Kabar Artis
Cerita Ronggeng di Padaherang, Pangandaran, Ariel Tatum Wanita Terpilih Menjadi Kembang Bale Sejati
Fakta Tentang Cerita Ronggeng di Padaherang, Pangandaran, Ariel Tatum Wanita Terpilih Menjadi Kembang Bale Sejati
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Cerita tentang ronggeng di tanah Pasundan kerap menarik untuk dimaknai.
Begitupun dengan ronggeng di Panyutran, sebuah kampung di Padaherang, Pangandaran, Jawa Barat.
Seorang Kembang Bale terlahir dari perih kehidupan masa kecilnya.
Kemiskinanlah yang mendorongnya untuk memasuki dunia ronggeng. Tapi dunia yang dimasukinya itu semakin hari semakin menariknya untuk lebih dalam memaknai bagaimana semestinya sikap seorang ronggeng (kembang bale).
Kisah seorang ronggeng diungkapkan Ariel Tatum dalam monolog Sang Kembang Bale (Nyanyian yang Kutitipkan Pada Angin).
Baca juga: Begini Sejarah Bibir Tebal Ariel Tatum Menjadi yang Terseksi, Tapi Curhat Soal Jodoh
Monolog yang digarap Sutradara Heliana Sinaga ini mengisahkan seorang gadis yang terpilih oleh para ronggeng gunung sepuh untuk menjadi penerus sebagai ronggeng sejati.
“Setiap perempuan bisa saja mempunyai keinginan menjadi kembang bale, namun hanya perempuan terpilih saja yang akan mewujud menjadi seorang kembang bale sejati," kata Heliana dikutip dari infotitimangsa.
Menurut Heliana, dalam monolog ini segala kegelisahan, konflik batin, ketakutan, keinginan, dan harapan sang Kembang Bale akan ditampilkan bersama dengan tembang-tembang ronggeng gunung.
Penonton akan melihat bagaimana sang ronggeng juga adalah manusia, yang seringkali meragu.
Namun, ia berusaha lurus dalam pilihannya menjadi perempuan terpilih yang dicintai sekaligus disegani di masyarakatnya.
Baca juga: Cari Ketenangan Jiwa, Ariel Tatum Cucu Murry Koes Plus Lakukan yang Tak Banyak Dikerjakan Orang
Kisah kembang bale sejati akan disajikan Ariel Tatum di Nuart Sculpture Park, Bandung, 10-11 Agustus 2024 pukul 19.30 WIB.
Bagaimana fakta sejarah seorang ronggeng?
Dewi Siti Samboja Menyamar Jadi Ronggeng
Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id tentang Asal-usul Seni Ronggeng Gunung yang ditulis Ani Rostiyati dari
Balai Arkeologi Provinsi Jawa Barat, asalah ronggeng gunung, salah satunya merujuk pada cerita rakyat yang berhubungan dengan seseorang yang bernama Dewi Siti Samboja.
Pada zaman dahulu, di ujung Pananjung berdiri sebuah kerajaan yang dipimpin seorang raja bernama Raden Anggalarang dan istrinya bernama Dewi Siti Samboja, yang kelak akan disebut Dewi Rengganis.
Raden Anggalarang mendirikan sebuah kerajaan di sana atas kehendak sendiri.
Dia sengaja meminta kepada ayahnya, yaitu Prabu Haur Kuning, yang sedang memimpin kerajaan di daerah Galuh.
Sejak awal, Prabu Haur Kuning sudah memiliki firasat yang kurang baik terhadap niat anaknya, yang ingin membangun sebuah kerajaan.
Lokasi untuk kerajaan anaknya berada tidak jauh dari pinggir pantai. Wilayah tersebut, apalagi di ujung Pananjung, merupakan tempat persinggahan andar-andar atau bajo (penjahat ).
Oleh karena itu, wilayah tersebut kemudian disebut Pangandaran. Raden Anggalarang tidak mengindahkan kekhawatiran ayahnya.
Baca juga: Akui Bucin, Ariel Tatum Harus Selalu Dibuat Jatuh Cinta Jika Berpacaran
Dia tetap bersikeras untuk mendirikan kerajaan sampai selesai. Dalam menyelesaikan pekerjaan besar tersebut, dia dibantu para pengikutnya, juga didampingi oleh Patih Kidang Pananjung dan Mama Lengser.
Apa yang dikhawatirkan Prabu Haur Kuning memang menjadi kenyataan.
Tidak berapa lama setelah kerajaan itu berdiri, terjadi peperangan antara pasukan dari kerajaan pimpinan Kipatih Kidang Pananjung dan para bajo yang singgah di perairan tersebut.
Tampaknya pimpinan bajo begitu bersemangat dalam peperangan itu, karena mengetahui istri pimpinan musuhnya sangat cantik. Sang permaisuri raja itu bernama Dewi Siti Samboja.
Dalam peperangan tersebut, para bajo berhasil melumpuhkan Kipatih Kidang Pananjung sampai mati. Kekalahan itu memaksa Raden Anggalarang untuk pergi dari tempat tersebut.
Beberapa hari kemudian, para bajo mencium keberadaan rombongan Raden Anggalarang dan menyerang rombongan tersebut, termasuk rencana untuk memboyong sang permaisuri.
Rombongan ini terus melarikan diri ke beberapa tempat untuk bersembunyi, Raden Anggalarang dan Mama Lengser berembug untuk mencari cara menyelamatkan sang permaisuri.
Mereka sepakat, Dewi Siti Samboja besama Mama Lengser pergi ke utara, sedangkan Raden Anggalarang menuju selatan.
Baca juga: Lama Menjomblo, Ariel Tatum: Aku Akan Menikah Jika Sudah Bisa Berdamai dengan Diri Sendiri
Sebelum melanjutkan perjalanan, Dewi Siti Samboja naik dulu ke sebuah gunung yang diperkirakan dapat melihat perjalanan sang suami, yakni Raden Anggalarang.
Ketika dia melihat ke selatan, tampak suaminya sedang bertempur dengan para bajo yang sengaja terus mengejarnya.
Ternyata suaminya mengalami kekalahan dalam pertempuran itu kemudian dibunuh, dan mayatnya diarak oleh para bajo. Oleh karena itu, tempat mengarak mayat tadi disebut Parakan.
Dewi Siti Samboja bersama Mama Lengser segera melarikan diri ke utara hingga sampai di pinggir sungai bertemu dengan tukang rakit yang dapat menyebrangkan dirinya dan Mama Lengser.
Begitu sampai di seberang, mereka berpesan agar tukang rakit tiak memberi tahu mereka kepada orang lain. Keesokan harinya, Dewi Siti Samboja sampai di sebuah anak Sungai Citanduy.
Dia menemukan mayat seorang laki-laki muda, dan ternyata mayat itu adalah tukang rakit yang menyeberangkan mereka.
Dia tewas karena berkelahi dengan para bajo yang juga minta diseberangkan.
Dia tidak meluluskan permintaan para, akibatnya dia dibunuh para bajo dan mayatnya terbawa arus Sungai Citanduy.
Lalu Dewi Siti Samboja menyepi dan bertapa.
Dalam keheningan, dia mendengar suara tanpa wujud.
Intinya merupakan perintah agar rombongan Dewi Siti Samboja menyamar menjadi rombongan seni doger (ketuk tilu) bersama-sama dengan pemuda-pemuda setempat.
Dewi Siti Samboja sendiri menjadi waranggana atau ronggengnya.
Baca juga: Alami Gangguan Mental, Ariel Tatum Akui Pernah Dua Kali Coba Bunuh Diri hingga Dibawa ke Psikologi
Tujuan penyamaran itu tentu saja untuk menyelamatkan Dewi Siti Samboja beserta rombongannya dari kejaran para bajo.
Berbulan-bulan Dewi Siti Samboja menyamar sebagai ronggeng bersama para pemuda yang ada di daerah pegunungan Kendeng. Dewi Siti Samboja pun mengganti namanya menjadi Dewi Rengganis.
Dikisahkan Prabu Haur Kuning mengutus salah seorang patihnya, yaitu Sawung Galing agar menelusuri keadaan anaknya yang mendirikan kerajaan di daerah pantai.
Sampailah sang patih di daerah Pegunungan Kendeng. Di sana dia mendengar ada pergelaran kesenian yang dipimpin oleh Mama Lengser setiap malam.
Pada suatu malam, patih Sawung Guling mencoba menemui Mama Lengser.
Ternyata Mama Lengser mengetahui patih itu adalah utusan dari Prabu Haur Kuning. Kedatangan sang patih untuk menemui keadaan anak dan menantunya.
Dewi Rengganis belum percaya kepada Sawung Guling sebagai utusan dari ayah (mertuanya). Dia meminta Sawung Guling agar bertanding dulu dengan pemuda-pemuda yang dipimpinnya.
Ternyata, tak satu pun pemuda yang dapat menandinginya. Meskipun begitu, dia masih belum merasa yakin dengan kenyataan tersebut.
Akhirnya, dia meminta patih untuk menunjukkan kekuatan lainnya sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang patih kerajaan.
Pada keesokan harinya, Patih Sawung Guling memperlihatkan ilmu kekuatannya.
Dia mengambil sebuah lidi enau (Sunda: kawung) kemudian menancapkannya pada tebing batu yang ada di daerah pegunungan Tunggilis.
Ketika lidi dicabut kembali, batu itu. timbul dan menonjol seperti alat kelamin laki-laki serta memancarkan air.
Dewi Rengganis dan Mama Lengser akhirnya percaya, lalu mereka menyamar sebagai rombongan kesenian dan menjadi petani atau bercocok tanam bersama-sama dengan masyarakat.
Di tempat itu rombongan Mama Lengser memaksakan ngahuma (bertani) dan malam harinya tetap menggelar hiburan. Saat menggelar mamarung (hiburan), tiba-tiba serombongan bajo datang.
Baca juga: Ariel Tatum Deg-Degan Jadi Istri Nicholas Saputra
Karena kekuatan rombongan Mama Lengser sudah disusun sedemikian rupa, dengan tenaga andalannya yaitu Sawung Guling, rombongan bajo pun dapat dikalahkan. Banyak di antara mereka mati dibunuh oleh Sawung Guling.
Akhirnya, Dewi Siti Samboja yang menyamar jadi ronggeng dengan nama Dewi Rengganis dan Sawung Guling kembali ke kerajaan bekas Raden Anggalarang, yaitu ke Pananjung Pangandaran.
Sejak itulah kerajaan tersebut dinamakan Pananjung Ngadeg Tumenggung, dengan rajanya Sawunggaling.
Ronggeng dari Padaherang, Simbol Kesuburan
Dilansir dari tullisan Ety Suhaeti, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Budaya Indonesia ( ISBI ) Bandung, disebutkan bahwa
di Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran terdapat sebuah kesenian tradisional yang bernama Ronggeng Amen.
Kesenian tersebut merupakan salah satu bentuk perubahan dari Ronggeng Gunung yang telah lama hidup dan berkembang di
daerah tersebut.
Lahirnya Ronggeng Amen berawal dari kegiatan mengamen, yaitu mencari uang berkeliling dari satu kampung ke kampung
yang lain dengan cara mempertunjukkan tari Ronggeng, yaitu penari wanita yang dibayar sehingga oleh masyarakat setempat
kesenian tersebut dinamakan Ronggeng Amen.
Dalam kepercayaan masyarakat Sunda, ronggeng merupakan simbol kesuburan dalam kaitannya dengan padi (Dewi Padi).
Dalam hal ini, posisi ronggeng sebagai simbol kesuburan.
Kehadirannya menjadi penting dalam kegiatan yang bersifat ritual sehingga setiap wanita dapat menjadi doger atau ronggeng.
Baca juga: Menjadi Orang Terkenal di Indonesia, Ariel Tatum Akui Harus Jaga Perilaku Sebagai Publik Figur
Ronggeng mempunyai peranan sebagai penari waniita yang serba bisa dan dihormati oleh masyarakat.
Ia juga mempunyai fungsi dan peranan dalam kehidupan masyarakat, khususnya di pedesaan. Kehadiran Ronggeng Amen
cukup digemari oleh masyarakat setempat, baik muda maupun tua.
Hal ini terlihat pada setiap pertunjukan. Penonton selalu penuh dan tak beranjak sedikit pun sampai dengan selesainya pergelaran.
Bahkan, mereka tidak sayang merogoh kocek untuk menyawer Nyi Ronggeng pada waktu menari. Salah satu grup Ronggeng Amen yang sampai sekarang masih tetap eksis adalah “Cahaya Gumilang” pimpinan Bapak Hendi yang berdiri pada tahun 1980.
Selain sebagai pimpinan, ia berperan sebagai penabuh kendang. Sebelumnya, ia pernah bergabung dengan perkumpulan “Sekar Gumilang” yang ada di daerah itu Pertunjukan Ronggeng Amen biasanya dipertunjukkan dalam sejumlah peristiwa.
Di antaranya adalah di tempat hajatan pernikahan atau sunatan, pada hari-hari besar tertentu, misal ‘Agustusan’.
Kemudian pada syukuran anak sudah lulus ujian dan lain-lain. Adapun pertunjukan di tempat hajatan biasanya
dilakukan dua kali, yaitu siang dan malam harinya.
Pertunjukan siang hari dimulai dari pukul 9.00 - 15.00 WIB, sedangkan pada malam hari dimulai dari pukul 21.00 - pukul 01.00 dini hari.
Bahkan terkadang sampai menjelang subuh, tergantung pada keinginan orang yang mau
Usai Tes DNA, Ridwan Kamil: Mudah-mudahan Jadi Jawaban yang Kami Perjuangkan |
![]() |
---|
Nikita Mirzani Ngamuk Lantaran Jaksa Potong Keterangan Saksi, Sidang Diskors Hakim |
![]() |
---|
Jalani Tes DNA di Bareskrim Polri, Lisa Mariana Berharap Tak Ada Rekayasa |
![]() |
---|
Nikita Mirzani Kembali Jalani Sidang, Minta Putar Ulang Rekaman dalam Flashdisk |
![]() |
---|
Eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Lisa Mariana dan Anak Inisial CA Jalani Tes DNA Hari Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.