Jejak Perwira Kopassus Agus Subiyanto Tangani Gempa Yogya dan Tsunami Palu, Kini Jadi Panglima TNI

Jejak Panglima TNI yang baru, Jenderal TNI Agus Subiyanto menunjukkan sebagai prajurit yang berpengalaman menangani bencana alam.

Penulis: Domu D. Ambarita | Editor: murtopo
Hand-over/Muliawan Margadana
Kolonel Agus Subiyanto, ketika penangan bencana gempa  Palu tahun 2018, bersama Komandan Pissenif TBI Letjen (Purn) Trie Suwandono. 

TRIBUNNEWSDEPOK.COM - Jenderal TNI Agus Subiyanto dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pelantikan tersebut digelar di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/11/2023).

Agus Subiyanto, dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Laksamana Yudo Margono yang pensiun.

Sebelum dilantik sebagai Panglima TNI, Agus yang lulusan Akmil 1991 itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

Rekam jejak Agus Subiyanto dalam tugas kemiliteran dan kemanusiaan juga cukup panjang.

Jauh ke belakang, banyak kenangan dan jejak Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru, Jenderal TNI Agus Subiyanto menunjukkan sebagai prajurit yang berpengalaman menangani bencana alam.

Baca juga: Jaga Sikap Profesional, Guru Besar Unpad Sebut TNI dan Polri Harus Netral di Pilpres 2024

Lelaki kelahiran 5 Agustus 1967 terlibat langsung menangani berbagai bencana.

Misalnya, gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, gempa dan likuifikasi Palu tahun 2018 dan pandemi Covid-19 tahun 2021.

Informasi berikut data-data dokumentasi mengenai keterlibatan Agus Subianto dibagikan Ketua I Korps Menwa (Resimen Mahasiswa) Indonesia, Muliawan Margadana.

Muliawan menceritakan, ia pertama kali mengenal Agus pada tahun 2006, ketika terjadi bencana gempa di Yogyakarta dengan skala nasional.

Muliawan bekerja pada perusahaan pertambangan, bergabung dengan relawan Universitas Kristen Maranatha Bandung, dan Menwa Mahawarman Jabar terpanggil menggerakkan tim medis dan trauma healing.

Baca juga: Jaga Netralitas TNI Saat Pemilu 2024, Dandim Depok Minta Prajurit Bijak Gunakan Media Sosial

Agus Subianto memimpin Pleton dari Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus).

"Ketika itu, Pak Agus masih berpangkat Mayor," kata Muliawan, sembari menyebut tim medis yang digerakkannya pertama hadir di lokasi gempa.

Muliawan Margadana juga seorang organisatoris. Ia menjabat Ketua Presidium Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) tiga periode tahun 2009-2012, 2012-2015 dan 2015-2017.

Gempa Jogja yang terjadi 27 Mei 2006 menyisakan duka dan luka mendalam bagi warga DIY. Ingatan dan trauma masih tergambar jelas, mencekam, dan menyeramkan.

Menurut data dokumentasi Tribun Network, bencana terjadi Sabtu sekitar pukul 05:53 WIB, saat para pelajar bersiap-siap berangkat sekolah.

Peristiwa gempa bumi tektonik kerak dangkal mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Sabtu pagi, 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05:55:03 WIB. Gempa berguncang selama 57 detik.

Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan bahwa gempa terjadi sebesar 6,4 pada skala Moment magnitudo.

Baca juga: Rayakan HUT TNI Ke-78, Kodim 0508 Depok Adakan Bazar UMKM hingga Ratusan Stan

Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, jumlah korban meninggal 5.782 jiwa dan 26.299 luka-luka.

Jumlah rumah rusak total (hancur) 71.763 bangunan, rusak berat 71.372, dan 66.359 rumah rusak ringan.  

Pertemuan kedua Muliawan dengan Agus Subianto, juga saat menangani bencana. Kali ini, saat gempa di Palu, Sulawesi Tengah 2018.

"Pada saat itu, pak Agus sudah berpangkat kolonel," ujar Muliawan, yang mantan aktivis Resimen Mahasiswa di Bandung, dan eksponen Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

Muliawan membawa tim medis dan trauma healing dari PT Indexim Coalindo bersama tim Kementerian ESDM bidang kebencanaan.

"Pak Agus, sebenarnya baru selesai menjabat sebagai Danrem di Palu. Tapi dipanggil lagi bersama Mayjen Trie Soewandono Danpussenif TNI (sekarang Letjen purnawirawan) untuk melakukan rehabilitas dan penanganan korban bencana," kata Muliawan.

Masih menurut Muliawan, Agus Subianto yang terbiasa menangani bencana, mengarahkan tim agar menjangkau daerah-daerah bencana terpencil, yang sulit dijangkau relawan biasa.

"Beliau sangat memahami kondisi dan daerah-daerah di Palu. Dan beliau memberi bantuan yang sangat luar biasa," kata Muliawan, yang pernah bekerja di perusahaan tambang batu bara, PT Arutmin Indonesia.

Kemudian perjumpaan ketiga, saat pandemi Copid-17 mengganas tahun 2021, ketika Agus menjabat Pangdam III/Siliwangi.

Saat itu, Jawa Barat harus mengejar ketertinggalannya dalam melakukan vaksinasi Covid.

Muliawan membawa tim Menwa Mahawarman Jabar untuk membantu Kesdam III/Siliwangi, dan juga Kementerian Pertahanan dalam melakukan vaksinasi dan mengejar ketertinggalan proses vaksinasi khususnya yang di pelosok-pelosok  desa kawasan Jawa Barat.

Kami membantau Kesehatan Kodam (Kesdam) Siliwangi. khususnya pleton kesehatan, untuk masuk ke pelosok-pelosok daerah.

"Sebagai Wakil Ketua Korps Menwa Indonesia, saya berterima kasih kepada beliau, karena atas bantuan beliau, bisa melaksanakan vaksinasi kepada masyarakat, sehingga cepat tertangani," ucap Muliawan.

"Sebagaimana yang saya kenal, Pak Agus Subianto, adalah pribadi yang sangat merakyat, sederhana dan santun sekali.  Namun di balik ketenangannua, selalu punya target-target besar yang selalu tercapai dengan baik karena memang sinergisitas dengan seluruh kelompok masyakat terlaksana baik, dan dapat diterima semua pihak," ujar Muliawan.

Sebagai seorang profesional, kata Muliawan, Agus tampak, dalam proses-proses pengambilan keputusan, membuat target baik kepada anggota maupun masyarakat.

"Saya mengucapkan selamat kepada Jenderal Agus Subianto, yang sangat luar biasa, dan saat ini telah menjadi Panglima TNI."

Adapun gempa bumi dahsyat terjadi di Sulawesi Tengah, 28 September 2018, pukul 17.02 WIT. Belakangan bencana ini lebih populer disebut Gempa Palu.

Wilayah terdampak bencana yaitu Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Mountong.

Dalam catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, gempa tersebut berkekuatan 7,7 skala Richter dan berpusat di ,18 Lintang Selatan dan 119,85 Bujur Timur atau 27 kilometer timur laut Donggala.

Becana yang ditandai tsunami dan likuifikasi (tanah daratan bergerak sendiri) ini adalah catatan PBB yang menyatakan ada setidaknya 4.845 orang meninggal, 172.999 pengungsi, dan 110.214 rumah yang rusak.

Tentu fakta ini sangat berpengaruh pada hidup masyarakat sekitar di waktu itu hingga kini.

Kerugian fisik akibat bencana gempa bumi, likuifaksi, dan tsunami yang terjadi di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Mountong tentu dapat dikonversi ke dalam bentuk rupiah untuk mempersiapkan pemulihannya.

Bencana gempa yang mengguncang Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah, juga menimbulkan fenomena likuifaksi atau banyak yang menyebut 'tanah bergerak' sendiri. Ribuan rumah terkena dampak likuifaksi dengan luas ratusan hektar. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved