Kriminalitas
Gara-gara Gebuk Maling, 10 Santri di Bogor Dilaporkan ke Polisi dan Tidak Diberi Syahadah Al-Qur'an
Para santri ini dianggap tidak memenuhi syarat menerima Syahadah Al-Quran karena melakukan pemukulan terhadap seorang santri yang melakukan pencurian.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: murtopo
Laporan wartawan Wartakotalive.com Hironimus Rama
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, CIBINONG - Sebanyak 10 santri di Madrasah Aliyah (MA) Nurul Furqon Cibinong tidak diberikan Syahadah Al-Quran oleh pihak pengelola pesantren.
Para santri ini dianggap tidak memenuhi syarat menerima Syahadah Al-Quran karena melakukan pemukulan terhadap seorang santri yang melakukan pencurian.
Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Yayasan Nurul Furqon Al Husni, Pondok Pesantren Al-Quran Nurul Furqon II dan Madrasah Aliyah Nurul Furqon No.005/ B2/S.kep/Yay-NF/01/V/2025 yang dikeluarkan pada 9 Mei 2025.
Keputusan ini memantik reaksi keras dari para orang tua santri. Mereka merasa keputusan ini diskrimatif, tidak adil dan menghancurkan mental para santri.
Baca juga: Cemburu, Pria di Bekasi Tusuk Teman Sendiri yang Ingin Menikahi Wanita Incarannya
Oleh karena itu, para orang tua santri sepakat mengambil langkah hukum untuk menyelesaikan persoalan ini.
Para wali santri tersebut mendatangi kantor Irawansyah, SH. MH dan Partner pada Sabtu (10/5/2025) dan memberikan kuasa hukum kepada Irawansyah untuk mengawal proses hukum.
Irawansyah mengatakan pengelola Pondok Pesantren Nurul Furqon telah melakukan diskiminasi dengan tidak mengikutsertakan para santri dalam ujian Syahadah Al-Qur’an.
"Para santri dikenai sanksi sepihak oleh pihak Pondok pesantren, berupa pencabutan hak mengikuti Syahadah Al-Qur’an, hanya karena terlibat dalam insiden pemukulan terhadap seorang santri lain yang melakukan pencurian," kata Irawansyah di Cibinong, Minggu (11/5/2025).
Baca juga: Pria di Bekasi yang Aniaya dan Ancam Membunuh Pacarnya Pakai Golok Akhirnya Dibekuk Polisi
Menurutnya, pihak pesantren seharusnya melakukan pembinaan kepada semua pihak yang terlibat, bukan memberikan hukuman yang menghancurkan masa depan mereka.
"Anak-anak ini justru mendapatkan perlakuan tidak adil setelah orang tua pelaku pencurian melaporkan mereka ke pihak Polres Bogor,” papar Irawansyah.
Dia mengungkapkan sikap pondok pesantren ini tidak hanya diskriminatif, tetapi juga tidak adil karena tidak menindak pelaku pencurian.
"Padahal bukti-bukti kehilangan barang telah dikumpulkan, tetapi pihak pondok pesantrenbterkesan menutup mata. Malah pelaku masih diberi kesempatan mengikuti ujian Syahadah Al-Quran secara sembunyi-sembunyi," tutur Irawansyah.
Baca juga: Kapolda Metro Buka Peluang Periksa Ketua GRIB Jaya Hercules soal Pembakaran Mobil Polisi di Depok
Oleh karena itu, para orang tua santri akan melaporkan pelaku pencurian dan pihak yayasan ke Polres Bogor.
"Kami memiliki bukti atas hilangnya barang milik santri,” tegasnya.
Salah satu wali santri yang berinisial F mengungkapkan bahwa insiden pemukulan terjadi pada November 2024 sebagai reaksi atas pencurian yang berulang di lingkungan pondok.
“Sudah banyak barang santri yang hilang sebelumnya, dari baju, celana, sarung, hingga sepatu dan jaket. Namun, pihak pesantren tidak mengambil tindakan serius terhadap pencurian itu,” beber F.
Setelah aksi pemukulan pada November 2024, orang tua pelaku pemukulan dan orang tua korban sepakat untuk berdamai.
Namun tak lama kemudian, orang tua korban pemukulan melaporkan kasus ini ke Polres Bogor.
"Kita sudah berusaha menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. Namun orang tua korban tidak mau berdamai," tutur F.
Saat kasus ini belum mendapat titik terang di Polres Bogor, tiba-tiba pada 9 Mei 2025 wali santri menerima surat dari Yayasan Nurul Furqon Al Husni yang menyatakan bahwa anak-anak mereka tidak diizinkan mengikuti Syahadah Al-Qur’an.
Senada B, wali santri lainnya menilai keputusan ini sangat merugikan, mengingat perjuangan para santri selama bertahun-tahun untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an.
“Kami kecewa dan merasa anak-anak kami telah diperlakukan tidak adil. Kami berharap laporan ini menjadi pelajaran dan mendorong adanya keadilan di lingkungan pendidikan pesantren,” tandas F.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pengelola pondok pesantren belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.