Nasional
Masyarakat Banyak yang Menolak Tapera, Mensejahterakan Belum Tapi Pemerintah Terus Membebani
Baidul Hadi menduga ada permasalahan serius dalam pemerintahan sehingga mewajibkan pekerja membayar iuran Tapera.
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWSDEPOK.COM, JAKARTA - Manajer riset sekretariat nasional forum Indonesia untuk transparansi anggaran (Seknas FITRA), Baidul Hadi menyebut tidak jelasnya mekanisme aturan Tapera dan sosialisasi yang baik dari pemerintah membuat heboh masyarakat.
Nyaris delapan tahun berlalu, secara tiba-tiba pemerintah pusat baru mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera beberapa hari lalu tanpa adanya sosialisasi sehingga publik gaduh.
Sebelumnya pemerintah mengeluarkan Tapera, tabungan perumahan rakyat lewat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 lalu.
"Mekanisme ini saya kira tidak fair (adil) bagi masyarakat. Kemudian pemerintah terlalu ambisius sehingga kebijakan ini tergesa-gesa," ujarnya, Kamis (30/5/2024).
Baca juga: Masyarakat Tolak Mentah-mentah Iuran Tapera, Pengamat: Presiden Jokowi Perlu Membatalkannya
Ia menilai pemerintah tidak melihat kondisi ekonomi yang dialami masyarakat saat ini.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang memajibkan pekerja membayar iuran dinilai menjadi masalah.
Iuran yang wajib dibayar pekerja mencapai tiga persen, dimana 2.5 persen ditanggung pekerja, sisanya dibayarkan pemberi kerja.
"Sifat wajib ini yang menurut saya akan menjadi persoalan karena gaji akan otomatis kepotong baik yang PNS, BUMN, swasta bahkan pekerja mandiri," katanya.
Baca juga: Ekonom Sebut Iuran Tapera Belum Tentu Bisa Atasi Kebutuhan Rumah bagi Masyarakat di Indonesia
Baidul Hadi menduga ada permasalahan serius dalam pemerintahan sehingga mewajibkan pekerja membayar iuran Tapera.
Ia berujar jika pemerintah berniat menghilangkan tuna wisma, masyarakat pun punya niat sama. Namun mekanismenya harus adil.
"Jangan jadi beban baru bagi masyarakat, apalagi dengan masyarakat dengan penghasilan rendah. Ini akan bertentangan terus dengan prinsip keadilan yang diharapkan masyarakat," katanya.
Baidul mengatakan pemerintah agak ceroboh dalam pengelolaan anggaran publik.
Ia menyinggung kelemahan pemerintah akan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran publik.
Baca juga: Hidup Sudah Susah, Buruh Gajinya Dipotong 2,5 Persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat. Ini Aturannya
Sebagai contoh ia menyebut pengelolaan dana umat naik haji.
Dengan mewajibkan Tapera, kecurigaan mengarah pada ketidakmampuan pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan target-target pembangunan yang ditetapkan.
"Mereka kemudian memilih jalan pintas paling mudah dengan mengumpulkan dana publik. Kalau dilihat mekanismenya mengarah ke sana," ujarnya.
"Jangan kemudian pemerintah terus membebani masyarakat. Mensejahterakannya belum tapi terus membebani," sambungnya.
Ia meminta agar pemerintah lebih dulu memperbaiki mekanisme pengelolaan dana publik, terutama transparansi dan akuntabilitas guna dipercaya masyarakat.
Pemerintah pun diminta sadar diri.
"Jangan terus membebani masyarakat atas dasar kesejahteraan sementara pada hakekatnya membebani. Karena banyak pengusaha juga menolak termasuk pekerjanya," katanya.
Penolakan dari masyarakat diduga gegara beban pekerja yang terlalu berat dengan banyaknya pungutan iuran meskipun iuaran tersebut akan kembali ke individu masing-masing.
Namun, UMR yang pas-pasan membuat berat masyarakat.
Ia juga berharap agar pemerintah tidak menganggap enteng hal tersebut.
"Kalau dari sisi kami harus ada mekanisme yang baik dari sisi pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel," ujarnya.
Adapun Warta Kota mewawancarai perwakilan pekerja dari swasta yaitu Deni Zainudin yang tidak setuju dengan kewajiban membayar iuran Tapera.
Menurutnya, gaji yang ia terima akan terpotong banyak untuk iuran.
Selama ini gajinya telah terpotong pada BPJS kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, cicilan rumah dan lainnya.
"Kalau terpotong lagi untuk iuran, habis dong gaji bulanan. Lagi pula saya sudah punya rumah, masa harus bayar lagi. Ini tanpa sosialisasi tau-taunya langsung iuran wajib," katanya.
Hal senada diutarakan pekerja lain bernama Adit Prabowo. Adit merasa iuran tersebut belum tepat dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
Menurutnya, perekonomian belum sepenuhnya pulih pasca Covid-19.
"Apalagi saya lagi fokus menabung untuk biaya nikah, uang tersebut bagi saya penting untuk melengkapi target-target yang sudah saya rencanakan. Ini pun saya sudah menghemat loh," tutupnya. (raf)
Caption: Manajer riset sekretariat nasional forum Indonesia untuk transparansi anggaran (Seknas FITRA), Baidul Hadi menyebut tidak jelasnya mekanisme aturan Tapera dan sosialisasi yang baik dari pemerintah membuat heboh masyarakat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.