancang untuk menghadirkan dua jenis pembicara: para Superspeaker profesional muda di bidang PR (Public Relation) atau kehumasan yang telah melalui proses kurasi, serta Special Guest praktisi senior dengan pengalaman panjang di ranah komunikasi publik dan korporasi.

Head of Corporate Communication LRT Jakarta, Syifa Hidayati, menjadi pembuka sesi tersebut.

Syifa membagikan pandangan reflektif, bahwa menjadi praktisi PR (Public Relation) atau kehumasan bukan sekadar menjadi corong perusahaan, tetapi juga tentang keberanian menyuarakan dan mengenali jati diri.

Ia menekankan pentingnya membangun suara pribadi sebelum menyampaikan pesan institusi, dimana hal ini yang sering terlupakan di dunia PR yang penuh tekanan citra.

“Sebelum kita mewakili nama perusahaan, kita perlu belajar merepresentasikan diri sendiri terlebih dahulu,” ungkapnya. 

Menurut Syifa, ucapan itu tidak menggurui, tapi menggugah. Pernyataan ini menyentil realita profesi humas yang kerap berada di balik layar dan terkungkung oleh tekanan citra.

"Sebagai praktisi PR, penting untuk memiliki suara pribadi yang otentik sebagai fondasi dalam menyampaikan pesan korporat yang bermakna dan dipercaya publik," ungkapnya.

Sementara, Senior PR Manager di DOKU, Ike Yuningsih menyamakan PR dengan sosok ninja yang jarang terlihat, tapi berperan vital dalam memastikan pesan sampai dengan tepat.

Dengan gaya yang lugas dan jujur, Ike juga membedakan secara praktis antara PR dan marcomm, serta membuka pandangan peserta tentang posisi strategis komunikasi dalam organisasi modern.

PR Clubhouse Indonesia hadir sebagai forum lintas generasi yang menghadirkan lebih dari 100 peserta dari kalangan mahasiswa, profesional muda, hingga praktisi senior. 

Tidak seperti seminar formal, forum ini dirancang sebagai ruang intim yang lebih humanis, tempat berbagi cerita, keresahan, dan refleksi dari dunia kehumasan yang jarang dibicarakan secara terbuka.

Segmen SUPERTALKS menjadi sorotan utama dengan menghadirkan para Superspeaker seperti Syifa Hidayati dan Ike Yuningsih, hingga praktisi senior seperti Senior Vice President Public Affairs, Danantara Indonesia, Michael Reza Say dan Sekretaris Jenderal, Public Affairs Forum Indonesia, Adra Janitra.

Michael menyampaikan, bahwa esensi komunikasi yang baik justru terletak pada kemampuan mendengar.

“Komunikasi bukan soal bicara, tapi soal mendengar dan menyusun ulang apa yang perlu disampaikan,” katanya.

Ia mengajak peserta untuk melihat komunikasi bukan sebagai alat persuasi semata, melainkan sebagai praktik empati yang memerlukan kepekaan kontekstual.

Sementara itu, Adra Janitra memberikan gambaran nyata tentang pentingnya membangun kepercayaan dalam hubungan antara institusi dan pemangku kebijakan.

“Saat bicara dengan pemerintah atau mitra eksternal, kita membawa institusi. Jadi kepercayaan terhadap kita bukan hal kecil,” ungkapnya.

Ia menyoroti pentingnya pemetaan stakeholder sebagai dasar dari komunikasi yang efektif bukan hanya untuk menangani krisis, tetapi juga dalam membangun hubungan jangka panjang.

Diskusi kelompok kecil

Setelah sesi utama, yaitu SUPERTALKS, forum ini dilanjutkan dengan PR Mixer, di mana peserta dibagi ke dalam kelompok kecil untuk berdiskusi lebih intim. 

Mereka berbagi tantangan sehari-hari dalam dunia PR. Mulai dari tekanan untuk selalu terlihat "baik" di media sosial, dilema membangun personal branding di tengah tuntutan profesionalisme, hingga perasaan terasing sebagai praktisi komunikasi di dalam organisasi yang tidak selalu memahami peran mereka.

Para peserta forum Public Relations Clubhouse mengikuti PR Mixer dimana peserta dibagi ke dalam kelompok kecil untuk berdiskusi lebih intim. Mereka berbagi tantangan sehari-hari di dunia PR.
Para peserta forum Public Relations Clubhouse mengikuti PR Mixer dimana peserta dibagi ke dalam kelompok kecil untuk berdiskusi lebih intim. Mereka berbagi tantangan sehari-hari di dunia PR. (dok. PR Clubhouse Indonesia)

Forum ini ditutup dengan sesi #UnmuteYourself, di mana peserta diberi ruang untuk menyampaikan suara mereka tanpa skrip.

Sebuah momentum jujur yang menggambarkan bahwa komunikasi yang berdampak, sesungguhnya lahir dari kejujuran dan keberanian untuk tampil apa adanya.

Forum alternatif yang manusiawi

Menurut Founder PR Clubhouse Indonesia, Arrozi Effendi, forum PR Clubhouse Indonesia ini lahir dari keresahan kami terhadap ruang diskusi yang semakin kaku dan eksklusif. 

“Di tengah cepatnya perubahan dunia komunikasi, kami merasa ada kebutuhan akan ruang yang lebih manusiawi tempat kita bisa belajar tanpa takut salah, berbagi tanpa pencitraan,” ujarnya. 

Bagi Arrozi, PR Clubhouse bukan soal pencitraan komunitas, tapi tentang keberanian untuk membangun ruang yang tulus.

“Pertumbuhan paling bermakna dimulai dari koneksi yang jujur dan keberanian untuk saling mendengar,” tambahnya.

Melihat antusiasme yang muncul, PR Clubhouse tidak berhenti di sini. Komunitas ini berencana untuk memperluas format kegiatannya dari forum diskusi seperti SUPERTALKS, hingga sesi hangout, olahraga bersama, dan percakapan kasual yang tidak melulu soal kerja.

Founder PR Clubhouse Indonesia, Arrozi Effendi dalam pengantarnya sebelum sesi Supertalks belangsung pada forum perdana PR Clubhouse Indonesia, di The Plaza, IDN Media HQ, Jakarta, Sabtu (2/8/2025) lalu.
Founder PR Clubhouse Indonesia, Arrozi Effendi dalam pengantarnya sebelum sesi Supertalks belangsung pada forum perdana PR Clubhouse Indonesia, di The Plaza, IDN Media HQ, Jakarta, Sabtu (2/8/2025) lalu. (dok. PR Clubhouse Indonesia)

"Tujuannya sederhana, menciptakan ekosistem komunikasi yang lebih terbuka, adaptif, dan saling mendukung," sebut Arrozi.

Karena pada akhirnya, lanjut Arrozi, menjadi PR bukan hanya soal menyusun pesan. Tapi juga soal menyusun ulang ruang-ruang perjumpaan agar setiap suara sekecil dan sesamar apapun tetap punya tempat untuk tumbuh bersama.

"Semua dilakukan dengan semangat membuka ruang tumbuh yang relevan bagi generasi baru praktisi komunikasi," tandasnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved