Wawancara Eksklusif

10 Tahun Tinggal di Jerman, Ayyasy Putuskan Pulang ke Depok Kembangkan Bisnis

Pria yang akrab disapa Ayyas itu memutuskan pulang ke tanah air, meski sudah nyaman 10 tahun tinggal di negara maju, Jerman.

Penulis: M. Rifqi Ibnumasy | Editor: murtopo
TribunnewsDepok.com/M Rifqi Ibnumasy
BISNIS TRAVEL -- Muhammad Ayyasy Gunawan memutuskan pulang ke tanah air setelah 10 tahun hidup di Jerman dan mengembangkan bisnis travel wisata religi atau umroh.. (TribunnewsDepok.com/M Rifqi Ibnumasy) 

Laporan wartawan TribunnewsDepok.com, M Rifqi Ibnumasy 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM, BEJI - Sosok Muhammad Ayyasy Gunawan (28) dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak muda Indonesia.

Pria yang akrab disapa Ayyas itu memutuskan pulang ke tanah air, meski sudah nyaman 10 tahun tinggal di negara maju, Jerman.

Sepulangnya ke tanah kelahiran, Kota Depok, Jawa Barat, Ayyas bertekad mengembangkan bisnis travel wisata religi atau umroh.

Di usianya yang masih muda, kini Ayyas dipercaya sebagai Direktur PT Alfatih Dunia Wisata.

Untuk mengupas inspirasi dan kisah hidup Ayyas, wartawan TribunnewsDepok.com, Dodi Hasanuddin telah melakukan wawancara eksklusif pada Selasa (20/5/2025), sebagai berikut:

Dodi: Apa latar belakang Mas Ayas hingga bisa ke Jerman?

Ayyas: Orang tua dari orang Jawa, dari daerah dari Semarang. Tapi tinggal di Depok dari tahun 1995, kebetulan ibu saya dulu kuliahnya di UI. 

Jadi gini, kan dulu saya SMA 3 di Depok. Nah terus habis itu kan saya pikir saya bakal kuliah di UI. Tapi ternyata waktu itu ada kesempatan untuk kuliah mandiri di Jerman. 

Karena memang kuliah di Jerman itu yang pertama biayanya gratis, yang kedua memang waktu itu sedang banyak trend gitu, anak-anak Indonesia gitu, SMA untuk kuliah ke luar negeri.

Nah otomatis saya pun tertarik lah mengambil penawaran tersebut, dan alhamdulillah saya belajar bahasa sendiri, terus dokumentasi administratif sendiri, alhamdulillah terus berangkat ke Jerman. 

Pertama untuk program perkuliahan, terus setelahnya kuliah, terus habis itu hidup, dan alhamdulillah kemarin baru pulang habis, totalnya 10 tahun lah di Jerman. 

Awalnya memang kan tujuannya untuk kuliah, tapi selama program perkuliahan itu kita mahasiswa Indonesia banyak seru-serunya, banyak mainnya, banyak kerjanya juga.

Misalnya bareng-bareng sama teman-teman kerja, dan itu waktu di Jerman pun semua kerjaan saya jalani.

istilah kata saya pernah misalnya jadi tukang bersih-bersih, saya pernah kerja di perusahaan restoran fast food, pernah juga kerja sebagai layan, pernah juga kerja di kantor, dan terakhir saya kerja sebagai akuntan di Jerman.

Jadi memang di Jerman itu kan banyak oportunitas, jadi itu pengalaman sebenarnya saya cobain. 

Teman saya di Jerman aja bahkan ada yang sampai jadi tukang parkir istilahnya, kerja di toko buku, kerja di asam itu udah biasa, kerja di pabrik juga udah biasa. 

Dodi: Kalau di Jerman itu kuliahnya atau apa? 

Ayyas: Waktu itu saya kuliahnya teknik industri istilahnya Indonesia, tapi sebetulnya itu bidang tersendiri yang mempelajari banyak hal, dan saya mengambil peningkatan levelnya ke bidang akuntansi, jadi terakhir saya kerja di bidang akuntansi sebagai junior akuntan di Jerman.

Jadi waktu itu kan memang selain banyak program marketing dari agensi, banyak juga trend juga, saya pribadi termasuk orang yang terkagum-kagum oleh figur besar Almarhum Presiden Habibie.

Beliau pun lulusan Jerman, beliau agamis-nya kuat, secara akademis juga kuat.

Saya pernah bertemu sekali dengan beliau Almarhum Presiden Habibie, waktu itu di Munich, dan betul lah bahwa beliau adalah salah satu dari putra bangsa terbaik negara ini yang pernah ada. 

Jadi waktu itu dulu juga saya termasuk yang terinspirasi dengan kisah Pak Habibie, dan saya pun ingin meneladani beliau kurang lebih seperti itu. 

Dodi: Di sana berapa tahun? Mungkin sudah menikmati, sudah enak sudah nyaman dan sudah punya gaji gede di Jerman bisa diceritakan?

Ayyas: 10 tahun di Jerman, ada asuransi, sistem kesehatan, dan sebagainya itu negara kita memang jauh tertinggal. 

Tapi banyak faktor-faktor yang memutuskan saya untuk balik ke Indonesia. Yang pertama kan yang paling utama itu keluarga.

Karena kalau kita di Jerman sulit, misalnya istilahnya buat pulang atau misalnya ada acara apa, karena kan jadwal cuti terbatas, juga perjalanan pun juga menempuh kurang lebih satu hari ya, dan menempuh biaya yang tidak sedikit kan. 

Selain keluarga, yang kedua karena saya pulang pun juga ada keinginan untuk berbisnis di bidang travel, karena keluarga saya dari background-nya jualan travel juga, umroh terutama, dan saya pun ingin melanjutkan.

Dengan melanjutkan ini pun punya banyak kesempatan untuk istilahnya panggilan ini yang kedua faktor-faktor agamis lah. 

Jadi ibaratnya tertarik gitu buat umroh, hampir setiap bulan umroh, intinya mencari peluang lah, peluang bisnis di Indonesia.

Kalau waktu di Jerman itu standar tata rata waktu itu mungkin kan hitungan per jam itu sekitar 25, 24 sampai 30, berarti mungkin dengan 160 hari kerja, mungkin sekitar 4.000 euro.

Kalau di kursus sekitar Rp60 jutaan per bulan. Tapi karena hidup di Jerman ini potongan pajaknya juga besar, jadi mungkin yang diterima pekerjaan itu sekitar 5,5/5,5, jadi 50 persen itu diambil oleh negara. 

Karena kan memang Jerman itu negara federasi yang sosialis, jadi kalau di Jerman setiap orang punya BPJS, asuransi kesehatan, dan itu jauh lebih modern, jauh lebih mahal dibanding di Indonesia.

Jadi otomatis tarikan pajak dari negaranya pun juga besar, tapi pun yang diterima oleh pekerjanya juga banyak.

Jadi transportasi umum yang terhubung misalnya, yang kedua asuransi kesehatan yang besar. 

Jadi per orang, kalau saya boleh cerita sedikit, asuransi kesehatan di Jerman itu per orang per kepala tanggungannya itu sekitar 2.000 euro, atau mungkin sekitar Rp40 juta per kepala.

Dodi: Kan sudah nyaman hidup di Jerman, kenapa Mas Ayyasy pilih pulang ke Indonesia? Kalau teman-teman di sana banyak yang menetap di sana? 

Ayyas: Banyak, biasanya kalau orang-orang Indonesia malah paling senang itu ini, jalur pernikahan.

Jadi kalau nyari pasangan, baiklah ada orang yang nyari pasangan yang beda negara, jadi nyari bule-bule hunter lah. Itu tren-trennya waktu itu. Sekarang ini masih ngetrend.

Alhamdulillah saya enggak, karena memang kerjaannya memang pengen balik ke Indonesia, dan sebetulnya plus minus sih. 

Memang di Indonesia banyak minusnya, tapi tetap ada plus yang kita cari juga.

Dodi: Mas Ayyasy, apa motivasi pulang ke Indonesia untuk bangun bisnis

Ayyas: Pola pikir saya yang di Jerman, karena waktu di Jerman pun saya ketemu banyak orang. Saya pernah ketemu Almarhum BJ Habibie, banyak orang yang saya temui, baik orang Indonesia, orang Jerman, presiden perusahaan. 

Saya ingin membagikan pola pikir atau cara pandang sesuatu yang baik dari Jerman harus dibawa ke Indonesia.

Diintegrasikan, baik dari hal sederhana, misalnya pola pikir, cara berdiskusi, cara berkomunikasi, sampai hal-hal yang sangat besar, misalnya sistem transportasi, itu kan sesuatu yang kita pelajari.

Karena selama kuliah, kalau saya belajar cuma dari kampus itu rugi sekali. Jadi saya belajar juga ambil banyak hal yang bisa saya pelajari.

Dari hal-hal sederhana, misalnya tata kota, sampai hal-hal yang kompleks. Saya jadi baron anak muda. Jadi janda ingin berguna-guna dan pengalaman yang pola pikir Jerman bisa dibagikan ke Indonesia. (m38)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved